Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diyakini akan menjadi lokasi ibu kota negara yang baru selain Kecamatan Samboja dan Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Oleh
SUCIPTO/AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
PENAJAM, KOMPAS – Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diyakini akan menjadi lokasi ibu kota negara yang baru selain Kecamatan Samboja dan Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Di luar penunjukkan lokasi baru ibu kota oleh Presiden Joko Widodo, Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mempunyai rencana memajukan Kecamatan Sepaku menjadi perkotaan. Caranya dengan meningkatkan pembangunan untuk fasilitas dasar masyarakat yakni prasarana, kelistrikan, jaringan air bersih, pendidikan, dan kesehatan.
Sepaku seluas 117.300 hektare, berpenduduk 36.400 jiwa, dan terbagi menjadi 11 desa serta 4 kelurahan. Dalam rencana PPU, Sepaku akan dibuat menjadi wilayah perkotaaan mengingat agak dekat dengan Kota Balikpapan yang dianggap gerbang Kalimantan.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Bapelitbang) Daerah PPU Yunita Liliyana Damayanti mengatakan, Sepaku akan dijadikan pusat perdagangan, jasa, dan sosial ekonomi. Tujuannya, meningkatkan taraf hidup kehidupan warganya yang kebanyakan adalah petani dari program transmigrasi 1975.
Terkait dengan itu, PPU sudah membangun rumah sakit pratama yang akan beroperasi tahun depan. Di Sepaku juga sudah ada layanan pendidikan yakni 2 SMA Negeri dan 3 SMK Negeri. “Kami berencana membangun sekolah tinggi pertanian di Sepaku karena sebagian besar warganya memang terlibat dalam pertanian,” ujar Yunita, Kamis (29/8/2019).
Dari sisi geografis, Sepaku berbatasan dengan Samboja, Kutai Kartanegara, dan wilayah hutan Balikpapan. Namun, daerah-daerah ini dipisahkan oleh hutan negara yang dikelola oleh swasta. Ada jalan provinsi dari ke Sepaku yakni dari Penajam, ibu kota PPU, yang tembus hingga kilometer 38 Jalan Balikpapan-Samarinda di Samboja, Kutai Kartanegara. Jalan provinsi Penajam-Samboja via Sepaku itu berada di daratan di atas Teluk Balikpapan.
“Harapan kami, di sana tidak ada lagi yang mengalami susah air dan akses jalannya juga baik. Potensi ekonomi yang ada juga akan dimaksimalkan,” kata Yunita.
Dengan adanya kabar pemindahan ibu kota, Bapelitbang akan melakukan penyesuaian dengan agenda pemerintah pusat terkait pengembangan di Sepaku untuk menjadi ibu kota negara baru.
Yunita mengatakan, perlu ada kajian lebih jauh lagi terkait dampak sosial dan budaya untuk menentukan apakah masyarakat di sekitar sana akan pindah lokasi atau tidak ketika ibu kota dibangun di sekitar Sepaku. “Jika sudah ditentukan lokasinya, kita akan sosialisasi, tidak serta merta memindahkan masyarakat. Kami akan mencari solusi terbaik,” katanya.
PPU sejauh ini mengetahui bahwa pemerintah pusat mencadangkan lahan seluas 180.000 hektare untuk ibu kota baru. Yang akan terbangun nantinya maksimal 90.000 hektare. Dari 90.000 hektare itu, zona inti seluas 40.000 hektare. Pemerintah pusat akan membangun tahap pertama ibu kota negara yang baru seluas 6.000 hektare dengan target operasional pada 2024.
Sebelumnya, Bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud meyakini lokasi pusat pemerintahan yang baru nanti akan ada di Sepaku. Namun, di mana letak 6.000 hektare pembangunan fisik tahap pertama, belum ada bocoran dari pemerintah pusat.
Untuk mendukung pemindahan ibu kota, Kaltim sebelumnya telah memulai sejumlah proyek strategis nasional. Antara lain, Jembatan Pulau Balang sudah selesai dibangun di wilayah PPU tetapi belum tersambung ke akses jalan raya di Balikpapan Jembatan ini akan memudahkan mobilitas orang dan barang untuk pembangunan ibu kota baru.
Sarana pendukung
Sementara itu, jaringan sarana dan prasarana banyak dibangun Kecamatan Samboja meskipun belum sepenuhnya selesai. Pusat latihan tempur tentara nasional Indonesia juga tengah dibangun di sekitar Amborawang Laut. Jalan Tol Balikpapan-Samarinda sepanjang 99 kilometer ditargetkan rampung tahun ini.
“Saat ini sudah ada Pelabuhan Samboja di Amborawang Laut. Di sana bisa diproyeksikan untuk pelabuhan barang dan manusia, atau keluar masuknya alat tempur,” ujar Kepala Bappeda Kutai Kartanegara, Wiyono.
Wiyono mengatakan, untuk mengantisipasi kebutuhan air yang banyak, sumber air di Samboja bisa didapat dari pengembangan Waduk Wonotirto dengan luas 73 hektare dan waduk Sungai Manggar seluas 60 hektare.
Di masa mendatang, pembangunan di sekitar Samboja perlu diperhatikan dampak lingkungannnya sebab terdapat flora dan fauna endemik di sana. Terdapat kawasan konservasi Bukit Bangkirai yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Sepaku.
Harapan kami, di sana tidak ada lagi yang mengalami susah air dan akses jalannya juga baik. Potensi ekonomi yang ada juga akan dimaksimalkan
Selain itu, Kecamatan Samboja juga memiliki pusat rehabilitasi orang utan, yakni Borneo Orang Utan Survival yang saat ini merawat lebih dari 164 orangutan di tanah seluas 1.800 hektare.
“Jika ingin menjaga air, flora, dan fauna, pembangunannya harus dipastikan tidak mengganggu unsur-unsur penunjang itu,” kata Wiyono.