Membakar adalah cara termudah menghilangkan jejak pembunuhan. Dalam kasus pembunuhan ayah dan anak di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pelaku membakar jasad korban untuk menghilangkan jejak pembunuhan.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·5 menit baca
Membakar adalah cara termudah menghilangkan jejak pembunuhan. Awal Agustus lalu, JH membakar kasur yang ditiduri anak tirinya di rumah kontrakannya di Kramatjati, Jakarta Timur. JH nekat membakar setelah membunuh istrinya, Khoiriah.
Dalam kasus pembunuhan ayah dan anak di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pelaku membakar jasad Edi Chandra Purnama (54) dan anaknya, M Adi Pradana atau Dana (23), untuk menghilangkan jejak pembunuhan. Pembakaran mobil yang berisi kedua jasad ini hendak menggiring opini bahwa kematian ayah-anak itu merupakan kecelakaan.
Tersangka AK (45), istri kedua Edi, di Markas Polda Metro Jaya, Selasa (3/9/2019), menuturkan, rencana semula adalah kebakaran di garasi rumah Edi di Lebak Bulus. Rencana itu dipilih setelah pembunuhan dengan santet dan menembak semuanya gagal. AK menyewa empat orang untuk membantu membunuh Edi dan Dana dengan janji upah ratusan juta rupiah.
”Saya tidak pernah sama sekali tebersit untuk membakar seluruh rumah. Jadi, saya membakar garasi yang ada mobilnya, jadi seolah Pak Edi keluar dari rumah dan Dana, dan tidak tahu kalau tangki mobil gampang bocor dan menyalakan rokok dan terbakar,” kata AK.
Menurut AK, harapannya, setelah garasi terbakar, pemadam kebakaran pasti datang. AK tidak bermaksud agar kedua jenazah yang ada di garasi terbakar habis, tetapi sekadar menyebabkan luka bakar untuk menghilangkan sidik jari para pelaku.
Namun, kebakaran yang direkayasa memakai obat nyamuk bakar itu tidak berjalan mulus. Garasi mobil sama sekali tidak terbakar. Yang terbakar hanya kamar Dana di lantai 2. Tetangga menelepon AK dan memberi tahu bahwa rumahnya kebakaran, tetapi ditanggapi dengan santai oleh AK.
AK mengatakan, dirinya dan anaknya dari suami pertama, yaitu KV (18), panik karena garasi tidak terbakar. Ibu dan anak itu lalu pergi membawa jasad korban tanpa tujuan jelas, hingga mobil berhenti di lokasi yang sepi di Kampung Bondol, Cidahu, Sukabumi.
KV menghentikan mobil di tepi jurang. Bagian dalam mobil sudah disiram dengan bensin oleh KV. Rencananya, mobil akan dibakar, kemudian didorong masuk jurang agar terlihat seperti kecelakaan. AK mengakui rencana membakar mobil itu terinspirasi dari film atau sinetron.
”Kami tidak menyangka (mobil) bakal meledak, sampai KV juga kena luka bakar. Jadi memang intinya ingin apinya menyala kecil, setelah itu mobil didorong ke jurang. KV bakarnya di dalam mobil, bukan dari luar, makanya dia ikut kebakar,” tutur AK.
Kami tidak menyangka (mobil) bakal meledak, sampai KV juga kena luka bakar. Jadi memang intinya ingin apinya menyala kecil, setelah itu mobil didorong ke jurang.
Menyembunyikan kejahatan
Pakar forensik dari Inggris, Dr Zakaria Erzinclioglu, dalam buku Forensics Crime Scene Investigations from Murder to Global Terrorism (2012) menjelaskan, tujuan pelaku kejahatan dengan membakar atau menciptakan kebakaran yang paling sering adalah menyembunyikan kejahatan lain.
Misalnya, untuk menghilangkan bukti atau jejak pelaku dengan cara membakar jenazah korban. Tujuan lain, misalnya, menciptakan kesan bahwa korban terbunuh karena suatu sebab yang diinginkan oleh si pembunuh.
Erzinclioglu menulis, pelaku pembakaran tidak memahami karakter api dan bagaimana reaksi kimia yang menyebabkan munculnya api. Menurut dia, pernah terjadi sebuah kasus ketika seorang pembunuh menyiramkan bensin ke tubuh korbannya yang tewas dikapak dan ke seluruh ruangan. Si pembunuh tidak tahu bahwa uap dari bensin bercampur dengan udara sehingga membuat ruangan itu sangat mudah terbakar.
Si pembunuh menyalakan korek api. Seketika itu terjadilah ledakan dan kobaran api yang juga menewaskan si pembunuh.
Kasus yang ditulis Erzinclioglu itu sangat mirip dengan kasus pembunuhan di Lebak Bulus, yaitu pelaku membakar korbannya, tetapi pelaku juga mengalami luka bakar.
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel berpendapat, tidak ada yang luar biasa dalam kasus tersebut dari segi ilmu forensik. Membuat skenario kecelakaan lalu terbakar bukan hal baru.
”Kejahatan sempurna adalah kejahatan yang di dalamnya ada dua misi. Misi pertama, merealisasikan rencana kejahatan. Misi kedua yang luput dari pemikiran pelaku kejahatan amatir, yaitu bagaimana melarikan diri dari proses hukum dengan sempurna. Menghilangkan barang bukti, melarikan diri dengan cara berpencar, dan membangun alibi. Misi kedua terlalu mudah dilacak oleh polisi,” tutur Reza.
Menurut dia, seorang pelaku kejahatan yang rasional akan menghitung secara matematis empat faktor, yaitu target, insentif, risiko, dan sumber daya. Target harus ada dan terjangkau. Insentif harus lebih besar dari risiko. Sumber daya adalah obat tidur untuk melumpuhkan korban.
”Kalau hitungan itu masuk semua, aksi kejahatan akan berlanjut. Kalau hitungan tidak sempurna, akan ditunda atau dibatalkan,” ujarnya.
Menyesal
AK menuturkan, rencana membunuh suami yang dinikahinya sejak 2011 itu muncul sejak Lebaran lalu. Alasannya, AK benar-benar kehabisan uang untuk membayar utang di beberapa bank yang mencapai Rp 10 miliar. Utang itu karena bisnis restoran yang dikelola AK gagal. AK semakin pusing karena Edi selalu menolak keinginan AK menjual rumah untuk melunasi utang.
”Pikiran saya simpel saja. Dengan Pak Edi dan Dana tidak ada, maka rumah disita bank. Sisanya enggak banyak. Setelah itu, saya bisa hidup damai dengan anak saya. Jujur, saya sempat merasa lega karena lepas dari utang yang mengimpit,” ucapnya.
Menurut AK, sejak menikah dengan Edi, dirinya yang bekerja mencari uang. Selama menikah dengan Edi, AK mengaku tidak pernah berfoya-foya. Setelah utang semakin menggunung, justru AK yang harus melunasinya.
”Saya secara pribadi menyesal sekali. Kalau saya masih dikasih kesempatan, saya minta maaf terutama kepada keluarga Pak Edi,” ujar AK yang memiliki satu anak kandung berumur 4 tahun, hasil pernikahannya dengan Edi.