Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah berupaya aktif dalam mengatasi masalah sampah. Salah satu caranya dengan menyediakan jasa pengelolaan sampah.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah berupaya aktif dalam mengatasi masalah sampah. Salah satu caranya dengan menyediakan jasa pengelolaan sampah.
Upaya ini mengemuka dalam diskusi Himpunan Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah (Hipmikindo) bersama Indonesia Solid Waste Association (InSWA) dan Poros Hijau Indonesia DKI Jakarta di Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Rawasari, Jakarta Pusat, Jumat (30/8/2019).
Ketua Umum DPP Hipmikindo Syahnan Phalipi menyebutkan, sampah merupakan persoalan bersama dan penanganannya melibatkan seluruh elemen masyarakat. UMKM sebagai salah satu penghasil sampah wajib berperan mengatasi persoalan ini.
”UMKM dengan anggota sebanyak 62,9 juta perlu berbenah. Selain menghasilkan sampah, UMKM juga harus ambil bagian dalam persoalan sampah agar memberikan manfaat bagi masyarakat dan usaha,” ucap Syahnan.
Beberapa upaya yang telah dijalankan Hipmikindo adalah gerakan bank sampah dan koperasi. Walakin, UMKM butuh kolaborasi dengan masyarakat dalam menemukan solusi mengurangi sampah sekaligus peluang bisnis sampah.
Presiden InSWA Sri Bebassari mengatakan, UMKM dapat berperan mengatasi masalah sampah dengan mengubah model usaha. UMKM juga dapat menyediakan jasa pengelolaan sampah, bukan sebaliknya jual beli sampah atau barang bekas.
”UMKM seharusnya menyediakan jasa pengelolaan sampah. Misalnya jasa mengelola sampah menjadi kompos dan daur ulang barang bekas,” ucap Sri.
Menurut Sri, UMKM juga dapat memanfaatkan peluang mengelola sampah dari kawasan tertentu, seperti apartemen dan pusat perbelanjaan. Caranya dengan menjalin kerja sama atau mengajukan proposal untuk menjadi petugas kebersihan kawasan itu.
Sri mengatakan, jasa pengelolaan lebih menguntungkan daripada jual beli sampah. UMKM mendapat bayaran untuk setiap sampah dari masyarakat. Hal ini berbeda jika harus membeli sampah dari masyarakat dan menjualnya lagi.
”Masyarakat membayar untuk jasa pengelolaan sampah. Hasil dari pengelolaan adalah bonus yang bisa dijual lagi. Bahkan, masyarakat mau membeli olahan dari sampah yang dihasilkannya,” jelasnya.
Sri menambahkan, tidak mudah mewujudkan jasa pengelolaan limbah. Sebab, butuh pemahaman masyarakat bahwa mereka harus membayar untuk setiap sampah yang dibuang dan dikelola.
Persoalan lain, selama ini sampah dianggap sebagai bahan baku yang diperjualbelikan. Itu berimbas pada pencemaran lingkungan dari industri daur ulang tidak terdaftar dan impor limbah.
Badan sampah
Dalam diskusi juga dibahas tentang perlunya badan khusus yang menangani persoalan sampah. Pembahasan itu menindaklanjuti pertemuan Hipmikindo dengan Presien Joko Widodo pada 18 Juni.
Saat itu Presiden meminta masukan tentang isu-isu strategis pengembangan UMKM.
”Aspek kelembagaan sangat penting, tetapi pembagian peran atau tugas harus jelas sehingga tidak tumpang tindih. Lemahnya koordinasi dan belum jelas pembagian peran siapa regulator dan operator jadi persoalan. Perlu badan khusus untuk persoalan sampah,” katanya.
Usulan ini akan disampaikan oleh Hipmikindo kepada Presiden Jokowi awal September.