Indeks saham Hong Kong melonjak pada Rabu (4/9/2019) sebagai respons langsung atas pernyataan laporan Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam yang bakal secara resmi menarik RUU Ekstradisi.
Oleh
·3 menit baca
Pasar saham di Hong Kong mendorong naiknya mayoritas saham Asia pasca-pengumuman penarikan RUU Ekstradisi. Perkembangan selanjutnya bakal ikut menentukan.
HONG KONG, RABU — Indeks saham Hong Kong melonjak pada Rabu (4/9/2019) sebagai respons langsung atas pernyataan laporan Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam yang bakal secara resmi menarik Rancangan Undang-Undang Ekstradisi yang telah memicu protes berbulan-bulan.
Berita dari Hong Kong itu memberi kelegaan sekaligus jeda bagi investor di tengah kekhawatiran resesi ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat-China.
Indeks MSCI Hong Kong melonjak 5,4 persen. Hal itu merupakan kenaikan terbesar sejak Oktober 2011. Kenaikan itu terjadi atas saham-saham sejumlah perusahaan properti. Menurut catatan Bloomberg, lonjakan 9 persen lebih terjadi pada saham-saham Wharf Real Estate Investment Co, New World Development Co, dan Sun Hung Kai Properties Ltd.
Indeks Hang Seng juga ditutup melonjak 3,9 persen. Naiknya indeks saham Hong Kong mendorong kenaikan saham- saham di kawasan Asia. Indeks MSCI untuk saham-saham pasar berkembang mencatat tertinggi baru dalam tiga pekan. Bursa saham Eropa juga terdorong naik.
Di pasar mata uang, nilai tukar dollar Hong Kong menanjak sekitar 0,08 persen terhadap dollar AS. Kondisi itu pun mendorong kenaikan mata uang-mata uang utama dengan kenaikan tertinggi dalam kurun waktu 11 pekan terakhir.
Penarikan RUU Ekstradisi yang sebelumnya menjadi sumber kekhawatiran utama publik di Hong Kong dan investor di pasar keuangan, khususnya karena akan memungkinkan ekstradisi ke daratan China, menjadi jeda bagi pasar. Hal ini dilakukan setelah dalam tiga bulan terakhir kekhawatiran lebih jauh tentang Hong Kong menjadi-jadi seiring aksi protes berkepanjangan. Aksi itu diwarnai kerusuhan dan penangkapan 900 pengunjuk rasa. Hong Kong pun didera krisis terburuk dalam beberapa dekade terakhir.
”Masih harus dilihat apakah akan cukup untuk membalikkan kondisi buruk dan ketidakpercayaan di antara orang-orang Hong Kong dan eksekutifnya, tetapi (keputusan) itu setidaknya merupakan awal,” kata Michael Hewson, Kepala Analis Pasar di CMC Markets.
Sejumlah analis mengingatkan, perkembangan lebih lanjut terkait Hong Kong masih harus ditunggu dan dipastikan. Sentimen bisa menjadi negatif, khususnya jika Lam dan otoritas Hong Kong tidak menggubris tuntutan pembentukan komisi penyelidikan independen terhadap kekerasan polisi atas para demonstran. ”Kekerasan mungkin mereda di Hong Kong, tetapi protes kemungkinan akan berlanjut sampai tuntutan lain dipenuhi,” kata Edward Moya dari lembaga Oanda dalam sebuah laporannya.
Para pengunjuk rasa di Hong Kong memang mengeluhkan pemerintahan Lam dan Beijing yang menurut warga telah mengikis tingkat keotonomian yang dijanjikan ketika bekas koloni Inggris itu kembali kepada China pada 1997. Protes atas RUU Ekstradisi sendiri telah meluas hingga mencakup tuntutan untuk demokrasi secara universal dan agar Lam mundur dari posisinya.
Kelanjutan perang dagang
Sentimen positif bagi para pelaku pasar kemarin ditambah data dari China yang menunjukkan tingkat ekspansi tercepat sektor jasa dalam tiga bulan pada Agustus. Data tersebut meredakan beberapa kekhawatiran pelambatan di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu. Apalagi, baru saja pada akhir pekan lalu AS-China saling berbalas penerapan tarif impor.
Dari AS, sektor manufakturnya dilaporkan mengalami konstraksi pada Agustus—pertama kali sejak 2016—di tengah kekhawatiran pelemahan ekonomi global sekaligus resesi di AS. Pelemahan itu terlihat pada laporan yang dirilis Institute for Supply Management pada Selasa.
Dari Australia diberitakan, pertumbuhan ekonomi negeri itu tumbuh ke level terendah dalam satu dekade, yaitu 1,4 persen secara tahunan. Pemerintah pun berupaya meyakinkan agar tidak terjadi resesi.