Pembahasan RUU Bermasalah Bisa Dilanjutkan DPR Periode Mendatang
Hal ini membuat DPR bisa melakukan mekanisme luncuran (carry over) agar pembahasan RUU yang masih bermasalah bisa dilanjutkan oleh pemerintah dan anggota DPR periode 2019-2024.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dewan Perwakilan Rakyat berencana memacu pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Nantinya, jika Rancangan Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP) disahkan, DPR periode 2019-2024 bisa melanjutkan pembahasan sejumlah RUU yang dianggap masih bermasalah, termasuk Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP.
Dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (03/09/2019), disepakati agar Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP) menjadi usul inisiatif DPR. Rapat Paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Utut Adianto.
"Setelah perwakilan fraksi menyerahkan usulan secara tertulis, maka rancangan undang-undang ini akan dilakukan pembahasan lebih lanjut berdasarkan mekanisme yang berlaku," ujarnya dalam rapat.
Hal ini membuat DPR bisa melakukan mekanisme luncuran (carry over) agar pembahasan RUU yang masih bermasalah bisa dilanjutkan oleh pemerintah dan anggota DPR periode 2019-2024.
Dalam draf RUU PPP pasal 71A tertulis, pembahasan RUU sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 65 ayat (1) belum selesai pada periode masa keanggotaan DPR, hasil pembahasan disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, Presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah dan/atau Prolegnas Prioritas Tahunan.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, sistem mekanisme luncuran ini bisa mempercepat proses RUU. Ia mengatakan, DPR periode berikutnya tidak perlu membahas lagi dari awal terkait RUU yang belum selesai pada periode sebelumnya.
"Wajar saja jika memang nanti ada perdebatan terkait RUU yang belum selesai dalam DPR periode berikutnya. Namun, pembahasannya tidak mulai dari nol lagi," ujarnya.
Fadli menilai, sejumlah RUU yang masih belum disepakati seperti RKUHP dan RUU Sumber Daya Air bisa diselesaikan DPR periode berikutnya melalui mekanisme luncuran. Ia pun berharap agar DPR periode mendatang bisa melihat substansi RUU tersebut harus sejalan dengan kebutuhan masyarakat, meski kemungkinan akan ada perbedaan pandangan dengan DPR periode sebelumnya.
Dihubungi terpisah, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, mengatakan, mekanisme luncuran membuat DPR periode berikutnya bisa menyelesaikan tunggakan RUU yang belum selesai dibahas DPR periode 2014-2019.
"Tidak hanya RKUHP, tetapi juga sejumlah RUU lain yang kemungkinan masih problematik bisa dibahas oleh DPR sekarang. Selain itu, RUU PPP juga menjadi pedoman agar pembahasan RUU yang belum selesai jadi mengulang dari awal," katanya.
Komitmen
Selain itu, Ronald mempertanyakan syarat RUU apa saja yang bisa dilanjutkan pembahasannya. Sebelumnya, ada sejumlah syarat bahwa RUU yang bisa dilanjutkan, minimal harus 50 persen pasal-pasalnya sudah selesai dibahas. Namun, ketentuan tersebut ternyata tidak masuk dalam dalam draf terkahir RUU PPP.
"Menurut saya, jika sudah 50 persen pasal-pasal yang ada sudah dibahas, hal tersebut akan memperlancar pembahasan RUU pada periode selanjutnya. Sedangkan, untuk RUU yang di bawah 50 persen pembahasannya, masih sangat rentan diperdebatkan para anggota DPR baru," ucapnya.
Ronald pun meminta agar DPR periode berikutnya memiliki komitmen dan tanggung jawab dalam menyelesaikan proses legislasi. Ia berharap, agar RUU PPP ini jangan menjadi celah agar DPR jadi bisa mengulur waktu untuk menunda pengesahan RUU.
"Ada beberapa RUU yang memang sebaiknya dilanjutkan pembahasannya karena masih bermasalah seperti RKUHP. Namun, para anggota DPR juga perlu menjaga komitmen untuk menyelesaikan RUU lain yang sebenarnya tidak ada masalah secara substansi," katanya.
Rentan uji materi
Sementara itu, pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, sebaiknya RKUHP bisa dibahas oleh DPR periode berikutnya. Menurut ia, masih banyak pasal bermasalah yang terkandung dalam RKUHP.
"Menurut saya, jika RKUHP jadi disahkan pada tanggal 24 September nanti, esok harinya akan banyak masyarakat yang mengajukan uji materi karena masih ada pasal-pasal bermasalah," katanya.
Anggota Panitia Kerja RKUHP DPR Arsul Sani mengatakan, Fraksi PPP DPR setuju dengan proses mekanisme luncuran. Namun, ia menginginkan agar harus ada sejumlah syarat terkait RUU mana saja yang bisa dilanjutkan pembahasannya.
"Salah satu syaratnya yaitu terkait dengan ketentuan harus 50 persen pasal yang ada di RUU tersebut telah dibahas oleh DPR periode sebelumnya," katanya.
Meski demikian, Arsul tidak setuju apabila RKUHP pembahasannya dilanjutkan oleh DPR periode berikutnya. Ia mengatakan, nantinya DPR akan mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna terakhir.
"UU bukanlah kitab suci yang sempurna. Jika ada yang tidak sempurna, maka UU ini pun harus siap untuk direvisi," katanya.