JAKARTA, KOMPAS – Meski telah terpilih 10 nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang berasal dari Panitia Seleksi Capim KPK periode 2019-2023, masukan dari masyarakat agar kandidat komisioner bukan yang bermasalah terus berlanjut. Petisi lebih dari 1000 pegawai KPK pun muncul menyuarakan penolakan capim yang bermasalah.
Di Gedung KPK Jakarta, Selasa (3/9/2019), Penasehat KPK Budi Santoso mengonfirmasi keberadaan petisi tersebut. “Itu merupakan ekspresi dari keinginan dan harapan dari sebagian besar pegawai internal KPK. Mudah-mudahan saja bisa didengar dan diperhatikan oleh Presiden sebelum resmi mengirimkan 10 nama capim kepada DPR,” ujar Budi.
Mengacu pada Pasal 30 ayat 9 Undang-Undang Nomo 30 Tahun 2002 tentang KPK, disebutkan paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal diterima nama calon dari panitia seleksi, Presiden RI menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat 8 sebanyak dua kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada DPR.
Adapun 10 nama yang diajukan Pansel KPK adalah Alexander Marwata, Firli Bahuri, I Nyoman Wara, Johanis Tanak, Lili Pintauli Siregar, Luthfi Jayadi, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Roby Arya Brata, dan Sigit Danang Joyo.
Dari 10 nama yang disodorkan Pansel KPK ini, sebagian masih menyisakan persoalan. Antara lain dugaan pelanggaran etik, ketidakpatuhan LHKPN, dugaan perbuatan menghambat penanganan kerja KPK, hingga dugaan penerimaan gratifikasi. Terkait dugaan perbuatan menghambat penanganan perkara kerja KPK ini, sebanyak 114 penyidik dan penyelidik KPK juga sempat melayangkan petisi kepada pimpinan pada Maret 2019.
Dalam petisi itu, dikemukakan penyebab terhambatnya penanganan perkara. Antara lain, penundaan pengembangan perkara di tingkat kedeputian penindakan, bocornya penyelidikan yang berujung gagalnya operasi tangkap tangan, perlakuan khusus kepada saksi, kesulitan penggeledahan dan pencekalan, serta pembiaran dugaan pelanggaran berat.
“Kondisinya menjadi lebih kompleks untuk menuntaskan kerja pencegahan dan pemberantasan korupsi yang lebih masif serta efektif, saat yang bermasalah ini berpotensi terpilih,” ujar Budi.
Secara terpisah, Ketua KPK Agus Rahardjo meyakini suara masyarakat masih didengar dan dipertimbangkan untuk penguatan upaya pemberantasan korupsi. “Kami juga meyakini Presiden masih tetap berkomitmen terhadap upaya pemberantasan korupsi utk Indonesia yang lebih baik,” ujar Agus.
Mengenai masih masuknya calon yang bermasalah, Agus menegaskan KPK telah memberikan temuannya kepada Pansel KPK. Jika diperlukan untuk menjelaskan ke Presiden, ia pun bersedia. “Penelusuran rekam jejak itu jelas dapat kami pertanggungjawabkan metode dan hasilnya. Bahkan KPK juga telah mengundang Panitia Seleksi untuk melihat bukti-bukti pendukung jika memang dibutuhkan. Sedikit banyak, kami berprasangka baik, Pansel pasti membahas temuan-temuan tersebut secara internal,” jelas Agus.
Guru Besar Universitas Soedirman Hibnu Nugroho yang juga menjadi salah satu guru besar dari 20 guru besar yang mengirimkan surat terbuka kepada Presiden terkait capim KPK menyampaikan, faktor integritas, independensi, dan profesionalitas merupakan harga mati. Petisi dari pegawai KPK pun bisa menjadi sinyal yang perlu diperhatikan.
Pimpinan tak akan efektif bekerja apabila terjadi penolakan dari jajarannya, terlebih lagi alasannya karena dugaan persoalan etik yang masuk dalam kategori integritas. KPK sendiri merupakan lembaga yang mengedepankan integritas dalam menjalankan kinerjanya. “Seandainya tidak memenuhi harapan publik, Pansel dan DPR tidak memaksakan untuk memilihnya,” kata Hibnu.
author: RIANA AFIFAH
byline: RIANA A IBRAHIM
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.