DKI Jakarta mengharapkan ada insentif bagi bus listrik agar harga bus listrik bisa dipangkas. Bus listrik juga menunggu kelengkapan administrasi dari pusat untuk bisa beroperasi.
Oleh
Aguido Adri/Ayu Pratiwi
·3 menit baca
DKI Jakarta mengharapkan ada insentif bagi bus listrik agar harga bus listrik bisa dipangkas. Bus listrik juga menunggu kelengkapan administrasi dari pusat untuk bisa beroperasi.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunggu aturan lanjutan dari pemerintah pusat atas terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
”Kajian perlu dilakukan (atas Peraturan Presiden/Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan), salah satunya insentif kepada transportasi publik. Harga kendaraan (transportasi) publik cukup tinggi atau mahal karena terkena pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 40 persen. Makanya, kami minta pemerintah bisa membantu memberikan insentif untuk trasportasi publik listrik,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, Rabu (4/9/2019), di Jakarta.
Ia melanjutkan, harga bus menyumbang 20 persen biaya per kilometer. Dengan memberikan insentif kepada transportasi publik, diharapkan biaya operasional juga turun sehingga pemprov bisa menginstruksikan ke operator penyedia layanan transportasi untuk memakai bus listrik.
Kendaraan listrik, menurut Syafrin, merupakan salah satu jenis kendaraan yang dikecualikan dari aturan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap. ”Ini insentif Pemprov DKI kepada warga Jakarta yang berperan aktif meningkatkan kualitas udara,” katanya.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan peraturan menteri sebagai turunan Perpres 55/2019. Aturan itu terkait uji tipe kendaraan bermotor listrik dan uji berkala transportasi publik.
Kewenangan memberikan insentif fiskal terkait pajak kendaraan bermotor, menurut Budi, ada di Kementerian Keuangan.
Bus belum beroperasi
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Agung Wicaksono belum bisa memastikan operasional komersial bus listrik karena belum semua bus memiliki sertifikat uji tipe dari Kementerian Perhubungan.
Ada tiga bus listrik yang diajukan uji tipe kendaraan bermotor. Satu di antaranya memperoleh sertifikat uji tipe kendaraan, yakni bus Indonesia yang dibuat PT Mobil Anak Bangsa (MAB). Dua bus listrik lainnya berasal dari China, yakni Build Your Dream (BYD).
Sertifikat uji tipe menjadi syarat memeroleh Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) serta pelat kuning khusus angkutan umum.
”Selain sertifikat uji tipe, diperlukan juga penetapan BBNKB (bea balik nama kendaraan bermotor) dari Kementerian Dalam Negeri dan nilai pajak kendaraan bermotor dari Kementerian Keuangan. Saat ini, aturannya belum ada meskipun Perpres tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik telah dikeluarkan,” ujar Agung.
Pada Mei-Juni, bus listrik diuji coba dan disosialisasikan di tempat wisata, seperti Monas, Ancol, dan TMII. Lebih 13.000 penumpang mencoba bus listrik. Akhir Agustus 2019, bus listrik diuji coba di jalan raya. Kali ini, bus mengangkut galon air seberat 16 ton dalam rangka uji kapasitas baterai bus.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, turunan aturan dari Perpres 55/2019 memerlukan sinergi kebijakan dan indikator kinerja utama kementerian dan lembaga terkait.
Perpres 55/2019 positif menekan polusi sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Kebijakan itu secara simultan mengurangi kemacetan, menekan kecelakaan, dan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM).
”Insentif pengembangan transportasi umum menggunakan kendaraan bermotor listrik harus diberikan lebih besar ketimbang insentif pengembangan untuk kendaraan pribadi listrik. Jika benar-benar serius (mendorong penggunaan angkutan umum), insentif untuk transportasi umum harus lebih diprioritaskan,” kata Djoko.