Upaya menangkal hoaks semestinya mengedepankan solusi ilmiah dan teknologi mapan. Pendekatan teknologi seperti ini diharapkan bisa memberikan penanggulangan terbaik bagi masyarakat yang terdampak.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya menangkal hoaks semestinya mengedepankan solusi ilmiah dan teknologi mapan. Pendekatan teknologi seperti ini diharapkan bisa memberikan penanggulangan terbaik bagi masyarakat yang terdampak.
Pakar digital forensik Ruby Alamsyah, yang dihubungi pada Kamis (5/9/2019), di Jakarta, berpendapat, pemblokiran internet bukanlah solusi efektif untuk mengatasi masalah hoaks. Alasannya, dampak negatif dari pemblokiran internet akan dirasakan masyarakat lain yang membutuhkan internet untuk aktivitas pribadi dan pekerjaan.
”Semestinya, dengan pengalaman kejadian penyebaran hoaks yang sudah cukup banyak dirasakan, Indonesia bisa memiliki solusi yang lebih baik dibandingkan dengan pemblokiran internet. Penyebaran hoaks menggunakan teknologi internet dapat ditangkal menggunakan teknologi juga,” ujarnya.
Ruby menyebutkan, pemblokiran internet dengan alasan persoalan hoaks dapat menjadi preseden buruk dalam jangka panjang. Dia mengibaratkan seperti serangan DDOS di dunia peretasan. Istilah serangan DDOS bertujuan melumpuhkan jaringan dan target sistem agar lumpuh atau tidak bisa diakses.
”Jika kebijakan pemblokiran menjadi solusi satu-satunya dan rutin, bukan tidak mungkin para pihak yang ingin melumpuhkan sistem Indonesia tidak perlu repot-repot menggunakan teknik canggih DDOS. Mereka cukup menyebarkan hoaks yang meresahkan dan layanan internet akan otomatis mati,” katanya.
Terkait dengan hoaks yang mewarnai kisruh Papua dan Papua Barat, menurut Ruby, distribusinya menggunakan kumpulan beberapa platform internet, yaitu laman, media sosial, dan aplikasi pesan instan. Berbeda dengan hoaks SARA yang sebelumnya, pada kasus kali ini jumlahnya pun sangat masif.
Menurut data yang dilansir sejumlah instansi pemerintah, hoaks bersumber dari negara asing. Walaupun tidak seluruh IP address negara asing yang digunakan, Ruby memastikan pelaku benar dari negara tersebut karena bisa saja mereka menggunakan proxy. Pemblokiran total semestinya bisa mengatasi.
Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, yang dihubungi terpisah, berpandangan, pemblokiran layanan akses data seluler di Papua dan Papua Barat membuat warga tidak bisa mencari klarifikasi atas berita hoaks.
Fahmi mengemukakan, pemblokiran akses layanan data seluler tidak mematikan penyebaran hoaks. Informasi palsu bisa disebarluaskan melalui cara-cara tradisional, seperti desas-desus percakapan langsung antar-individu.
Mesin pengais konten internet negatif milik pemerintah hanya mampu mendeteksi kemunculan hoaks. Mesin ini susah memberhentikan penyebaran. Dia mengatakan, di ranah internasional belum ada perusahaan teknologi yang mempunyai perangkat untuk memutus pangkal penyebaran secara cepat.
”Untuk kisruh Papua dan Papua Barat, khususnya, hoaks yang terjadi bertujuan menggiring opini tertentu,” katanya menerangkan kompleksitas penanganan hoaks.
Sebelumnya, melalui siaran pers, Rabu (4/9/2019) pukul 21.30, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyampaikan, pemerintah secara bertahap membuka blokir layanan data di Papua dan Papua Barat mulai pukul 23.00.
Pembukaan blokir atas layanan data internet dilakukan di 19 kabupaten di Provinsi Papua, yakni Keerom, Puncak Jaya, Puncak, Asmat, Boven Digoel, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Intan Jaya, Yalimo, Lanny Jaya, Mappi, Tolikara, Nduga, Supiori, Waropen, Merauke, Biak, Yapen, dan Kabupaten Sarmi.
Pemerintah akan terus memantau situasi dalam satu atau dua hari mendatang di sepuluh kabupaten di Provinsi Papua, yakni Kabupaten Mimika, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Numfor, Kota Jayapura, Yahukimo, dan Nabire.
Pembukaan blokir atas layanan data internet juga dilakukan di Povinsi Papua Barat, yakni di Fakfak, Sorong Selatan, Raja Ampat, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, dan Tambrauw. Lalu, Maybrat, Manokwari Selatan, dan Pegunungan Arfak.
Untuk Kota Sorong, Kabupaten Sorong, dan Kota Manokwari, pemerintah akan memantau satu hingga dua hari mendatang.
Sejak Senin (19/8/2019), Kemkominfo melakukan throttling atau pelambatan akses internet untuk mencegah penyebaran hoaks yang diperkirakan kian memicu aksi yang terjadi di sana. Kemudian, dengan alasan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan Papua Barat, Kemkominfo memblokir sementara layanan data telekomunikasi mulai Rabu (21/8/2019).
Presiden Direktur dan CEO PT XL Axiata Tbk (XL) Dian Siswarini, dalam paparan perkembangan kinerja semester II-2019, mengatakan, sejak Rabu malam, XL sudah membuka blokir akses layanan data seluler. Langkah ini mengikuti arahan pemerintah.
Ketika ditanya dampak bisnis kebijakan pemblokiran, Dian menyebutkan, jangkauan pasar layanan XL di Papua dan Papua Barat masih rendah. Hal ini terlihat dari jumlah menara pemancar yang ada, yaitu hanya 20 unit.
”Pemancar di dua provinsi itu mengandalkan satelit. Belum ada kabel serat optik. Apabila jaringan tulang punggung Palapa Ring Paket Timur selesai dan kami memanfaatkannya, kami bisa berbicara dampak secara lebih banyak kepada media,” ujarnya. (MED)