Usulan Tenaga Ahli DPRD DKI Jakarta Menabrak UU Pemerintahan Daerah
Usulan itu menguat setelah Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ima Mahdiah menyampaikan tenaga ahli dibutuhkan agar bisa memberikan masukan untuk anggota DPRD DKI Jakarta.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta mengusulkan disediakan tenaga ahli untuk setiap anggota dewan. Kehadiran tenaga ahli diklaim dapat meningkatkan kinerja dewan. Namun, Kementerian Dalam Negeri memberikan isyarat menolak usulan tersebut karena bisa bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abdurrahman Suhaimi mengatakan, saat ini, anggota DPRD DKI Jakarta hanya mempunyai tenaga ahli yang digaji melalui kantong sendiri. Oleh karena itu, dia melemparkan wacana agar nanti gaji tenaga ahli dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.
"Kalau sekarang, kan, punya asisten pribadi yang dibayar sendiri. Kalau formal, kan, dibiayai APBD," ujar Suhaimi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).
Usulan itu menguat setelah Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ima Mahdiah menyampaikan bahwa tenaga ahli dibutuhkan bagi setiap anggota dewan agar bisa memberikan masukan terkait hal-hal spesifik di Ibu Kota. Bahkan, Ima menyebut, setidaknya setiap anggota DPRD DKI Jakarta memiliki dua tenaga ahli.
"Satu untuk bantu menerima pengaduan masyarakat. Yang kedua, untuk bantu menganalisis pengaduan yang sifatnya raperda (rancangan peraturan daerah)," tutur Ima.
Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad pun mendukung usulan tersebut. Namun, lanjut Idris, anggota legislatif harus memegang komitmen bahwa kehadiran tenaga ahli dapat meningkat kinerja mereka.
Selain itu, prinsipnya adalah ada pertanggungjawaban kepada masyarakat terhadap tenaga ahli tersebut. Prosesnya harus terbuka dan dipilih berdasarkan kompetensi.
"Kejadian di DPR, kan, kritiknya (pemilihan tenaga ahli) itu di lingkaran tim sukses saja. Lalu, masalah pertanggungjawaban kinerjanya tidak ada. Kami mendukung tata tertib apapun itu yang bisa meningkatkan kinerja," kata Idris.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta Basri Baco mengatakan, tenaga ahli dibutuhkan mengingat persoalan di DKI sangat kompleks. Namun, hal ini masih perlu dibahas lebih lanjut karena Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, belum mengatur tenaga ahli bagi setiap anggota dewan.
"Di dalam PP 18 itu diterangkan bahwa tenaga ahli itu adalah untuk fraksi. Jadi masih bisa diperdebatkan pasalnya. Artinya masih bisa digoyang," tutur Basri.
Berbeda aturan
Sebelumnya, pada tahun 2017, usulan serupa juga pernah bergulir. Akan tetapi, Kemendagri tak bisa menerima usulan tersebut lantaran tidak ada landasan hukumnya. Kemendagri saat itu pun mengacu pada PP Nomor 18/2017 dan UU Pemda.
Sampai saat ini, sikap Kemendagri ternyata belum berubah. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menyampaikan, DPRD berbeda dengan DPR sehingga rujukan tata tertib pun berbeda.
DPR merujuk Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah atau UU MD3. Adapun, DPRD merujuk Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
"Kinerja DPRD itu bukan perorangan, tetapi per alat kelengkapan DPRD. Jadi tidak ada dikenal tenaga ahli untuk setiap anggota DPRD. Yang ada hanya tim ahli atau kelompok pakar untuk setiap alat kelengkapan DPRD," ujar Akmal.
Meski demikian, Akmal mempersilakan kalau DPRD DKI Jakarta tetap ingin mengusulkan rencana tersebut. Namun, Kemendagri akan tetap berpegang pada UU yang ada.
"Dalam UU tentang Pemda, tidak dikenal tenaga ahli. Usaha, kan, boleh saja. Tetapi harus sesuai aturan," katanya.
Terkait hal ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memilih tidak mengomentari lebih jauh. Menurut Anies, biarlah wacana itu bergulir dalam rapat DPRD dulu.
"Biar dibahas dulu di DPRD. Saya tidak mau komentari dulu," ucap Anies.