Pendirian kawasan sains dan teknologi (KST) menjadi peluang bagi daerah untuk mengembangkan ekonominya. Namun, pengembangan kawasan sains dan teknologi membutuhkan komitmen pemerintah daerah.
Oleh
M Zaid Wahyudi
·4 menit baca
LUBUKLINGGAU, KOMPAS—Pendirian kawasan sains dan teknologi (KST) menjadi peluang bagi daerah untuk mengembangkan ekonominya, mencetak perusahaan pemula berbasis teknologi, dan menyerap tenaga kerja. Namun, pengembangan kawasan sains dan teknologi membutuhkan komitmen pemerintah daerah.
"Pemerintah daerah yang ingin mengembangkan kawasan sains dan teknologi atau KST butuh sumber daya manusia yang baik untuk mengelola lembaga dan memahami tujuan KST," kata Kepala Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Totti Tjiptosumirat di sela Diskusi Kelompok Terarah Evaluasi Pelaksanaan KST Batan di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, Selasa (3/9/2019).
Pemerintah daerah yang ingin mengembangkan kawasan sains dan teknologi atau KST butuh sumber daya manusia yang baik untuk mengelola lembaga dan memahami tujuan KST.
Pengembangan KST butuh waktu lama, tidak bisa dipaksakan sesuai umur politik lima tahunan. Untuk menjalankan KST juga membutuhkan dukungan penuh pemerintah daerah, khususnya penganggaran di awal pendirian KST. Pengembangan KST juga tidak bisa hanya berorientasi proyek semata karena di masa depan KST itu harus mampu membiayai sendiri kebutuhan lembaganya.
Saat ini, Batan mengembangkan tiga KST dengan pemda, yaitu Agro Techno Park (ATP) Polewali Mandar (Polman)-Sulawesi Barat, ATP Klaten-Jawa Tengah, dan ATP Musi Rawas-Sumatera Selatan. Batan juga memiliki National-Science and Techno Park (N-STP) di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta.
"Batan mengembangan N-STP dan ATP (nama lain dari KST) dengan konsep diseminasi teknologi yang dihasilkan hingga bisa memutar roda ekonomi masyarakat dan daerah," katanya.
Sejak dikembangkan Batan pada 2015, ketiga ATP itu kini memiliki luas lahan penangkaran dan penyabaran benih padi dan kedelai yang lebih luas. Jumlah ternak sapi dalam peternakan komunal pun makin meningkat. Bahkan, ATP Polman mampu mencetak 15 perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT).
Menyiapkan sumber daya
Kepala Bidang Ekonomi Badan Penelitian Pengembangan dan Perencanaan Kabupaten Polman Moh Jumadil menambahkan tantangan terbesar untuk mendorong munculnya PPBT adalah menyiapkan sumber daya yang memadai untuk menjadi teknopreneur atau teknowirausaha.
"Calon teknopreneur minimal harus memahami komputer dan teknologi informasi serta berpendidikan SMA," katanya. Kriteria itu disyaratkan karena calon teknopreneur harus bisa membuat perencanaan bisnis, mengelola usaha, membuat sistem penggajian hingga memasarkan produknya secara daring.
Sebanyak 15 PPBT yang dibina ATP Polman itu sebagian besar adalah anak muda dengan latar belakang pendidikan dan keluarga berbasis pertanian. Kehadiran PPTB itu tak hanya menumbuhkan teknopreneur dan menyerap tenaga kerja di daerah, namun juga meningkatkan marwah pertanian, khususnya di kalangan anak muda.
Kepala Subdirektorat Kawasan Sains dan Teknologi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Yani Sofyan mengatakan KST adalah peluang besar bagi daerah untuk memunculkan PPBT dan teknopreneur baru.
Pengembangan KST di daerah sebaiknya difokuskan pada pembentukan inkubator untuk menginkubasi calon-calon wirausahawan baru. KST juga akan menghubungkan calon teknopreneur itu dengan hasil-hasil riset lembaga penelitian atau perguruan tinggi hingga hasil riset bisa dimanfaatkan masyarakat.
Bagi daerah yang potensinya di sektor pertanian, seperti di banyak daerah di Indonesia, kehadiran KST bisa mendorong tumbuhnya sektor agribisnis atau ekonomi berbasis pertanian. Dengan sentuhan teknologi, produk pertanian itu akan memiliki nilai tambah yang membuatnya memiliki banyak nilai tambah seperti lebih tahan lama.
"Asalkan dilakukan serius dan konsisten, siapa pun pemerintahannya bisa mendorong PPBT," tambahnya.
Tak hanya bagi daerah, pengembangan KST juga membuat hasil-hasil riset lembaga penelitian bisa dihiirisasi. "Selama lebih empat tahun pengembangan ATP, banyak hasil riset Batan bisa diterapkan di daerah," kata Deputi Kepala Batan Bidang Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir Efrizon Umar.
Bahkan, sejumlah hasil riset Batan itu bisa dikembangkan sejumlah ATP, seperti varietas padi Rajalele yang menjadi berumur lebih pendek, tinggi batang lebih rendah, namun rasanya tidak berubah. Ada juga varietas padi Kahayang yang memiliki produktivitas lebih baik dari sebelumnya.
Meski demikian, Totti menambahkan konsep KST yang dikembangkan Batan memang berangkat dari konsep untuk mendiseminasi hasil riset yang dihasilkan Batan hingga bisa dimanfaatkan bagi pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Konsep KST Batan itu memang sedikit berbeda dengan KST yang dikembangkan perguruan tinggi. Namun, Totti menilai perbedaan itu seharusnya tidak menimbulkan masalah karena tujuannya sama-sama ingin melaksanakan Nawa Cita Presiden Joko Widodo agar hasil riset bisa dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan kemakmuran bangsa.