Korban Tewas Bertambah, Kontrol Senjata di AS Diperdebatkan
Jumlah korban tewas dalam insiden penembakan masal di Texas, Amerika Serikat, Sabtu (31/8/2019) waktu setempat, bertambah menjadi tujuh orang, dari semula disebutkan lima orang. Insiden ini terjadi justru sehari menjelang pemberlakuan aturan baru penggunaan senjata yang dinilai justru melonggarkan pembatasan senjata.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
TEXAS, MINGGU – Jumlah korban tewas dalam insiden penembakan masal di Texas, Amerika Serikat, Sabtu (31/8/2019) waktu setempat, bertambah menjadi tujuh orang, dari semula disebutkan lima orang. Insiden ini terjadi justru sehari menjelang pemberlakuan aturan baru penggunaan senjata yang dinilai justru melonggarkan pembatasan senjata.
Pada 1 September, Texas akan memberlakukan regulasi yang membolehkan penggunaan senjata di sejumlah tempat. Padahal belum genap sebulan dari insiden tersebut, telah terjadi penembakan massal yang menewaskan 22 orang di El Paso, Texas.
Dua peristiwa penembakan massal ini seharusnya membuat pemerintah memperketat aturan pengunaan senjata api, bukan malah melonggarkannya,
The New York Times memberitakan, Juru Bicara Kota Odessa, David Sanchez menyatakan, tujuh korban tewas itu termasuk pelaku penembakan yang ditembak dalam kontak peluru dengan polisi. Selain itu, ada 21 korban luka lain, termasuk tiga aparat kepolisian, serta seorang anak berusia 17 bulan. Satu di antara korban luka itu dalam kondisi kritis.
Polisi mengidentifikasi pelaku sebagai seorang pria kulit putih berusia pertengahan 30 tahunan. Ia menembak tanpa pandang bulu ke arah warga, sebelum akhirnya tewas tertembak polisi di dekat bioskop Cinergy, Odessa.
Dalam pemberitaan The Guardian, Kandidat Presiden dari Partai Demokrat, Beto O’Rourke, menyampaikan, ada sebanyak 300 orang yang menjadi korban penembakan massal dalam setahun terakhir di Amerika Serikat (AS). Oleh karena itu, ia menyerukan agar diterapkannya undang-undang tentang senjata api yang lebih ketat.
O\'Rourke juga meminta pemeriksaan semua pemakai dan penjual senjata dilakukan. Dia bahkan mengusulkan pelarangan penjualan senjata senapan semi otomatis, seperti AR-15.
Namun, serangkaian aturan baru tentang senjata api justru akan diberlakukan di Texas mulai Minggu waktu setempat. O\'Rourke menilai regulasi baru itu justru akan melonggarkan pembatasan senjata di Texas.
Regulasi itu memungkinkan warga Texas membawa senjata ke gereja, sinagoga, dan tempat ibadah lainnya. Aturan baru itu juga memperbolehkan sekolah untuk memiliki lebih banyak senjata dan memungkinkan pemilik senjata berlisensi dapat menyimpan senjata mereka dalam mobil.
“Ini kacau. Jika kita tidak bisa menghentikannya, peristiwa pertumpahan darah semacam itu akan terus terjadi," kata O’Rourke.
Regulasi itu memungkinkan warga Texas membawa senjata ke gereja, sinagoga, dan tempat ibadah lainnya....regulasi itu juga memungkinkan pemilik senjata berlisensi dapat menyimpan senjata mereka dalam mobil.
Penembakan masal ini memicu kembali perdebatan di AS tentang kontrol senjata. Senator Republik Pat Toomey dari Pennsylvania mengatakan, Presiden AS Donald Trump ingin melakukan sesuatu yang bermakna, namun tidak bisa menjamin hasilnya.
Beberapa hari setelah penembakan di El Paso, Trump menyatakan akan memeriksa latar belakang para pemilik senjata secara signifikan. Langkah itu telah memperoleh dukungan yang luar biasa dari berbagai kalangan.
Namun, Trump mencabut pernyataan itu dan mengatakan bahwa sistem pemeriksaan senjata saat ini sudah sangat kuat. Tidak lama ini, Trump menyerukan pentingnya menangani masalah penembakan masal melalui penambahan fasilitas yang menangani kesehatan mental.
Namun, para ahli kesehatan mental berpendapat, ide tersebut sudah ketinggalan zaman. Meskipun perawatan terhadap kesehatan mental dapat membantu secara keseluruhan, dampaknya terhadap kekerasan menggunakan senjata tidak besar.