DPR Tunggu Laporan Terkait Capim KPK yang Bermasalah
DPR bisa saja menolak 10 nama yang diajukan Presiden apabila dinilai tidak layak menjadi pimpinan KPK. DPR pernah punya pengalaman menolak hasil pansel dalam proses pemilihan hakim agung.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat masih menunggu laporan terkait calon pimpinan KPK yang dinilai bermasalah oleh masyarakat sipil. Nantinya, laporan tersebut menjadi bahan pertimbangan DPR dalam proses uji kepatutan dan kelayakan terhadap 10 Calon Pimpinan KPK yang lolos hingga tahap akhir.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu yang dihubungi di Jakarta, Jumat (30/08/2019), menyatakan, masyarakat sipil bisa memberikan laporan kepada sekretariat Komisi III, jika ada sejumlah nama capim bermasalah yang diloloskan oleh panitia seleksi (pansel). Menurut ia, tugas pansel hanya sebatas melakukan seleksi administratif dan rekam jejak para capim.
"Nantinya, kelayakan para capim menjadi ranah Komisi III DPR untuk memutuskannya. Saat ini kami belum tahu siapa saja nama-nama capim yang bermasalah karena belum ada laporan yang masuk dari masyarakat," ujarnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk KPK Bersih meminta pimpinan KPK menyurati Presiden Joko Widodo mengimbau agar Presiden menjaga betul proses seleksi calon pimpinan KPK. Mereka mendesak Presiden agar jangan sampai kandidat bermasalah masuk daftar 10 nama capim yang diajukan ke DPR.
Dihubungi terpisah, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengatakan, DPR bisa saja menolak 10 nama yang diajukan Presiden apabila dinilai tidak layak menjadi pimpinan KPK. Menurut dia, DPR pernah punya pengalaman menolak hasil pansel dalam proses pemilihan hakim agung.
"Kami bisa menolak hasil kinerja pansel dan meminta agar Presiden merombak ulang struktur pansel sehingga pekerjaan dimulai dari awal lagi. Namun, saat ini kami belum bisa memutuskan karena proses masih di ranah pansel," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Nasir menyampaikan, dugaan terkait masalah rekam jejak para capim akan menjadi pertimbangan Komisi III dalam proses uji kepatutan dan kelayakan. Selain itu, ia mengimbau agar KPK segera bertemu dengan Presiden untuk membahas nama-nama capim yang bermasalah tersebut.
"DPR juga akan mengundang ahli tata negara untuk menyeleksi capim KPK. Nantinya akan ada panelis yang membantu dan ikut merekomendasikan siapa saja yang bakal terpilih. Meski demikian, keputusan akhirnya ada di Komisi III," ucapnya.
Mendesak Presiden
Sementara itu, sejumlah ahli hukum pidana meminta Presiden segera mencoret nama-nama capim yang berasalah. Ahli hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, menyampaikan, memang Pansel akan menyerahkan 10 nama kepada Presiden. Namun, pilihan tersebut bukan hak veto dari Pansel Capim KPK karena seharusnya sudah dikompromikan dengan Presiden.
"Presiden setiap saat bisa mengintervensi karena dalam undang-undang jelas itu (menentukan 10 nama) adalah kewenangannya, Pansel itu untuk membantu Presiden. Pansel tidak mau mendengar masukan publik, Presiden wajib mempertimbangkan karena pada akhirnya tanggung jawab itu akan dipikul oleh Presiden," katanya.
Ahli hukum pidana, Saor Siagian, menyerukan, Presiden harus menggunakan kewenangannya kalau dianggap ada hal yang tidak sesuai dengan harapan dan masukan publik. Presiden bukan sekadar terlibat, melainkan juga bertanggung jawab.
”Kalau KPK ke depan tidak dapat bekerja dengan benar karena pimpinan yang tidak benar, yang salah nanti Presiden. Bahwa tanggung jawab KPK itu kepada publik, maka masukan publik harus didengar dan dipertimbangkan,” katanya.