JAKARTA, KOMPAS — Persiapan pemindahan ibu kota ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur tidak hanya menyangkut regulasi, anggaran, dan pembangunan infrastruktur, tetapi juga menuntut adanya penguatan sumber daya manusia di wilayah itu. Dengan demikian, masyarakat setempat siap menerima perubahan dan tidak terpinggirkan.
Penguatan sumber daya manusia di lokasi ibu kota yang baru perlu menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah. Penguatan sumber daya manusia tersebut perlu memperhatikan nilai-nilai sosial dan antropologis setempat, terutama dalam persiapan pembangunan.
Pentingnya penguatan sumber daya manusia di lokasi ibu kota yang baru itu mengemuka saat Kepala Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Nico Herlambang bertemu kalangan akademisi dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Kamis (29/8/2019).
Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud di sela-sela kegiatan menjadi pembicara dalam kegiatan kuliah kerja nyata di UGM, kemarin, mengatakan akan meminta saran dari sejumlah perguruan tinggi terkait pemindahan ibu kota itu. Permintaan saran itu juga mencakup penguatan sumber daya manusia di Penajam Paser Utara.
Meski diprediksi akan ada sekitar 800.000 pegawai negeri sipil yang dikirim ke wilayahnya, Gafur optimistis warganya tidak akan tersingkir. Justru dengan semakin banyak orang yang menghuni daerah itu, peluang ekonomi semakin banyak bermunculan. Ia meyakini, warga sekitar juga akan ikut serta memanfaatkan peluang ekonomi tersebut.
Sejauh ini Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara masih menunggu arahan dari pemerintah pusat untuk persiapan pemindahan ibu kota. Agenda pemerintahan dan pembangunan di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara juga menyesuaikan dengan agenda dari pemerintah pusat.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat mendorong agar pemindahan ibu kota dilakukan secara terbatas untuk pusat pemerintahan. Ketua Tim Kajian Pemindahan Ibu Kota dari Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul menilai, pemindahan yang terbatas pada pusat pemerintahan bisa lebih mudah karena persiapan regulasinya lebih sederhana dan bisa menghemat anggaran.
”Materi undang-undang yang harus disiapkan DPR bersama pemerintah, kalau hanya memindahkan kawasan pusat pemerintahan, otomatis tak sebanyak dan serumit jika mau memindahkan seluruh ibu kota negara,” ujar Inosentius.
Pengamanan
Kepolisian Negara RI mengantisipasi potensi konflik sosial di wilayah Kalimantan Timur seiring penunjukan provinsi itu sebagai ibu kota baru. Potensi konflik itu berkaitan dengan melonjaknya harga tanah dan lahan di wilayah tersebut.
”Kami akan mengamankan wilayah itu agar tidak ada spekulan yang berkompetisi dan menimbulkan konflik. Kemudian, kami juga akan menjaga kondisi sosial di kedua wilayah itu agar masyarakat di sana menyambut baik dan tidak ada penolakan terhadap kebijakan pemerintah,” kata Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian.
Pada saat yang sama, kepolisian akan menyiapkan desain pembangunan Markas Besar Polri dan kebutuhan satuan-satuan tugas yang akan dipindahkan dari Jakarta. Hal serupa dilakukan Kementerian Pertahanan terkait rancangan pengamanan ibu kota oleh TNI.
Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Mayjen Rizerius Eko mengatakan, pemerintah akan membentuk satuan pertahanan baru untuk ibu kota yang baru.
”Mungkin nanti akan ada pemindahan satuan atau pembentukan satuan baru,” kata Rizerius di sela-sela acara pemaparan Rencana Pertahanan 2020 di Kementerian Pertahanan, kemarin. (CIP/BRO/AGE/SAN/EDN/NCA/ICH)