Istri Edi Rancang Tiga Kali Pembunuhan
JAKARTA, KOMPAS - Pembunuhan atas Edi Candra Permana (54) merupakan upaya ketiga yang dirancang istrinya, AK (45). Dua rencana terdahulu gagal saat akan dieksekusi.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Suyudi Ario Seto, Senin (2/9/2019), mengatakan, AK diketahui sudah tiga kali merencanakan pembunuhan kepada suaminya. Alasannya, karena dia terlilit utang di dua bank senilai Rp 10 miliar, dengan sistem bunga berjalan.
Bunga bank mencapai Rp 20 juta per bulan, sehingga AK kewalahan untuk membayar utang tersebut. Berkali-kali ia membujuk suaminya untuk menjual rumah dan aset tanah di Lebak Bulus, tetapi ditolak. AK akhirnya merencanakan pembunuhan terhadap suami dan anak tirinya.
"Awalnya, dia curhat kepada mantan pembantu rumah tangganya soal masalah ini. Lalu, ditawarkan untuk menyantet korban. Ternyata santetnya tidak mempan," terang Suyudi saat konferensi pers di kantor Polda Metro Jaya.
AK kemudian kembali merencanakan untuk membunuh suaminya dengan cara menembak. Dia mencari eksekutor yang akan menembak suaminya sekaligus mencari senjata api di Yogyakarta. Namun, setelah mengeluarkan dana Rp 35 juta, senjata api itu tak juga didapatkan.
AK akhirnya mengubah lagi rencananya. "AK kemudian curhat lagi dengan pembantunya tentang rencananya membunuh suaminya. Akhirnya dia menyewa eksekutor bayaran dari Lampung sebanyak empat orang," kata Suyudi.
Menurut Suyudi, empat orang yang dijadikan eksekutor itu bekerja sebagai petani di Lampung. Mereka masing-masing dijanjikan bayaran Rp 200 juta jika berhasil membantu menyingkirkan nyawa Edi dan anak Edi, Mohammad Adi Pradana (23).
Namun, saat perjalanan, ada eksekutor yang kesurupan sehingga diantar kembali ke penginapan. Akhirnya, hanya dua orang yang terlibat saat eksekusi korban di rumahnya.
Direncanakan
Perencanaan eksekusi pembunuhan Edi dan Dana dilakukan sejak 22 Agustus. AK bertemu dengan empat eksekutor di sebuah parkiran Apartemen Kalibata. Pembunuhan direncanakan dengan mencekoki minuman yang sudah dicampur obat tidur. Setelah lemas, korban akan dibekap dengan kain yang sudah dilumuri alkohol. Lalu terakhir, mayat akan dibakar di dalam rumah sehingga terlihat seperti korban kebakaran.
"Sehari setelah perencanaan itu, peralatan untuk melumpuhkan korban dibeli mulai dari jus, obat tidur, obat nyamuk, korek, sumbu kompor. Semua itu sudah direncanakan dengan matang sesuai skenario AK," ucap Suyudi.
Jumat (23/8), AK mulai menjalankan aksinya. AK membeli jus tomat kemudian dicampur dengan 30 butir obat tidur yang sudah digerus. Jus itu kemudian diberikan kepada suaminya. Setelah meminum jus tersebut, korban ECP tertidur di kamarnya.
AK kemudian memanggil kedua eksekutor yang sebelumnya sudah masuk ke dalam rumah. Keduanya membantu melumpuhkan korban dengan cara membekap mulut korban dengan kain yang sudah dilumuri alkohol. Korban sempat melawan dengan cara mencakar AK. Kemudian para eksekutor membantu melumpuhkan korban.
Setelah membunuh suaminya, aksi kedua adalah membunuh anak tirinya Dana. Dana baru pulang ke rumah sekitar pukul 23.00, kemudian meminum jus tomat yang sudah dicampur obat tidur dan disiapkan di dalam kulkas. Karena rasanya pahit, jus tidak dihabiskan.
Dana kemudian naik ke kamarnya yang ada di lantai II. Di kamarnya itu, ia ditawari untuk minum-minuman keras oleh KV (24), keponakan AK.
KV menyiapkan whisky yang sudah dicampur dengan obat tidur. Setelah dicekoki miras, Dana mengantuk kemudian KV memanggil para eksekutor untuk melumpuhkan korban. Korban pun dibunuh dengan cara yang sama dengan ayahnya, yaitu dibekap dengan kain yang sudah dilumuri dengan alkohol.
"Setelah keduanya tak berdaya (meninggal dunia), korban kemudian disatukan di kamar bagian bawah. Kemudian, mereka disatukan di garasi," kata Suyudi.
Membakar rumah
Selain menghabisi para korban, eksekutor juga diminta menyiapkan skenario kebakaran rumah. Eksekutor menyiapkan sumbu kompor, bensin, dan obat nyamuk bakar di tiga lokasi berbeda di rumah tersebut. Harapannya, selama 12 jam api akan merembet dan membakar seluruh rumah. Dengan demikian, korban akan diduga sebagai korban kebakaran.
