Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan berdialog dengan ratusan tokoh adat Suku Besar Arfak di Manokwari. Dialog itu bertujuan untuk menciptakan rasa aman bagi seluruh masyarakat di daerah tersebut.
Oleh
Frans Pati Herin/Fabio Costa/Videlis Jemali
·4 menit baca
MANOKWARI, KOMPAS - Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan berdialog dengan ratusan tokoh adat Suku Besar Arfak di Manokwari. Dialog dengan para pemilik hak ulayat Manokwari, ibu kota provinsi, itu bertujuan untuk menciptakan rasa aman bagi seluruh masyarakat di daerah tersebut.
Selain tokoh adat Pegunungan Arfak, pertemuan yang berlangsung di salah satu hotel di Manokwari pada Minggu (1/9/2019) itu juga dihadiri Bupati Pegunungan Arfak Yosias Saroi, Bupati Manokwari Selatan Markus Waran, dan pejabat dari Kabupaten Manokwari. Ketiga daerah itu merupakan bagian dari wilayah adat masyarakat Pegunungan Arfak.
Dominggus, yang juga Ketua Suku Besar Arfak setempat, mengajak semua suku dan etnis yang tinggal di Manokwari untuk menjaga kedamaian di Manokwari yang juga dijuluki "Kota Injil". Selain suku Arfak, etnis dan suku lain yang dimaksud adalah yang berasal dari berbagai daerah lain di tanah Papua maupun dari luar Papua yang biasa disebut suku nusantara.
"Suku Arfak sebagai tuan rumah di Manokwari ini harus menjaga keamanan dan kedamaian di kota ini. Ini tanggung jawab kita semua. Hargailah mereka yang tinggal di rumah kita. Juga kepada suku lain, baik dari tanah Papua maupun suku nusantara, kami minta agar hargai juga kami. Hargai kami dengan menjaga keamanan di kota ini," kata Dominggus.
Ia meminta warga suku Arfak yang tersebar di Manokwari dan sekitarnya agar mencegah terjadinya tindakan anarkistis seperti pada 19 Agustus lalu ketika sejumlah gedung pemerintahan dibakar massa. Ia meminta agar warga suku Arfak tidak perlu terlibat dalam unjuk rasa. Menurut informasi yang berembus, di Manokwari akan berlangsung unjuk rasa susulan pada Senin (2/9).
Larang Unjuk Rasa
Sementara itu, Kepolisian Daerah Papua melarang unjuk rasa susulan terkait tindakan kekerasan dan ujaran bernada rasisme atas mahasiswa Papua. Kegiatan tersebut dinilai tak murni menyampaikan aspirasi dan rawan terjadi aksi anarkistis.
Kapolda Papua Inspektur Jenderal Rudolf Albert Rodja, saat ditemui di Jayapura, Sabtu (31/8), mengatakan, pihaknya akan menindak tegas masyarakat yang kembali terlibat dalam unjuk rasa pascakerusuhan di Kota Jayapura pada 29 Agustus lalu. Polda Papua telah mendapatkan tambahan pasukan sebanyak 3.000 personel Brimob yang didatangkan dari sejumlah daerah.
Ia menuturkan, Polda Papua bersama Kodam XVII/Cenderawasih telah menggandeng sejumlah paguyuban masyarakat di Kota Jayapura agar tak mudah terprovokasi dengan unjuk rasa yang berakhir anarkistis. "Kami telah bertemu dengan pihak paguyuban. Dalam pertemuan tersebut, kami berjanji untuk memberikan rasa aman bagi mereka yang terkena dampak unjuk rasa yang anarkistis," tutur Rudolf.
Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal Yosua Pandit Sembiring mengatakan, pihaknya mendapatkan tambahan pasukan sebanyak 700 personel untuk mengamankan Kota Jayapura. "Penambahan pasukan ini untuk mengantisipasi unjuk rasa susulan di Kota Jayapura. Kami bersama Polri tak mau kejadian ini terulang kembali," katanya.
Pelaksana tugas Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey berpendapat, unjuk rasa di Jayapura yang berakhir anarkistis dan adanya aksi penjarahan telah mencoreng semangat perlawanan atas tindakan rasisme. "Kami mendukung Polda Papua dalam upaya penegakan hukum terhadap oknum masyarakat yang terlibat aksi anarkistis dan penjarahan," tuturnya.
Saat menyerahkan bantuan perahu kepada nelayan di Desa Tanjung Padang, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Sabtu (31/8), Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan, semua pihak hendaknya jangan memperkeruh suasana. Dalam kondisi saat ini, justru yang harus diciptakan adalah suasana persaudaraan.
"Saat seperti inilah kebinekaan dan gotong royong jadi jiwa kita semua," kata Haedar, saat dimintai tanggapan terkait masalah di Papua. Ia mengingatkan, Papua bagian dari Indonesia. Saudara-saudara di Papua tetap bersemangat untuk berinteraksi dalam suasana persaudaraan dengan sesama anak bangsa lainnya. Gesekan dalam kehidupan sosial merupakan hal alamiah ibarat rumpun bambu. "Jadikan gesekan itu garam yang mendewasakan kita," ujar Haedar.
Kondusif
Sementara itu, dari pantauan Kompas pada Sabtu hingga Minggu, situasi di Jayapura telah kondusif. Tampak sejumlah SPBU dan pertokoan telah beroperasi dengan normal. Warga pun telah dapat berbelanja sejumlah barang kebutuhan pokok dan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM). Sebelumnya, aktivitas pelayanan publik dan perekonomian di ibu kota Provinsi Papua itu lumpuh akibat unjuk rasa yang berakhir rusuh pada Kamis (29/8).
Unit Manager Communication, Relations, & CSR Marketing Operation Region (MOR) VIII Maluku-Papua PT Pertamina (Persero) Brasto Galih Nugroho, di Jayapura, menyampaikan, Pertamina kembali menyalurkan BBM ke lembaga penyalur di wilayah Kota dan Kabupaten Jayapura. Sehari sebelumnya (Jumat, 30/8) penyaluran BBM sempat ditunda dengan pertimbangan keamanan.
Penyaluran di wilayah Kota Jayapura dan sekitarnya itu dilakukan dengan pengawalan dari aparat TNI. "Kami berharap konsumen tidak perlu khawatir terkait ketersediaan BBM karena stok terminal BBM dalam kondisi baik. Kami senantiasa memonitor penyaluran BBM ke SPBU," kata Brasto.