Tarif baru impor mulai diterapkan satu sama lain oleh Amerika Serikat dan China, Minggu (1/9/2019). Perang dagang AS-China semakin memanas dan menekan belanja konsumen.
BEIJING, MINGGU Penerapan tarif baru impor, yang diberlakukan satu sama lain oleh Amerika Serikat dan China, mulai Minggu (1/9), berpotensi menaikkan harga pakaian, sepatu, barang olahraga, dan barang konsumen lainnya. Belanja konsumen sebagai pendorong utama perekonomian yang turun dikhawatirkan semakin menekan perekonomian kedua negara di tengah perlambatan perekonomian global.
Tarif baru impor AS sebesar 15 persen berlaku untuk barang asal China senilai sekitar 112 miliar dollar AS. Lebih dari dua pertiga barang-barang konsumsi yang diimpor AS dari China saat ini dikenai pajak lebih tinggi. Pemerintah AS memang telah berupaya menghindarkan barang-barang konsumen dari efek tarif, khususnya pada putaran kebijakan kenaikan tarif sebelumnya.
Namun, dengan kondisi harga barang-barang ritel yang cenderung naik saat ini, belanja konsumen AS dikhawatirkan terimbas. Padahal, belanja konsumen merupakan pendorong utama perekonomian negeri itu di tengah tertahannya aneka investasi dan perlambatan ekspor menghadapi pertumbuhan global yang lemah.
Akibat kebijakan tarif AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, sejumlah kalangan perusahaan AS telah memperingatkan bahwa mereka akan ”dipaksa” menerapkan harga lebih tinggi bagi konsumen mereka. Hal ini sebagai respons atas kenaikan harga yang mereka tanggung akibat penerapan tarif impor barang- barang asal China. Margin perusahaan-perusahaan AS semakin tipis jika mereka menaikkan harga jual kepada konsumen setia mereka.
Dengan kenaikan tarif terbaru itu, sekitar 87 persen tekstil dan pakaian jadi yang dibeli AS dari China dan 52 persen sepatu dikenai tarif impor. Di China, hari Minggu, pihak berwenang juga mulai memungut bea masuk yang lebih tinggi pada barang-barang impor AS. Hal itu diungkapkan pegawai kantor bea dan cukai di Beijing dan Guangzhou melalui sambungan telepon.
Tarif baru sebesar 10 persen dan 5 persen di China berlaku untuk barang-barang AS, mulai dari jagung manis beku, hati babi, hingga marmer dan ban sepeda, sebagaimana diumumkan Pemerintah China beberapa waktu sebelumnya.
Tekanan pada bisnis
Trump bersikeras bahwa China sendiri yang akan mengalami dampak penerapan tarif oleh Washington. Namun, pada kenyataannya, sejumlah penelitian ekonomi telah menyimpulkan bahwa biaya besar juga ditanggung kalangan pebisnis dan konsumen AS. Trump sebenarnya secara tidak langsung mengakui dampak tarif itu bagi negaranya dengan menunda kenaikan beberapa tarif impor.
Sebuah studi oleh JP Morgan memperkirakan bahwa rata-rata rumah tangga di AS harus menanggung biaya hingga 1.000 dollar AS per tahun akibat kebijakan Trump menerapkan tarif. Studi itu dilakukan sebelum Trump menaikkan tarif impor pada 1 September dan 15 Desember dari 10 persen menjadi 15 persen.
Trump telah mengumumkan, tarif 25 persen pada kelompok barang terpisah asal China senilai 250 miliar dollar AS akan meningkat menjadi 30 persen pada 1 Oktober nanti. Pada 15 Desember mendatang, Trump dijadwalkan mengenakan putaran kedua tarif 15 persen atas impor China senilai 160 miliar dollar AS.
Jika kebijakan itu jadi diterapkan, praktis hampir seluruh barang impor asal China akan dikenai tarif oleh AS. Beijing telah bertekad melakukan aksi balasan jika Washington melaksanakan ancamannya.
Aneka biaya akibat tarif itu dapat semakin melemahkan ekonomi AS yang sesungguhnya sudah melambat. Meskipun belanja konsumen tumbuh pada triwulan II-2019 dengan laju tercepat dalam lima tahun, pertumbuhan belanja itu hanya 2 persen secara tahunan. Capaian ini turun jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada triwulan I-2019 yang mencapai 3,1 persen.
Ekonomi AS diproyeksikan tumbuh semakin melambat dalam beberapa bulan ke depan karena pertumbuhan pendapatan yang turun. Kalangan bisnis juga menunda ekspansi, sementara para pengusaha terpaksa memberlakukan harga yang lebih tinggi akibat kenaikan tarif.
Warga AS kian pesimistis dengan perekonomian negaranya. Indeks sentimen konsumen Universitas Michigan yang dirilis pada pekan lalu, misalnya, turun tajam dibandingkan pada Desember 2012. Berdasarkan data, kepercayaan konsumen AS semakin terkikis akibat kebijakan tarif Trump. (AP/AFP/BEN)