Era kendaraan listrik diyakini mengubah lanskap industri komponen otomotif Tanah Air. Sebagian komponen tak dibutuhkan lagi. Produsen komponen berharap bisa beradaptasi.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Era kendaraan listrik diyakini mengubah lanskap industri komponen otomotif Tanah Air. Sebagian komponen tak dibutuhkan lagi. Produsen komponen berharap bisa beradaptasi.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo, butuh sekitar 30.000 komponen untuk memproduksi mobil berbahan bakar minyak, sementara untuk memproduksi mobil listrik hanya butuh sekitar 20.000 komponen. Oleh karena itu, program percepatan pengembangan kendaraan listrik diyakini bakal mengubah lanskap industri komponen yang kini menyerap sekitar 3 juta tenaga kerja.
Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi di Jakarta, Jumat pekan lalu mencontohkan, kendaraan listrik tidak membutuhkan kepala silinder, knalpot, radiator, transmisi manual, pedal hidrolik, busi, dan tanki bahan bakar. Komponen yang dibutuhkan kendaraan listrik misalnya baterai dan colokan pengisian cepat (rapid charging plug).
Perubahan kebutuhan komponen tersebut akan mengubah tatanan industri. “Indonesia harus siap. Jika tidak, produksi akan dilakukan di luar negeri, dan Indonesia hanya akan jadi sasaran penjualan,” kata dia.
Kementerian Perindustrian mencatat, saat ini ada sekitar 1.500 perusahaan komponen otomotif di Indonesia. Sekitar 240 perusahaan di antaranya merupakan anggota Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM), sementara 122 perusahaan anggota Perkumpulan Industri Kecil Menengah Komponen Otomotif (Pikko). Perusahaan-perusahaan komponen otomotif lapis 1, 2, dan 3 itu tersebar di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Para pelaku industri komponen berharap proses pengembangan kendaraan listrik dilakukan secara bertahap. Transisi dibutuhkan untuk memberi waktu para pelaku industri komponen di Tanah Air meningkatkan kesiapan.
“Jujur kami lebih suka kalau prosesnya (pengembangan kendaraan listrik) melalui tahap kendaraan hibrida dibandingkan langsung ke BEV (battery electric vehicle/kendaraan listrik berbasis baterai),” kata Ketua Umum GIAMM, Hamdhani Dzulkarnaen Salim.
Bertahap
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan dinilai belum menyebutkan secara jelas apakah tahapannya melalui kendaraan hibrida atau langsung ke BEV.
“Kami sudah bersurat resmi ke pemerintah. Harapan kami tahapannya melalui hibrida agar anggota punya waktu lebih banyak untuk mempersiapkan diri,” kata Hamdhani.
Pada kendaraan hibrida, ICE (internal combustion engine/mesin pembakaran dalam) masih ada dengan ditambah motor listrik dan baterai. Dengan demikian komponen yang selama ini diproduksi pun masih tetap dibutuhkan hingga beberapa waktu mendatang.
Para anggota GIAMM terus menyiapkan diri. Namun, hingga kini belum ada anggota yang mendeklarasikan diri telah siap memproduksi komponen kendaraan listrik berbasis baterai. “Sepertiga anggota GIIAM berpotensi \'hilang\' kalau memang sudah (masuk era kendaraan) listrik,” kata Sekretaris Jenderal GIAMM Hadi Surjadipradja.
Akan tetapi, sebagian pelaku usaha tidak khawatir kehilangan pasar karena jenis kendaraan komersial diperkirakan masih butuh mesin pembakaran dalam. Hal ini karena perkembangan sampai sekarang bobot baterai masih terlalu berat. “Selain itu, jangan lupa bahwa mobil listrik juga butuh bodi, roda, dan sebagainya. Jadi, hanya power train (sistem penerus tenaga) yang berubah,” kata Hadi.
Sementara itu, Ketua Umum Pikko, Rosalina Faried mengatakan, selama ini anggotanya mengerjakan komponen berteknologi rendah. “Kami belum bisa berbicara banyak soal dampak karena masih menunggu daftar komponen-komponen apa saja yang nantinya akan hilang,” ujarnya.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan, upaya mendorong produksi kendaraan listrik di dalam negeri dilakukan antara lain dengan mengembangkan produksi baterai. Sekitar 70 persen material baterai ada di Indonesia. "Rantai nilai baterai lithium kita kejar lima tahun terakhir," katanya. (CAS/LKT)