Penyidik Tetapkan Bupati Muara Enim Tersangka Kasus Suap
Koruptor seakan tidak pernah ada habisnya. Setelah satu kasus terungkap, kasus berikutnya kembali terkuak. Kali ini penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Muara Enim Ahmad Yani karena kasus suap.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Muara Enim Ahmad Yani sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Muara Enim. Ahmad Yani diduga menerima suap sebesar 35.000 dollar AS atau setara dengan Rp 497,78 juta dari pihak swasta.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, di Jakarta, Selasa (3/9/2019) malam menyampaikan, suap tersebut sebagai 10 persen dari commitment fee. Ahmad Yani menerima suap dari Robi Okta Fahlefi pemilik PT Enra Sari melalui Elfin Muhtar, Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Kedua orang ini pun ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Selain penyerahan uang 35.000 dollar AS, Tim KPK juga menidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp 13,4 miliar sebagai fee yang diterima Ahmad Yani dari berbagai paket pekerjaan dilingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim.
“KPK menyadari pembangunan infrastruktur, khususnya jalan merupakan kebutuhan yang mendasar bagi masyarakat di sejumlah daerah, termasuk di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Dalam kasus ini, diduga suap terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim yang semestinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara maksimal tanpa harus ‘dipotong’ sebagai setoran suap pada Kepala Daerah,” kata Basaria.
Kasus ini bermula pada awal 2019 saat Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019. Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment fee sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.
Basaria menyampaikan, diduga terdapat permintaan dari Ahmad Yani dengan para calon pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim. Ahmad Yani diduga meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar.
Kemudian, Robi Okta Fahlefi merupakan pemilik perusahaan kontraktor yang bersedia memberikan commitment fee 10 persen. Pada akhirnya, Robi Okta Fahlefi mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp 130 miliar.
Pada 31 Agustus 2019, Elfin Muhtar meminta kepada Robi Okta Fahlefi agar menyiapkan uang pada Senin dalam pecahan dollar sejumlah “Lima Kosong Kosong”. Selanjutnya, pada 1 September 2019 Elfin Muhtar berkomunikasi Robi Okta Fahlefi membicarakan mengenai kesiapan uang sejumlah Rp 500 juta yang ditukar menjadi 35.000 dollar AS.
Basaria mengatakan, sebagai pihak yang diduga pemberi, Robi Okta Fahlefi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara sebagai pihak yang diduga penerima, Ahmad Yeni dan Elfin Muhtar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.