Kemungkinan perang terbuka Iran-AS tampak semakin menurun. Cukup banyak isyarat atau tanda bahwa AS kini lebih memilih menempuh jalan kompromi dengan Teheran daripada perang.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, Sabtu (31/8/2019), mengatakan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat bertemu Presiden Perancis Emmanuel Macron di forum G-7 mulai menampakkan sikap lunak terkait wacana memberi keringanan terhadap penjualan minyak Iran.
Kantor berita AFP memberitakan, Presiden Trump bersikap lunak atas usulan Perancis tentang opsi memberikan Iran jalur pembiayaan untuk menjaga stabilitas ekonominya dengan cara mengizinkan Iran menjual sebagian minyaknya untuk kurun waktu tertentu.
Sebelumnya, di sela forum G-7 di Perancis, pekan lalu, Trump secara mengejutkan menyampaikan niatnya bertemu Presiden Iran Hassan Rouhani untuk membahas solusi terkait isu nuklir Iran.
Tak hanya itu, AS juga memindah USS Boxer dari Teluk Persia ke Laut Tengah. USS Boxer adalah kapal serbu amfibi yang mengangkut helikopter dan kendaraan lapis baja. USS Boxer adalah kapal perang AS terpenting kedua di Teluk Persia setelah kapal induk USS Abraham Lincoln. Boxer dicanangkan sebagai kapal andalan untuk pendaratan amfibi ke wilayah pesisir Iran jika perang terbuka Iran-AS meletus.
Dipindahkannya USS Boxer dari Teluk Persia ke Laut Tengah menunjukkan kalkulasi AS tentang kemungkinan meletus perang terbuka Iran-AS semakin menurun. Sebelumnya, perang terbuka Iran-AS nyaris meletus ketika Iran menembak jatuh pesawat nirawak (drone) AS, RQ-4 Global Hawk, pada 20 Juni lalu.
Presiden Trump saat itu sudah mengambil keputusan untuk menyerang Iran sebagai balasan atas jatuhnya RQ-4 Global Hawk itu. Namun, disaat-saat terakhir, Trump membatalkan keputusan menyerang Iran.
Kini, semangat AS untuk menyerang Iran dianggap menyusut. Diduga, CIA (Badan Pusat Intelijen AS) yang berada di balik melunaknya sikap Trump terhadap Iran.
Tokoh utama
Menurut artikel yang ditulis Simon Watkins dalam situs oilprice.com, pejabat CIA yang dianggap paling berperan melunakkan sikap Trump atas Iran adalah Michael D’Andrea yang kini menjabat Kepala Misi Iran di CIA. D’ Andrea dibantu Dan Kurtz, seorang pejabat CIA sekaligus teman sejawat D’ Andrea.
Perjuangan D’Andrea dan Kurtz melunakkan sikap Trump terhadap Iran tidak mudah. D’ Andrea dan Kurtz harus melawan sayap garis keras atau ”sayap elang” dalam pemerintah Presiden Trump yang menginginkan perang melawan Iran.
Sayap elang dalam pemerintah Presiden Trump itu adalah Wakil Presiden AS Mike Pence, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton, dan Menlu AS Mike Pompeo.
Adapun D’Andrea dan Kurtz disebut ”sayap merpati” dalam pemerintah Presiden Trump. D’Andrea kini menjadi salah satu tokoh menonjol di tubuh CIA. Adalah D’Andrea yang melakukan inovasi dalam kinerja operasi melawan teroris pasca-serangan teroris di New York dan Washington DC pada 11 September 2001.
Ia juga berperan dalam aksi pembunuhan komandan militer Hezbollah, Imad Mughniyeh, di Damaskus pada 2008 dan operasi pembunuhan Osama bin Laden pada 2011 di Pakistan.
Dalam ketegangan dengan Iran pasca-AS mundur sepihak dari kesepakatan nuklir Iran (JCPOA) pada Mei 2018, D’Andrea secara mengejutkan justru mendorong Presiden AS membuka dialog dengan Iran.
Bahkan, Ia mengimbau Presiden Trump agar membujuk Arab Saudi bersedia membuka dialog dengan kelompok Al-Houthi di Yaman untuk mengakhiri perang Yaman.
Menurut D’Andrea, perang dengan Iran membawa risiko sangat besar, sulit diprediksi, dan bahkan membawa dampak jauh lebih besar dibandingkan invasi AS ke Afghanistan pada 2001 dan ke Irak pada 2003.
Ia menyebut Iran dan loyalisnya di Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman mampu melancarkan perang gerilya dalam jangka panjang yang bisa mengganggu jalur suplai minyak dan gas, serta pelayaran internasional dari Asia serta Timur Tengah menuju Eropa dan sebaliknya. Bahkan, Teheran bisa menutup Selat Hormuz.
Trump pun kini disebut cenderung lebih mendengar nasihat dari CIA daripada Kemlu dan Penasihat Keamanan Nasional AS.