Namun, kebakaran di lantai 2 rumah tersebut ternyata segera diketahui oleh tetangga di samping rumah korban. Pada Sabtu (24/8) malam, tetangga melihat asap di lantai dua rumah tersebut. Tetangga kemudian berinisiatif memanggil pemadam kebakaran dan ambulans.
Anehnya, saat dikabari bahwa rumahnya kebakaran, AK justru beralasan sedang terjebak macet di jalan. AK juga tidak masuk ke rumah dan justru khawatir dan memastikan para petugas pemadam kebakaran tidak masuk ke bagian garasi.
"Eksekutor yang memasang obat nyamuk, sumbu kompor, dan menyiram bensin di tempat itu sempat berubah pikiran karena tidak tega. Api yang tadinya sudah dipasang di tiga lokasi, salah satunya dimatikan yaitu yang ada di garasi," kata Suyudi.
Setelah mengeksekusi kedua korban, para eksekutor diantar ke SPBU di kawasan Cirendeu, Tangerang Selatan untuk pulang ke kampung halamannya di Lampung.
Buang mobil
Karena rencananya tidak berhasil, AK pun kembali memutar otak. AK meminta KV membawa mobil berisi mayat ayah-anak itu untuk dibuang di tempat terpencil. Rencananya, mobil akan dibakar kemudian didorong masuk ke dalam jurang sehingga seolah-olah sedang mengalami kecelakaan.
Saat membuang mobil berisi mayat, AK dan KV mengendarai mobil berbeda.
AK menyetir mobil sendiri dan memberi perintah kepada KV. Sedangkan KV membawa mobil berisi mayat serta delapan botol bensin yang akan digunakan untuk membakar mobil tersebut.
Mereka berputar-putar dari Lebak Bulus, melewati Fatmawati, kemudian ke tol JORR, Bogor, Ciawi, hingga akhirnya menemukan lokasi yang pas di Cidahu, Sukabumi. Lokasi itu berada di pinggir jurang sehingga mobil akan dibakar dan dibuang ke dalam jurang.
Namun, saat membakar mobil tersebut, KV terluka bakar. Posisi KV saat membakar mobil masih berada di dalam kemudi. Akibatnya, KV harus dilarikan ke rumah sakit karena menderita luka bakar 30 persen.
Empat tersangka
Polisi menetapkan empat tersangka kasus pembunuhan ini. Keempatnya dijerat Pasal 340 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati. Keempat orang itu adalah AK, KV, dan dua eksekutor dari Lampung yakni SG (34), dan AG (24).
Suyudi juga menegaskan hubungan antara AK dan KV adalah tante dan keponakannya. KV adalah anak dari adik AK yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Di dalam data kartu keluarga korban pun, KV masuk sebagai anggota keluarga tambahan. Dalam data tersebut, KV disebut sebagai anak dari almarhum Doni Robert dan almarhumah Emily.
"AK dan KV adalah tante dan keponakan. Jadi KV adalah anak dari adiknya saudari AK. Hubungan mereka sudah seperti anak dan ibu. Jadi masalah apapun yang terjadi terhadap tantenya jadi masalah buat KV," ujar Suyudi.
Kasus pembunuhan berencana itu resmi dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Sebab, sebelum dibuang dan dibakar di dalam mobil di Cidahu, Sukabumi, kedua korban sebelumnya dibunuh di rumahnya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Baca juga : Tersangka AK Diperiksa di Polda Metro Jaya
Karena perencanaan pembunuhan ini sudah dilakukan sejak lama, masih ada kemungkinan keterlibatan tersangka lain. Polisi pun masih membuka kemungkinan ada tersangka lain. Kasus masih dikembangkan berdasarkan petunjuk dari barang bukti dan keterangan para saksi, dan tersangka.
Motif penguasaan harta
Terkait motif pembunuhan, Suyudi menegaskan, motif pembunuhan itu adalah karena AK terlilit masalah utang piutang. Dia sudah kehabisan cara untuk membayar dan melunasi utangnya yang mencapai Rp 10 miliar. Utang itu digunakan untuk usaha makanan dan toko.
Sementara, agunan sertifikat tanah milik suaminya ditaksir mencapai Rp 14 miliar. Jika ia menghabisi nyawa ECP dan ahli warisnya Dana, ia dapat menguasai harta tersebut sehingga dia bisa melunasi utang bank dan sisanya akan dia gunakan untuk keperluan pribadi.
"Dia berkeyakinan kalau menghabisi suami dan anak tirinya, dia berhak atas harta benda itu sehingga itu yang membuatnya melakukan pembunuhan berencana," kata Suyudi.
Psikolog forensik Kasandra Putranto yang dilibatkan dalam kasus ini berpendapat perilaku kejiwaan tidak selalu terkait motif kejahatan. Dalam kasus ini, kemungkinan pelaku mengalami tekanan akibat utang dan emosi sesaat sehingga tega membunuh suami dan anak tirinya.
Akan tetapi, untuk analisis yang lebih mendalam, Kasandra masih membutuhkan pemeriksaan lengkap terhadap pelaku.
"Sampai sore ini, saya belum melakukan pemeriksaan lengkap kepada pelaku sehingga belum bisa memaparkan profil psikologis kejiwaan yang bersangkutan," ujarnya.
Baca juga : Rentetan Masalah Rumah Tangga yang Berujung Maut