BALIKPAPAN, KOMPAS —Pembangunan ibu kota baru di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, akan mengusung konsep kota hutan atau forest city. Berbagai kalangan di daerah yang menjadi lokasi ibu kota baru itu menanti detail konsep kota hutan dan kajian lingkungan dari pemerintah pusat.
Besar kemungkinan Kecamatan Sepaku di Penajam Paser Utara akan menjadi lokasi kompleks istana dan pemerintahan. Adapun Kecamatan Samboja dan Kecamatan Muara Jawa di Kabupaten Kutai Kartanegara yang berbatasan dengan Selat Makassar akan menjadi basis pertahanan dan keamanan ibu kota yang baru.
Di Sepaku, Samboja, dan Muara Jawa terdapat sejumlah kawasan konservasi berupa hutan lindung dan taman hutan raya. Sepaku berbatasan dengan Hutan Lindung Bukit Bangkirai di sisi selatan yang tersambung dengan Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan. Selain itu, ada Taman Hutan Raya Bukit Soeharto yang mencakup wilayah Sepaku dan Samboja. Di bagian selatan Samboja ada tempat penyelamatan orangutan yang dikelola Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS).
Kawasan konservasi di sana menyuplai kebutuhan hidup bagi warga setempat hingga Kota Balikpapan. Konsep ibu kota berwawasan lingkungan dinanti untuk meyakinkan publik bahwa pembangunan tak akan banyak mengganggu keseimbangan alam atau ekosistem yang ada.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam kunjungan ke Redaksi Kompas, Rabu (28/8/2019), mengatakan, pihaknya memiliki kajian lengkap soal pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kaltim, baik dari aspek lingkungan hidup maupun sosial budaya. Pembangunan ibu kota yang baru mengusung konsep kota dalam hutan.
”Bukan hutan kota. Jadi, salah satunya bagaimana menerjemahkan ruang terbuka hijau dalam bentuk hutan, pepohonan dalam kota. Bangunannya pun harus green design, baik dari sisi energi maupun tanaman yang akan dibiarkan tumbuh,” ujar Bambang.
Ia juga menegaskan, pemerintah berkomitmen tak akan mengganggu kawasan konservasi. Bahkan, kerusakan kawasan konservasi, seperti di Bukit Soeharto, akan direhabilitasi.
Agusdin, Manajer Yayasan Pro Natura, yang merupakan mitra pemerintah dalam mengelola Hutan Lindung Sungai Wain, khawatir pembangunan dan perkembangan ibu kota negara yang baru mengancam kawasan konservasi di sekitarnya. ”Jangan sampai misalnya merusak Sungai Wain yang merupakan sumber air bagi Pertamina dan warga Kota Balikpapan,” ujarnya, Jumat.
Air dari Sungai Wain diperlukan Pertamina dalam proses produksi di kompleks kilang Balikpapan yang menyuplai kebutuhan bahan bakar minyak untuk wilayah Kalimantan dan kawasan Indonesia timur. Selain itu, hampir 680.000 warga Balikpapan juga bergantung pada ketersediaan air dari Daerah Aliran Sungai Wain.
Adapun di Samboja terdapat kawasan Samboja Lestari yang dikelola Yayasan BOS atau BOSF. Yayasan itu merehabilitasi 127 orangutan di kawasan hijau seluas 1.800 hektar.
Anggota Staf Komunikasi Samboja Lestari, Nur Isnaini, mengatakan, pembangunan ibu kota baru dikhawatirkan juga berdampak pada upaya pelestarian orangutan. ”Kawasan yang bising tidak baik bagi rehabilitasi orangutan,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Laboratorium Politik Sosial dan Ekonomi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda, Bernaulus Saragih mengatakan, pembangunan besar-besaran akan berdampak lingkungan bagi Bukit Soeharto. Kawasan itu menjadi tempat sebaran pohon meranti, keruing, mahang, mengkungan, ara, medang, kapur, dan kayu tahan. Sejumlah fauna, seperti orangutan, beruang madu, macan dahan, dan landak, juga hidup di kawasan itu.
”Kontribusi Bukit Soeharto itu sebagai wilayah penelitian bagi pendidikan. Selain itu, sebagai kawasan perlindungan keanekaragaman hayati. Jika kawasan itu tidak dijaga dengan baik, penyalahgunaan hutan di sana berpotensi menyebabkan bencana, seperti longsor dan banjir,” katanya.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Bernadus Wisnu Widjaja mengingatkan, besar-kecilnya ancaman bencana pada lokasi ibu kota baru amat bergantung pada tata ruang yang dibuat berbasis risiko bencana. Langkah itu juga mesti diimbangi dengan kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan.