Musim kemarau yang lebih panjang tahun ini telah memicu kekeringan dan berdampak terhadap penurunan produksi pada musim panen gadu.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Durasi musim kemarau yang lebih panjang tahun ini diprediksi berdampak pada produksi dan harga beras nasional. Hal itu perlu diantisipasi, antara lain, dengan pengelolaan air irigasi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, musim kemarau baru akan berakhir pada November 2019 di 161 daerah atau 47 persen zona musim, dari prakiraan umum pada Oktober.
Awal musim hujan di 253 daerah (74 persen zona musim) diprakirakan mundur jika dibandingkan dengan rata-rata 64 daerah (18,7 persen zona musim) selama 30 tahun (1981-2010).
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan, musim kemarau telah memicu kekeringan dan berdampak pada proses produksi di musim panen gadu (kemarau).
”Tonase gabah per hektar menurun karena kekurangan air. Ada juga sawah-sawah yang tidak bisa ditanami pada musim gadu,” kata Henry saat dihubungi Kompas, Rabu (4/9/2019).
Dia mencontohkan, laporan yang masuk dari SPI Lampung. SPI Lampung menyebut musim kemarau kali ini membuat produksi turun rata-rata 30 persen per hektar. Lalu, lahan di Kabupaten Metro dan Pringsewu sebagai lumbung pangan nasional, 20 persen tidak bisa ditanami karena debit air tidak mencukupi. Tidak hanya itu, sebagian sawah di Pringsewu diserang hama wereng karena kemarau, walau mampu ditangani.
Untuk itu, pengamat ekonomi pertanian Bustanul Arifin yang dihubungi terpisah mengatakan, beberapa hal perlu diantisipasi dan disiapkan petani ataupun pemerintah. Salah satunya pengelolaan air irigasi.
”Pengelolaan air perlu diperhatikan, dalam hal ini irigasi dan drainase. Itu dilakukan sambil mengevaluasi kinerja program pemanenan air yang telah dilakukan sewaktu musim hujan tempo hari. Jika sebelum musim hujan tiba, air tampungan di sekian embung air juga kering, kekeringan kali ini memang membawa dampak,” tuturnya.
Hal lain yang juga penting diperhatikan adalah pemeliharaan sistem irigasi. Pemeliharaan ini bukan hanya tanggung jawab petani atau pemilik lahan, melainkan juga pemerintah. Menurut dia, tidak banyak pemerintah daerah yang mau mengalokasikan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi di sawah berstatus irigasi teknis.
Akibatnya, luas lahan sawah berkurang drastis setidaknya dalam lima tahun terakhir. Menurut data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), jika pada 2013 luas lahan baku sawah Indonesia masih tercatat 8,1 juta hektar, pada Oktober 2018 hanya tinggal 7,1 juta hektar.
”Berkurangnya lahan membuat produksi padi berkurang. Kalau supply berkurang, harga gabah dan beras di tingkat petani pasti naik,” lanjut Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung tersebut.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2019, harga gabah kering panen di tingkat petani naik 3,04 persen ketimbang bulan sebelumnya menjadi Rp 4.759 per kilogram (kg). Adapun gabah kering giling di tingkat petani juga naik 0,60 persen dari bulan sebelumnya menjadi Rp 5.309 per kg.
Hal itu menyebabkan harga beras medium di penggilingan naik 0,14 persen dibandingkan dengan Juli 2019 menjadi Rp 9.224 per kg. Harga beras medium itu mendekati harga eceran tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 9.450 per kg untuk wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan.
Namun, kenaikan harga tersebut tidak menyumbang inflasi karena ditekan harga beras grosir dan eceran yang masing-masing turun 0,03 persen dan 0,09 persen dibandingkan dengan harga di Juli 2019.
Sementara kemarin (3/9/2019), harga beras medium rata-rata nasional di tingkat eceran sudah melebihi HET. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) mencatat, harga beras medium kualitas I dan II masing-masing Rp 11.650 per kg dan Rp 11.400 per kg.
Kepala Bagian Humas Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Tomy Wijaya mengatakan, Bulog memiliki cadangan beras sekitar 2,4 juta ton guna menstabilkan harga beras hingga akhir tahun. Dari jumlah tersebut, 10 persen atau 240.000 ton di antaranya merupakan stok beras komersial.