”Konten” Tawuran Buat Nyawa Melayang
Jika Youtuber dan Instagrammer mampu meraup pundi-pundi rupiah dengan konten, sekelompok pemuda di Cirebon, Jawa Barat, malah bisa menghabisi nyawa seseorang karena konten.
Jika Youtuber mampu meraup pundi-pundi rupiah dengan konten, sekelompok pemuda di Cirebon, Jawa Barat, malah bisa menghabisi nyawa seseorang karena konten. Semua bermula dari jari, lalu menjelma senjata tajam.
”Dia (Indra) nantang lewat Instagram. Katanya, ’ayo ketemuan konten di Jagasatru’. Ini kode untuk tawuran,” ucap Ac (19), salah satu tersangka pembunuhan, di Markas Kepolisian Resor Cirebon Kota, Jawa Barat, Rabu (4/9/2019).
Siang itu, bersama dua rekan satu kelompoknya, wajah Ac ditutup topeng dengan lubang di bagian mata dan mulutnya. Mengenakan seragam tahanan berwarna biru, kepala mereka tertunduk. Pandangannya mengarah ke dua kakinya yang tanpa alas. Polisi dengan laras panjang berdiri di kedua sudut.
Dengan suara terbata-bata, Ac menuturkan kisahnya setelah menerima kode konten. Bersama enam rekannya, Ac menembus dinginnya malam dengan sepeda motor menuju jembatan Pasar Jagasatru, Sabtu (17/8/2019).
Celurit dengan gagang sepanjang 1 meter, sebatang bambu, dan dua batu ikut dibawa. Hari itu mereka terpenjara amarah tepat di hari kemerdekaan republik ini.
Baca Juga : Tawuran yang Tidak Mengenal Waktu
Ketika bertemu Indra Zaeni (18), anggota geng lawan, mereka membabi buta. Ada yang membacok dada, kaki, hingga melemparkan petasan. Indra tewas. Tidak lama kemudian, empat pelaku ditangkap. Ac dan kedua temannya menyusul belakangan.
”Saya baru satu kali ini ikut tawuran,” ucap Ac yang masih duduk di bangku kelas XII salah satu sekolah menengah kejuruan swasta di Cirebon.
Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy tidak buru-buru percaya. Ia malah beberapa kali mengulang pertanyaannya, ”Mengapa tega ikut mengeroyok korban sampai tewas?”. ”Dia (Indra) nantang konten, sih, Pak,” kata warga Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, tersebut mengulang jawabannya.
Roland menilai, para pemuda tersebut menjelma beringas demi eksistensi. Bagi yang mengerti makna konten di media sosial, kode itu bak unjuk kekuatan. Didiamkan bisa mendapat cap penakut. Kata orang Jakarta, lo jual gue beli.
Dunia maya seperti panggung penentuan harga diri. Sehari setelah Indra tewas karena dipicu konten di Instagram, giliran AR dan DM, pelajar berumur 16 tahun, tersulut emosi setelah menerima pesan tawuran via Whatsapp oleh geng lain. Minggu (18/8/2019) sekitar pukul 02.00, mereka datang ke perempatan Pilang Jalan Slamet Riyadi, Kota Cirebon.
AR memegang celurit yang dimodifikasi tersambung dengan pipa besi. Anak tukang las itu membikin senjatanya sendiri. Sementara DM membawa celurit pendek yang disembunyikan di balik jaket merah muda. Tiba di lokasi, keduanya disambut lemparan batu. Kedua geng saling hantam. RIH (16), seorang pelajar, mengalami luka bacok di punggung karena terkena senjata tajam DM.
AR memegang celurit yang dimodifikasi tersambung dengan pipa besi. Anak tukang las itu membikin senjatanya sendiri. Sementara DM membawa celurit pendek yang disembunyikan di balik jaket merah muda.
Beruntung, warga segera mengakhiri tawuran sehingga korban jiwa tidak berjatuhan. AD dan DM kini menginap di penjara sembari menunggu sidang. Untuk sementara waktu, sekolah telah usai bagi mereka.
Meskipun berbeda pelaku, waktu, dan tempat, kedua kasus tawuran itu bermula dari media sosial. Roland meyakini, pola serupa terjadi dalam kasus tawuran yang belakangan seperti waktu kunjungan ke dokter.
”Seminggu itu, bisa dua sampai tiga kali kasus tawuran,” ucapnya.
Baca Juga : Janjian Tawuran di Media Sosial Satu Pemuda Tewas
Itu sebabnya, patroli siber digencarkan. Polisi menelusuri kode yang digunakan para anggota geng di media sosial. Salah satunya kode konten.
”Dari identifikasi kami, ada 11 akun yang isinya mengajak tawuran. Ini sudah kami blokir. Setidaknya ada 15 geng yang didominasi pelajar berpotensi tawuran,” paparnya. Roland mengklaim, pascapatroli siber tersebut, dalam dua pekan terakhir, tawuran dapat dicegah.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Deny Sunjaya mengatakan, polisi dan para anggota geng seperti kucing-kucingan. Mereka berpindah-pindah. ”Kami tempatkan personel di Jalan Perjuangan. Eh, mereka malah pindah ke Jalan Cipto Mangunkusumo atau Wahidin. Ini kendalanya,” katanya.
Dalam waktu dekat, Polres Cirebon Kota bakal menginisiasi deklarasi pelajar menolak tawuran. Roland mengatakan, ia telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Jabar Wilayah X yang membawahkan sekolah menengah atas dan sederajat di Cirebon. Ia juga sudah mengirim surat kepada Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis.
Kami meminta pihak sekolah yang anak didiknya terlibat tawuran melakukan evaluasi. Misalnya, siswa tidak diperbolehkan pulang cepat. Kalau ada siswa yang beberapa kali tawuran, harus dikembalikan kepada orangtuanya.
”Kami meminta pihak sekolah yang anak didiknya terlibat tawuran melakukan evaluasi. Misalnya, siswa tidak diperbolehkan pulang cepat. Kalau ada siswa yang beberapa kali tawuran, harus dikembalikan kepada orangtuanya,” ujar Roland.
Farida Mahri, pendiri Sekolah Alam Wangsakerta, menilai, maraknya fenomena tawuran di Cirebon menunjukkan ada masalah dengan sistem pendidikan di sekolah. ”Mereka cuma dimarahin, diminta manut, dan disalahkan. Padahal, mereka butuh diberikan ruang dan didengarkan,”ujar Farida yang merangkul anak-anak putus sekolah di Cirebon.
Jika memang ruang ekspresi diri di Kota Cirebon semakin sulit didapatkan karena sesak dengan bangunan beton, mengapa para anggota geng itu tidak membuat konten kreatif seperti Youtuber? Bukan malah bikin kode konten yang berakhir di penjara bahkan liang kubur. Kalau sudah di sana, mau ngirim kode konten ke siapa?