Unjuk rasa yang berakhir rusuh hingga memadamkan jaringan listrik dan telekomunikasi di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019), mendapat respons dari pengguna media sosial Twitter.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Unjuk rasa yang berakhir rusuh hingga memadamkan jaringan listrik dan telekomunikasi di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019), mendapat respons dari pengguna media sosial Twitter. Seruan perdamaian di tanah Papua melalui dialog konstruktif dan tindakan persuasif dari pemerintah menjadi salah satu ajakan warganet untuk meredam kerusuhan ini.
Media sosial Twitter yang kerap menjadi bentuk ekspresi percakapan di ruang publik menyoroti kerusuhan di Jayapura. Kerusuhan ini bermula dari unjuk rasa menyusul protes penangkapan mahasiswa asal Papua di Surabaya dan tindakan rasisme. Puncaknya, terjadi pembakaran fasilitas publik dan pemadaman jaringan listrik serta telekomunikasi yang menyebabkan layanan publik lumpuh.
Pengguna Twitter kemudian merespons kejadian ini dengan mengkritik sikap dan kebijakan pemerintah dalam memblokir layanan data internet di Jayapura. Presiden Joko Widodo juga tidak lepas dari kritik karena dinilai lebih mementingkan kunjungan kerja di Jawa Tengah dibandingkan mengendalikan kondisi di Papua.
Terlepas dari kritik tersebut, tidak sedikit juga warganet yang menyerukan pesan damai. Mereka membuat dan memopulerkan tanda pagar (tagar) #WeLovePapua dan #PapuaDamai. Data Trends24.in mencatat, tagar ini sempat menjadi topik tren atau trendingtopic percakapan di Twitter Indonesia selama beberapa jam.
Sementara berdasarkan data Indonesia Indicator pada 29-30 Agustus 2019, terdapat 29.082 kicauan di Twitter yang menggunakan tagar #WeLovePapua dan 24.145 kicauan dengan tagar #PapuaDamai.
Seruan damai untuk Papua dengan tagar #WeLovePapua di Twitter juga disampaikan sejumlah tokoh, salah satunya Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Dalam cuitan yang mendapatkan 1.300 tanda like ini, Hadi menyatakan sangat mencintai Papua, mutiara mutu manikam Indonesia.
Seruan damai untuk Papua dengan tagar #WeLovePapua di Twitter juga disampaikan sejumlah tokoh, salah satunya Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
”Saudara kita di Papua banyak berinteraksi dengan saya, semuanya ramah dan bersahabat bagai keluarga sendiri. Mari kita lanjutkan bangun Papua yang maju tanpa meninggalkan akar budayanya,” tulisnya.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga turut menyerukan perdamaian di Papua melalui unggahan Twitter pada 21 Agustus lalu. Dalam kicauannya, gubernur yang populer di media sosial dengan 3,1 juta pengikut ini juga membagikan video kehangatan warga Papua alumni perguruan tinggi di Bandung.
”Begitu hangat bersemangatnya saudara-saudara kami di Papua, para alumni sekolah di Bandung saat menyanyikan ’Halo-Halo Bandung’ saat kunjungan saya di Papua. Semoga kebersamaan persatuan kita selalu hadir selamanya,” tulisnya dalam unggahan yang mendapat 3.600 like ini.
Kasus Papua ini memang menyita perhatian publik dan mendapat respons yang berbeda-beda di media sosial. Namun, Direktur Komunikasi Indonesia Indicator Rustika Herlambang menyatakan, saat ini semua pihak sebaiknya bisa menahan diri dalam kasus Papua.
”Yang membuat panas kasus ini di media sosial itu bukan pihak lain, tetapi reaksi publik Indonesia itu sendiri yang mungkin tidak sabar dan masih kurang puas terhadap penanganan Papua. Jadi, diperlukan kesadaran bersama untuk menjaga Indonesia,” ujarnya.
Tren dukungan
Seruan, dukungan, hingga gerakan solidaritas dari publik mulai menjadi tren di ranah digital setelah terjadi kasus ketegangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian sepuluh tahun silam. Saat itu, muncul simpati dari pengguna Facebook untuk melakukan gerakan protes mendukung Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Pada 29 Oktober 2009, pengguna Facebook, Usman Yasin, membuat grup ”Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto”. Para pengikut dalam grup ini mendiskusikan berbagai topik, mulai dari rencana protes turun ke jalan hingga buruknya citra polisi. Gerakan ini akhirnya berhasil menembus 1,3 juta dukungan di media sosial.
Selain di Facebook, dukungan terhadap Bibit-Chandra juga muncul di Twitter dengan tagar #DukungKPK yang pernah menjadi tren perbincangan. Diskusi terhadap topik cicak melawan buaya ini juga dibuat melalui blog bebaskanbibitchandra.wordpress.com.
Seruan, dukungan, hingga gerakan solidaritas dari publik mulai menjadi tren di ranah digital setelah terjadi kasus ketegangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan kepolisian sepuluh tahun silam.
Dukungan yang masif dari publik di ranah digital ini kemudian membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar kasus Bibit-Chandra diselesaikan di luar pengadilan. Hingga pada akhirnya, Kejaksaan Agung memutuskan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan pada 1 Desember 2009.
Media sosial juga dapat menjadi tempat untuk menyerukan gerakan perdamaian dan perlawanan terhadap kerusuhan hingga aksi teror. Hal ini salah satunya ditunjukkan saat terjadi rentetan serangan teror di beberapa kota dan daerah di Indonesia, seperti kerusuhan di Mako Brimob, Depok, hingga bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya pada Mei 2018.
Warganet kemudian menyerukan untuk melawan terorisme dengan membuat puluhan tagar. Sebut saja, antara lain, #BersatuLawanTeroris, #PrayforSurabaya, #KamiBersamaPolri, #SuroboyoWani, dan #TerorisJancok. Beberapa tagar itu pernah menjadi tren.
Di era komunikasi digital saat ini, baik kritik, dukungan, maupun gerakan kemanusiaan dan perdamaian dapat dilakukan semua orang melalui berbagai wadah, tak terkecuali jejaring sosial. Namun, dukungan dan seruan tersebut hendaknya dilakukan dengan niat yang tulus mencari jalan terbaik, bukan malah memecah belah bangsa.