M Nasir: Pelecehan Seksual oleh Dosen Nodai Pendidikan
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menilai, peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan dosen terhadap mahasiswa menodai dunia pendidikan tinggi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menilai, peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan dosen terhadap mahasiswa menodai dunia pendidikan tinggi. Ia juga meminta agar petinggi kampus di Universitas Palangka Raya merespons kasus itu dan menyelidikinya.
Hal itu disampaikan Mohamad Nasir dalam kunjungannya ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (30/8/2019). Nasir hadir ke Palangkaraya dalam kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) XIV Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI).
Sebelumnya, pihak Kepolisian Daerah Kalteng menahan PS (53) atas dugaan pelecehan seksual terhadap enam mahasiswi tingkat akhir di Universitas Palangka Raya (UPR). Pihak kepolisian menggunakan Pasal 289 KUHP tentang Perbuatan Cabul dengan ancaman maksimal 9 tahun penjara.
”Dosen itu seperti orangtua yang memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, dalam hal ini mahasiswa,” kata Nasir di sela-sela kegiatan. Pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada oknum dosen itu. Namun, sanksi baru akan diberikan setelah ada putusan hukum dari pengadilan.
”Kalau memang benar seperti itu (pelecehan), kami menunggu hasil sidang saja, makanya saya perintahkan rektor untuk memastikan hal itu,” ujar Nasir.
Pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), PS menjabat Ketua Program Studi Pendidikan Fisika. Ia pun membimbing tulisan akhir dari enam korbannya ini. Dari keterangan polisi, korban dilecehkan saat proses bimbingan skripsi.
Korban dilecehkan saat proses bimbingan skripsi.
Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa UPR Wawan Novardo mengungkapkan, perilaku bejat dosen tersebut membuat enam korbannya tertekan. Apalagi ditambah kasus tersebut viral di media sosial.
”Pelaku bahkan pernah meminta untuk berdamai, makanya kami kawal terus dan memantau perkembangan kasusnya,” ungkap Wawan.
Wawan menambahkan, pihaknya berharap proses hukum bisa berjalan baik dan pelaku diberikan hukuman setimpal dengan perbuatannya, bahkan bisa dicabut gelar intelektualnya. Pasalnya, menurut Wawan, perilaku dosen tersebut tidak mencerminkan perilaku intelektual.
”Masih ada korban lain yang belum mau bicara karena mereka takut dan malu. Ini harus diusut hingga tuntas dan ditindak tegas,” kata Wawan.
Wakil Rektor UPR Suandi Sidauruk menjelaskan, pihak kampus tidak menutup-nutupi kasus tersebut dan berupaya menyelidikinya lebih dalam. Pihaknya khawatir akan ada korban lainnya atau perilaku serupa pada dosen lainnya.
Mengantisipasi hal itu, pihaknya meminta kepada seluruh mahasiswa di UPR untuk tidak ragu membuat laporan apabila menerima atau memiliki informasi terkait pelecehan seksual di lingkungan kampus. ”Kami pasti merespons dan menindaklanjuti laporan itu, kami terbuka,” ungkap Suandi.