Tunggakan penghuni rumah susun sederhana sewa bisa memperburuk kinerja Pemerintah Provinsi DKI dalam mengelola anggaran. Persoalan ini tidak mudah diselesaikan meskipun pemerintah sedang menyiapkan skema baru.
Oleh
Nikolaus Harbowo/Stefanus Ato/Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tunggakan retribusi rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang menahun dapat memperburuk penilaian kinerja tahunan keuangan daerah. Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi DKI Jakarta meminta agar pemerintah provinsi menaruh perhatian pada masalah ini secara serius.
Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta Yuan Candra Djaisin mengatakan, perihal tunggakan retribusi di rusunawa memang telah menjadi perhatian tersendiri. Sebab, hal ini berkaitan dengan perolehan pendapatan daerah dan selalu muncul setiap tahun.
"Ini, kan, berkaitan dengan pendapatan. Seandainya mereka menanggarkan nominal tertentu, namun ternyata menunggak, maka itu akan berpengaruh pada penilaian kinerja," ucap Yuan saat ditemui di Kantor Pusat Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Secara opini audit keuangan, Yuan menambahkan tunggakan tagihan ini dapat dianggap "beres" di dalam laporan bila diumumkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Meski beres secara laporan, pemerintah provinsi masih harus membereskan rekomendasi terkait tunggakan tagihan tersebut.
Ia menyatakan, BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta akan mengaudit kinerja laporan dari pemerintah provinsi pada Desember mendatang. Pada saat itu, ia memastikan BPK akan memberikan rekomendasi terkait tunggakan tagihan serta masalah keuangan lainnya.
"Kami terus diskusikan hal ini dengan pihak pemprov. Setelah audit, ada rekomendasi. Di situ, BPK secara aktif mendorong mereka untuk menyelesaikan rekomendasi dari hasil pemeriksaan kita," ujar Yuan.
Sementara itu, masalah tunggakan rusunawa di Jakarta terus berlanjut. Di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, akumulasi tunggakan tagihan para penghuni mencapai Rp 18 miliar pada 2019.
Kepala Unit Pengelola Rusun Sewa (UPRS) Marunda Ageng Darmintono mengatakan, penyebab permasalahan tunggakan itu mayoritas karena ketidakmampuan finansial warga. Penghuni Rusunawa Marunda sebagian besar adalah warga yang terkena program relokasi sejumlah proyek pembangunan di Jakarta.
"Warga relokasi dipindahkan dari tempat yang menurut mereka nyaman ke tempat yang tidak nyaman. Di tempat sebelumnya, mereka mempunyai kemampuan untuk membuka usaha, tetapi di sini mereka kehilangan kemampuan itu," kata dia di Marunda, Selasa sore.
Jesica (45), warga Cluster B Rusunawa Marunda, mengaku hanya bisa menggantungkan hidup pada gaji suaminya sebesar Rp 2,5 juta untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. "Anak saya lima orang, semuanya sekolah. Kebutuhan untuk makan dan minum tidak cukup dengan penghasilan Rp 2,5 juta," kata dia.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta Kelik Indriyanto di Balai Kota Jakarta, mengakui, penagihan tunggakan memang menjadi masalah utama di rusunawa. Meski demikian, pihaknya melalui Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) selalu berupaya untuk menagih tunggakan para penghuni.
"Memang itu kendala kami. Kami berusaha terus dengan berbagai cara (untuk menagih). Kalau kami dari dinas dan UPRS tak jemu-jemu selalu mengingatkan agar para penghuni membayar tunggakan. Itu aktif dan door to door," tutur Kelik.
Kelik pun tak dapat memastikan, apakah kelak tunggakan para penghuni dapat diputihkan atau tidak. Pihaknya masih mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 148 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Daerah.
Dalam pergub tersebut, dituliskan ada sejumlah syarat agar piutang retribusi yang macet dapat dihapuskan. Misalnya, masa tunggakan lebih dari 12 bulan, penunggak meninggal, tidak memiliki harta kekayaan lagi, yang dinyatakan dnegan keterangan miskin atau dinyatakan pailit. "Itu masih dalam pembahasan. Sejauh ini, kami sesuaikan dulu dengan regulasi yang ada di Pergub 148/2018," ujar Kelik.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku belum mengetahui secara pasti masalah tersebut. Dia juga belum bisa memastikan terkait pemutihan piutang bagi mereka yang menunggak iuran dan denda. "Saya lengkapi datanya dulu," kata Anies.