JAKARTA, KOMPAS - Kuatnya tradisi akademik tak dapat dilepaskan dari profesi hakim, termasuk hakim konstitusi. Kekuatan baca dan tulis hakim akan mewarnai kualitas putusan. Budaya baca tulis tak sekadar menguatkan pertimbangan hukum teoretis dan tekstual, tetapi juga memperkaya dan memberi perspektif saat mengkaji perkara dari berbagai sudut. Untuk itu, hakim dekat dengan budaya baca tulis.
”Setiap hakim wajib menulis pertimbangan atau pendapatnya. Jadi, dalam UU Mahkamah Konstitusi (MK) diatur soal itu. Tak berarti pendapatnya cukup lisan, lalu pertimbangannya ditulis. Semuanya dimaksudkan untuk ditulis,” kata mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Rabu (28/8/2019), saat membuka peluncuran dan bedah buku ulang tahun ke-16 MK, di Jakarta.
Dalam perayaan ulang tahun kali ini, MK meluncurkan 25 buku yang ditulis hakim, pegawai MK, termasuk peneliti dan panitera pengganti MK.
Jimly menegaskan, sebagai hakim konstitusi yang punya pandangan hukum berbeda-beda, mereka punya kewajiban mencari kebenaran dan keadilan dengan sudut pandang dan keahliannya. Tradisi perdebatan pun jadi hal biasa.
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva mengapresiasi penerbitan buku karena menguatkan kembali tradisi akademik. Buku-buku itu diharapkan mengasah pendekatan akademik peneliti dan panitera pengganti yang bantu buat putusan.
Peluncuran buku dihadiri hakim MK Saldi Isra dan Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo. Acara dipandu Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini.