JAKARTA, KOMPAS – Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sangat rentan terhadap kejahatan siber. Pelaku UMKM semakin banyak yang berjualan secara digital, tetapi mereka tidak memiliki proteksi yang memadai terhadap serangan siber.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan, pelaku UMKM yang sudah berjualan secara daring mencapai lebih dari 8 juta. Jumlah itu masih akan bertambah mengingat pelaku UMKM di Indonesia mencapai 58 juta.
CEO Stonetree Group, Patrik Dannacher, dalam Cyber Security: InfoSec Summit Indonesia, pada Kamis (29/8/2019), di Jakarta, mengatakan, pelaku UMKM memang sangat rentan terhadap kejahatan siber. Mereka belum menyadari bahaya dari serangan siber.
Adapun serangan siber yang berujung kejahatan siber semakin marak terjadi di Indonesia. Dalam laporan Symantec Internet Security Threat Report Volume 24. Indonesia masuk peringkat ke-9 dari 157 negara dengan jumlah kejahatan siber terbanyak. Peringkat Indonesia naik dari tahun sebelumnya yakni ke-14.
“Tidak bisa dimungkiri lagi serangan siber semakin banyak di era sekarang. Dari serangan-serangan itu, mayoritas bertujuan untuk mengambil uang,” kata Patrik.
Menurut Patrik, UMKM akan menjadi sasaran empuk kejahatan siber karena tidak memiliki pengamanan yang cukup. Dengan usaha yang masih berkembang, mereka biasanya tidak memiliki dana khusus untuk dialokasikan ke sektor pengamanan siber.
UMKM akan menjadi sasaran empuk kejahatan siber karena tidak memiliki pengamanan yang cukup
“UMKM biasanya hanya memiliki pekerja yang mengurus teknologi seperti desain website atau mengatur e-mail. Tidak ada yang fokus menjaga dari serangan siber. Tidak seperti perusahaan teknologi besar yang punya divisi khusus pengamanan siber,” lanjut Patrik.
Presiden Direktur PT Itsec Asia, Andri Hutama Putra, mengatakan, pengamanan serangan siber memang membutuhkan dana cukup besar. Kebutuhan dana itu bisa mengganggu produktivitas UMKM yang sedang berkembang.
Namun, menurut Andri, pengamanan siber pada UMKM adalah sebuah keniscayaan. Sebab, tanpa pengamanan, justru pelaku UMKM akan dirugikan jika terjadi serangan.
“Biasanya transaksi finansial yang diserang. Bisa juga informasi dan data. Ini bisa berpotensi membuat kerugian dan merusak reputasi UMKM itu sendiri,” sebut Andri.
Tanpa pengamanan, justru pelaku UMKM akan dirugikan jika terjadi serangan.
Andri menambahkan, pihaknya sedang berupaya menghadirkan pengamanan siber dengan biaya yang bisa dijangkau pelaku UMKM. Produk itu akan berupa sistem yang bisa melacak serangan siber secara otomatis. Rencananya produk itu akan diluncurkan pada 2020.
Chief Technology Officer Itsec Asia Marek Bialoglowy mengatakan, serangan siber akan semakin beragam pada masa mendatang. Salah satu yang mengancam yakni penggunaan video palsu menggunakan kecerdasan buatan (AI).
“Saya melihat video palsu ini akan sangat berbahaya. Karena dengan kecerdasan buatan, mereka bisa memalsukan wajah dan suara kita. Mereka bisa menginstruksikan melakukan sesuatu lewat misalnya aplikasi Skype. Ini berbahaya ketika berhubungan dengan pernyataan publik tentang laporan keuangan. Bisa memanipulasi pasar,” pungkasnya.