Hukum Humaniter Internasional Jadi Materi Kursus Bersama Hukum Islam
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Senin (2/9/2019) malam di Surabaya, Jawa Timur, membuka kursus bersertifikat tentang hukum humaniter internasional dan hukum Islam dalam konflik bersenjata.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS -- Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Senin (2/9/2019) malam di Surabaya, Jawa Timur, membuka kursus bersertifikat tentang hukum humaniter internasional dan hukum Islam dalam konflik bersenjata.
Hukum humaniter internasional merupakan cabang hukum internasional. Tata aturan ini berlaku hanya pada saat konflik bersenjata berskala internasional atau non-internasional.
Kursus tersebut diikuti oleh 44 peserta. Mereka terdiri dari dosen hukum, praktisi hukum, jurnalis, dan aparatur asal dalam negeri bahkan luar negeri. Selama kursus, berbagai kajian hukum humaniter internasional dan hukum Islam akan disosialisasikan untuk menambah wawasan seluruh peserta.
Alexandre Faite, Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste mengatakan, kursus merupakan kegiatan rutin tahunan dengan sasaran peserta kalangan yang sudah berpengetahuan dalam ilmu hukum.
Kegiatan di Surabaya ini merupakan yang kelima. Sebelumnya kursus diadakan di Jakarta, Makassar, Banda Aceh, dan Banjarmasin. Kursus selalu melibatkan kampus-kampus setempat yang bersedia bekerja sama dengan ICRC dalam memasyarakatkan hukum humaniter internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan.
“ICRC berkepentingan menyebarluaskan pemahaman hukum humaniter internasional,” kata Alexandre.
ICRC berkepentingan menyebarluaskan pemahaman hukum humaniter internasional.
ICRC merupakan organisasi kemanusiaan yang sudah berdiri lebih sejak seabad silam. Kiprah organisasi ini mendapat apresiasi dan dukungan dari lembaga, perusahaan, dan komunitas masyarakat. Dalam perjalanannya, ICRC telah dianugerahi tiga penghargaan Nobel Perdamaian.
Menurut Alexandre, kursus ini merupakan ikhtiar mengkontekstualkan hukum humaniter internasional. Perlu terus dilakukan dialog antara hukum humaniter internasional dan hukum Islam serta hukum agama atau kepercayaan lainnya.
Bisa dipastikan prinsip menjunjung tinggi kemanusiaan juga ada dalam hukum-hukum agama. Kursus tersebut mencoba menemukan pemahaman yang bisa diwujudkan dalam kegiatan masyarakat.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Masruhan menambahkan, kursus ini amat penting untuk memperkaya kajian-kajian dalam hukum Islam. Kursus diharapkan mendekatkan praktisi dan dosen dengan isu-isu kemanusiaan. Dengan demikian, mereka memiliki bekal dan cara pandang baru ketika melaksanakan kerja kemanusiaan di medan konflik bersenjata.
Salah satu pemateri yang ditunggu kiprahnya ialah Ahmed Al-Dawoody, penasihat hukum ICRC untuk hukum Islam.
Kursus hukum humaniter internasional perlu terus diadakan di Indonesia. Keragaman budaya yang dimiliki Indonesia di satu sisi merupakan kekayaan peradaban yang tiada duanya. Di sisi lain, keragaman terutama perbedaan juga memiliki potensi menghadirkan konflik. Karena warga Indonesia mayoritas memeluk Islam, hukum agama ini penting untuk dikaji dan dikembangkan dalam kerangka hukum humaniter internasional.