Kepolisian Hong Kong terus menangkapi aktivis di kota itu. Penangkapan terbaru menyasar aktivis mahasiswa pada Selasa (3/9/2019) pagi.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
HONG KONG, RABU — Kepolisian Hong Kong terus menangkapi aktivis di kota itu. Penangkapan terbaru menyasar aktivis mahasiswa pada Selasa (3/9/2019) pagi. Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Baptist University Keith Fong ditangkap pada Selasa pagi.
BEM Baptist University menyebut Keith dituding mencuri dompet. Padahal, faktanya, Keith menemukan dompet kala berunjuk rasa pekan lalu. Keith sudah mengontak pemilik dompet dan mereka berjanji akan bertemu pekan ini. BEM Baptist University menunjukkan bukti komunikasi lewat surat elektronik dan aplikasi pesan antara Keith dan pemilik dompet.
Bulan lalu, Keith ditangkap karena dituding memiliki 10 senter laser secara ilegal. Belakangan, ia dilepaskan begitu saja tanpa dakwaan, apalagi disidang.
Selain menangkap Keith, polisi juga menangkap Ivan Lam yang merupakan pemimpin Demosisto. Ia ditangkap di bandara Hong Kong kala baru tiba dari Taiwan pada Selasa pagi. Lam menyusul dua rekannya di Demosisto, Agnes Chow dan Joshua Wong, yang ditangkap pada Jumat pekan lalu. Kini, Agnes dan Joshua dikenai tahanan luar setelah membayar jaminan masing-masing 10 juta dollar Hong Kong.
Secara terpisah, polisi menangkap Michael Mo Kwan-tai. Ia dituding memimpin pengumpulan massa secara ilegal di kawasan Tai Po beberapa waktu lalu. Mo merupakan salah satu penganjur unjuk rasa di stasiun Yuen Long pada 27 Juli 2019. Unjuk rasa pada 27 Juli 2019 untuk memprotes kekerasan polisi di stasiun itu pada 21 Juli 2019.
Dengan penangkapan mereka, kepolisian Hong Kong sudah menangkap 1.117 orang gara-gara rangkaian unjuk rasa sejak Juni 2019. Sejumlah akademisi menyatakan khawatir penangkapan akan membuat massa semakin marah dan unjuk rasa berlanjut.
Dengan penangkapan mereka, kepolisian Hong Kong sudah menangkap 1.117 orang terkait unjuk rasa sejak Juni 2019.
”Sepertinya polisi secara sengaja menangkap banyak tokoh pengunjuk rasa,” kata akademisi di Universitas Lingnan, Samson Yuen.
Bohong
Asosiasi Jaksa Hong Kong menuding kepolisian kota itu berbohong. Tudingan itu terkait penangkapan Joshua Wong dan sejumlah orang lain sepanjang pekan lalu.
Ketua Asosiasi Penuntut Hong Kong William Wong menyatakan, polisi berbohong karena menyatakan penangkapan Wong dan kawan-kawan hanyalah kebetulan. ”Masyarakat tidak bisa menerima penjelasan itu. Jika masalah itu dipersoalkan di persidangan, pihak juri atau pengadilan bisa menerima penjelasan polisi,” tulisnya dalam surat elektronik kepada seluruh pegawai Kementerian Kehakiman Hong Kong.
Wong dan enam orang lain ditangkap pada Kamis dan Jumat pekan lalu. Penangkapan mereka terjadi menjelang unjuk rasa besar-besaran pada 31 Agustus 2019. Akibat penangkapan itu, sejumlah organisasi mengumumkan pembatalan unjuk rasa. Meskipun demikian, banyak orang Hong Kong tetap turun ke jalan sepanjang Sabtu dan Minggu.
William Wong meminta Kementerian Kehakiman memerintahkan kepada polisi untuk tetap jujur selama bertugas. Meskipun demikian, ia mengakui penangkapan itu tidak melanggar hukum. Walakin, sayang sekali polisi harus berbohong soal penangkapan menjelang unjuk rasa itu.
Kebohongan itu dikhawatirkan merusak sistem hukum Hong Kong yang amat bergantung pada integritas polisi Hong Kong. Sebab, dalam banyak kasus, polisi akan diajukan sebagai saksi dari kejaksaan. Para penuntut akan kesulitan mengajukan polisi sebagai saksi jika kepolisian pernah berbohong.
Kebohongan itu dikhawatirkan merusak sistem hukum Hong Kong yang amat bergantung pada integritas polisi Hong Kong.
Belum ada penjelasan kepolisian soal tudingan itu. Kepolisian malah mengumumkan telah menangkap 1.117 orang terkait rangkaian unjuk rasa di Hong Kong.
Dalam siaran pers pada Senin, Kepolisian Hong Kong mengumumkan penangkapan 159 orang. Mereka dituding terlibat berbagai pelanggaran terkait unjuk rasa sepanjang pekan lalu. ”Hong Kong sekali lagi mengalami bencana sepanjang akhir pekan lalu,” kata Wakil Kepala Kepolisian Hong Kong Mak Chin-ho.
Meski telah banyak yang ditangkap, unjuk rasa belum kunjung surut. Sejak Senin pagi, pelajar dan mahasiswa di berbagai penjuru Hong Kong mogok belajar. Pagi hari, mereka berkumpul di sekitar sekolah. Sementara siang sampai sore, mereka beramai-ramai ke Taman Tamar dekat pusat pemerintahan Hong Kong.
Pelajar dan mahasiswa memulai mogok belajar pada hari pertama perkuliahan dan sekolah setelah libur panjang. Pemogokan direncanakan berlangsung selama dua pekan. ”Saya tidak melewatkan pelajaran apa pun karena (pemogokan) ini juga bentuk belajar,” kata salah seorang mahasiswa pengunjuk rasa, Tommy.
Selama libur musim panas, sebagian mahasiswa dan pelajar ikut rangkaian unjuk rasa yang sudah berlangsung tanpa henti sejak Juni 2019. Menjelang akhir liburan, ajakan mogok kuliah dan sekolah disebar lewat berbagai forum diskusi dunia maya.
Menteri Pendidikan Hong Kong Kevin Yeung mengingatkan, kampus dan sekolah bukan tempat untuk membahas aspirasi politik atau menekan pemerintah. ”Kami ingin menjaga sekolah tetap tenang, damai, dan terbit sebagai tempat belajar,” ujarnya.
Kericuhan
Menteri Keamanan Hong Kong John Lee mengatakan, sedikitnya 100 bom molotov dilemparkan sepanjang unjuk rasa pekan lalu. Pelakunya beragam, termasuk seorang remaja berusia 13 tahun. Anak yang tidak diungkap identitasnya itu dinyatakan ikut ditangkap.
Selain itu, ada banyak yang ditangkap karena diduga terlibat berbagai pelanggaran. Sebagian dari mereka ditangkap karena dituding ikut merusak fasilitas umum. Dalam berbagai rekaman video dan foto terlihat, sejumlah pengunjuk rasa merusak fasilitas di sejumlah stasiun kereta.
Ada pula pengunjuk rasa yang hanya ramai-ramai mendatangi stasiun dan terminal bus. Sebagian malah nekat berjalan kaki di jalan tol yang mengarah ke bandara. Tujuan mereka menghalangi orang-orang ke bandara. Otoritas bandara Hong Kong mengumumkan puluhan penerbangan dibatalkan. (*/AP/AFP/RAZ)