Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur akan mengekskavasi temuan kepala kala di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur. BPCB sudah meninjau ke lokasi pada Rabu (4/9/2019).
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur akan mengekskavasi temuan kepala kala di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur. BPCB sudah meninjau ke lokasi pada Rabu (4/9/2019). Dugaan sementara, di tempat itu dahulu berdiri candi, tetapi roboh.
Lokasi penemuan diduga ada di sebuah punden. Punden itu terpendam di tanah kas desa. Situs arkeologi di Gedog disinggung dalam buku History of Java karya Gubernur Jenderal Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles. Namun, untuk memastikan hal itu, perlu kajian lebih lanjut.
Arkeolog BPCB Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho, saat dihubungi pada Kamis, mengatakan, dalam buku History of Java disebutkan adanya Candi Gedok. ”Masyarakat setempat mengaitkan situs yang selama ini dikenal sebagai punden dengan Candi Gedog. Cuman, sejauh ini belum dilakukan apa-apa sampai kemarin ditemukan kala oleh warga,” ujarnya.
Pihaknya sudah memeriksa tujuh titik di lokasi tersebut dan menemukan ada tatanan batu bata dan batu andesit berbentuk kotak. Toiran (59), salah satu warga Gedog, menemukan batu dengan relief mirip wajah kala saat mengolah lahan jagung miliknya beberapa pekan lalu dan baru dilaporkan awal September ke pihak berwenang. Akhirnya, tim dari BPCB Jawa Timur meninjau lokasi.
Sebelum penemuan kepala kala yang berjarak sekitar 25 meter di sisi selatan punden desa, menurut Wicaksono, di sekitar lokasi juga pernah ditemukan yoni berukuran cukup besar, yakni 80 sentimeter (cm) x 80 cm dengan tinggi 80 cm.
Temuan ini memperkuat dugaan bahwa di tempat itu pernah ada bangunan candi. ”Menurut keterangan warga, dulu pernah berdiri candi di daerah itu dan roboh ke arah selatan. Kalau ceritanya seperti itu benar, maka benar juga jika kemudian posisi kepala kala ditemukan di sisi selatan,” ucapnya.
Menurut rencana, ekskavasi dilakukan awal Oktober nanti. ”Begitu pula untuk memperkuat dugaan yang di buku History of Java perlu dikaji lebih lanjut karena di buku itu hanya disebut temple. Kalau, misalnya, kepala kala benar bagian dari candi atau lepas dari mana? Lokasi fondasi di mana? Itu yang perlu dicari,” tutur Wicaksono.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Blitar Tri Iman Prasetyono mengatakan, pihaknya masih menunggu rekomendasi dari BPCB mengenai apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Blitar.
”Kami masih menunggu kesimpulan seperti apa dan apa yang harus kami lakukan. Informasi sementara, situs itu dibangun pada era Majapahit, tetapi kemungkinan tidak lebih tua dari Candi Penataran yang berjarak 11-12 kilometer di sisi utara,” ujarnya.
Menurut Tri Iman, temuan ini menambah perbendaharaan benda arkeologis di Blitar Raya. Bagi Kota Blitar, ini merupakan penemuan kedua setelah tahun 2010 ditemukan prasasti Karangtengah di Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Sananwetan.
Informasi sementara, situs itu dibangun pada era Majapahit, tetapi kemungkinan tidak lebih tua dari Candi Penataran yang berjarak 11-12 kilometer di sisi utara.
”Prasasti itu semacam sertifikat tanah dan sampai sekarang isinya belum diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Kalau di wilayah Kota Blitar, temuan arkeologi memang tidak sebanyak di Kabupaten Blitar,” katanya.
Penataran
Salah satu peninggalan purbakala terbesar di wilayah Blitar, bahkan Jawa Timur, adalah Candi Penataran di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Candi yang dibangun pada masa Kerajaan Kediri (abad ke-13 awal) dan berlanjut sampai Majapahit (abad ke-15 awal) ini menyimpan banyak relief menarik.
Juru pelihara Candi Penataran, Bondan Siswanto, beberapa waktu lalu, menuturkan, pada candi induk di Penataran terdapat cerita Ramayana (di tingkat pertama), Kresnayana (tingkat kedua), serta naga dan singa bersayap di tingkat ketiga.
Selain itu, di pendapa teras juga terdapat relief cerita percintaan Panji Asmorobangun atau Inu Kertapati dari Kerajaan Jenggala dengan Dewi Sekartaji atau Galuh Chandra Kirana dari Kerajaan Kediri.
Relief Panji terpahat di dinding bangunan persegi empat berukuran 29,5 meter x 9,22 meter dan disebut-sebut lebih lengkap dibandingkan dengan relief cerita sejenis yang ada di candi lain di Jawa Timur.