Penyesuaian tarif baru ojek daring yang diterapkan menyeluruh di seluruh kota di Indonesia mulai Senin (2/9/2019) membuat sebagian warga Jakarta beralih moda. Mereka bersiasat agar tidak terlalu bergantung pada moda transportasi ini.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyesuaian tarif baru ojek daring (online) yang diterapkan menyeluruh di seluruh kota di Indonesia mulai Senin (2/9/2019) membuat sebagian warga Jakarta beralih moda. Mereka bersiasat agar tidak terlalu bergantung pada moda transportasi ini.
Pantauan Kompas pada Senin pagi hingga sore, sejumlah warga di halte dan stasiun kereta mengaku terdampak dengan penyesuaian tarif baru. Adapun hal ini diatur berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.
Aturan tersebut bersanding dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. Peraturan ini sebelumnya diterapkan pada 9 Agustus di 88 kota dan kabupaten yang mewakili zona 1, zona 2, dan zona 3.
Anggi (28), warga Tangerang Selatan, Banten, mengaku pengeluarannya untuk naik ojek daring meningkat selama dua bulan terakhir. ”Memang setiap hari tarifnya nambah sekitar Rp 3.000-Rp 5.000. Sementara itu, saya pakai moda ini hampir setiap hari, jadi lumayan terasa,” ujarnya saat ditemui di Stasiun KRL Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Ia berupaya untuk mengurangi penggunaan ojek daring dengan menebeng temannya. Namun, untuk itu dia harus datang lebih pagi ke Stasiun Serpong. Begitu pun saat pulang, dia juga menebeng temannya untuk sampai Stasiun Mangga Dua, Jakarta Pusat.
Rika (30), warga Sawah Besar, juga mengeluhkan tentang penyesuaian tarif itu. Ia yang biasa bepergian jarak dekat ke kantor menuju Pasar Baru minimal harus membayar Rp 12.500-Rp 15.000. Sebelum Mei 2019 lalu, rute tersebut tarifnya hanya Rp 10.000.
Menghadapi hal tersebut, sebagian warga berencana menggunakan kendaraan pribadi saat berangkat kerja. Farid (26), warga Tangerang Selatan, telah berancang-ancang untuk menggunakan sepeda motornya kembali setiap berangkat kerja. ”Saya sekarang masih pakai voucer potongan biaya dari aplikasi. Kalau bulan voucer itu habis, saya sudah siap-siap naik sepeda motor lagi ke kantor di Gambir,” ujar Farid.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, dalam konferensi pers tadi siang, menyatakan, memang ada asumsi penurunan pesanan karena kenaikan tarif. Namun, hal ini mestinya tidak berdampak signifikan karena naiknya tarif turut membuat pendapatan juga naik.
Meski demikian, ia mengatakan, pihak Kemenhub akan melakukan survei terkait respons masyarakat terhadap tarif baru. ”Mungkin survei baru dilakukan sepekan mendatang, kemudian hasilnya akan disampaikan secara umum,” ungkapnya saat dihubungi di Jakarta, Senin sore.
Direktur Angkutan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani menuturkan, dampak dari penyesuaian tarif sudah semestinya memengaruhi konsumen. Ia berharap warga bisa beralih ke moda transportasi publik.
”Kami menjemput momen ini dengan menambah pengadaan bus di lima kota, yakni Medan, Palembang, Yogyakarta, Solo, dan Denpasar. Jadi mereka membeli pengadaan jasa dari pemerintah, istilahnya buy the service, yang kami targetkan mulai jalan pada 2020 mendatang,” kata Ahmad.