Dua bupati dan seorang direktur utama BUMN ditangkap KPK selama dua hari terakhir. Para pejabat publik tersebut diduga terlibat suap.
JAKARTA, KOMPAS— Dalam dua hari terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap tiga kasus dugaan suap di tiga lokasi terpisah. Upaya penindakan yang berjalan simultan dengan pencegahan yang dilakukan KPK selama ini masih menjadi tumpuan utama pemberantasan korupsi di Indonesia.
”Lewat penangkapan ini, diketahui masih banyak kebutuhan mendasar yang dikorupsi. Dari pembangunan infrastruktur hingga bahan dasar untuk keperluan masyarakat. Pencegahan dilakukan, tapi penindakan juga diperlukan apabila kenyataannya suap semacam ini masih terus terjadi dan merugikan masyarakat,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Selasa (3/9/2019) malam.
Penangkapan pertama dilakukan tim KPK terhadap Bupati Muara Enim Ahmad Yani; staf Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim, Elfin Muhtar; serta pemilik PT Enra Sari, Robi Okta Fahlevi, pada Senin (2/9). Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait 16 proyek pembangunan jalan dengan nilai Rp 130 miliar. Diduga Yani mendapat imbalan 10 persen dari nilai proyek.
KPK menyita uang 35.000 dollar Amerika Serikat dari Elfin dan Robi. Uang tersebut diduga bukan pemberian pertama. KPK mengidentifikasi ada pemberian sebelumnya yang sudah mencapai Rp 13,4 miliar.
Selain di Muara Enim, tim KPK yang lainnya menangkap Direktur Utama PTPN III Dolly Pulungan; Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana; dan pemilik PT Fajar Mulia Transindo, Pieko Nyoto Setiadi. Mereka pun ditetapkan sebagai tersangka suap terkait distribusi gula di PTPN III tahun 2019.
Dalam kasus ini, perusahaan milik Pieko mendapatkan kuota impor gula secara rutin. Harga gula impor bulanan tersebut disepakati oleh PTPN III, Pieko, dan Ketua Asosiasi Petani Tebu RI ASB. Sejalan dengan penetapan harga itu, Dolly pun meminta imbalan kepada Pieko dan memperoleh 345.000 dollar Singapura.
Penangkapan ketiga dilakukan KPK, Selasa (3/9), di Bengkayang, Kalimantan Barat.
Tim KPK menangkap Bupati Bengkayang Suryadman Gidot atas dugaan suap terkait pekerjaan di dinas lingkungan setempat.
Dengan tiga penangkapan ini, artinya KPK telah melakukan 16 operasi tangkap tangan sepanjang 2019.
Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Jentera menilai, penangkapan-penangkapan itu membuktikan kepada publik dan pemerintah bahwa korupsi masih perlu diatasi. Berbagai langkah yang dilakukan KPK ini membuktikan lembaga ini masih diperlukan karena menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi sehingga semestinya keberadaan KPK diperkuat.
Pelaksana tugas
Menyusul penangkapan dan penetapan tersangka Ahmad Yani, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru akan mengangkat Wakil Bupati Muara Enim Juarsyah sebagai Pelaksana Harian Bupati Muara Enim. ”Saya sedih, kaget, terkejut, kehilangan teman,” kata Herman Deru seusai menghadiri pelantikan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Sumsel di Palembang.
Kemarin, sejumlah ruangan di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Muara Enim yang menjadi kantor sementara Bupati Muara Enim disegel tim KPK.
Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumsel Nunik Handayani menuturkan, sebagai kabupaten yang memiliki APBD terbesar kedua di Sumsel setelah Kota Palembang, Muara Enim memang rentan penyimpangan. Pada 2019 ini, Muara Enim memiliki anggaran hingga Rp 2,8 triliun. Jumlah tersebut belum termasuk dana hibah. ”Selain itu, di daerah tersebut banyak pertambangan dan perkebunan,” ungkapnya.