Lahan Pangan Ibu Kota Baru
Lahan seluas 96.000 hektar dibutuhkan untuk menopang kebutuhan pangan penduduk di Kalimantan Timur yang bakal menjadi lokasi ibu kota yang baru.
SAMARINDA, KOMPAS Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyiapkan strategi pengembangan pertanian penyangga pangan untuk masyarakat dan aparatur sipil negara di calon ibu kota negara yang baru. Pemerintah daerah menyiapkan skema pengoptimalan dan perluasan lahan di bidang pertanian dan peternakan.
Kini, kebutuhan pangan di Kaltim disediakan bagi 3,57 juta penduduk di 10 kabupaten/kota. Pemindahan ASN pusat ke ibu kota negara baru di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara diperkirakan menambah jumlah penduduk Kaltim hingga 5,58 juta jiwa.
Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (Pangan TPH) Kaltim mencatat, ketersediaan beras lokal tahun 2018 sebanyak 288.353 ton. Sementara kebutuhan beras tahun itu 328.423 ton. Kekurangan beras sekitar 12 persen itu disuplai dari luar pulau.
Kepala Bulog Divisi Regional Kaltim dan Kalimantan Utara Arwakhudin Widiarso mengatakan, rata-rata defisit kebutuhan beras di Kaltim 270.000 ton per tahun. ”Pemenuhan kekurangan beras di Kaltim berasal dari Sulawesi Selatan 50 persen, Jawa Timur 40 persen, dan daerah lain 10 persen,” kata Arwakhudin, Rabu (4/9/2019).
Kepala Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan Dinas Pangan TPH Kaltim Muhammad Alimuddin mengatakan, ketersediaan pangan di Kaltim akan ditingkatkan mulai tahun ini. Peningkatan kebutuhan pangan dihitung dari estimasi penambahan jumlah penduduk ke Kaltim, yakni 184.000 orang per tahun hingga tahun 2023.
”Dengan estimasi itu, rata-rata peningkatan kebutuhan beras 3,8 persen setiap tahun hingga 2024. Ketersediaan beras lokal akan kami tingkatkan dengan target tahun 2023 Kaltim sudah swasembada beras,” katanya.
Kementerian Pertanian menghitung, kebutuhan lahan pangan untuk beras, jagung, bawang merah, cabai, dan tebu untuk 5,58 juta jiwa di Kaltim adalah 96.000 hektar. Kebutuhan lahan paling besar adalah untuk padi, yakni 60.000 hektar. Berdasarkan pemetaan awal, Kaltim masih kekurangan 14.607 hektar.
Optimalisasi lahan pertanian dan irigasi akan dilakukan Pemprov Kaltim untuk menyiasati kekurangan itu. Dinas Pangan TPH berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum untuk membuat jaringan irigasi di sekitar daerah pertanian.
Saat ini, pertanian padi Kaltim menggunakan pola tadah hujan. Panen hanya bisa satu kali dalam setahun karena mengandalkan air hujan. Jika saluran irigasi dimaksimalkan ke sekitar lahan pertanian, ditargetkan panen padi bisa dua kali dalam setahun.
Perluasan lahan juga akan dilakukan untuk menaikkan produksi padi. Perluasan lahan padi gunung dilakukan dengan sistem tumpang sari dengan komoditas perkebunan dan kehutanan. ”Target tumpang sari tahun ini 3.500 hektar di Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Berau, Samarinda, dan Mahakam Ulu,” kata Alimuddin.
Untuk kebutuhan daging, Kementan memprediksi kebutuhan 37.000 ton daging ternak bagi 5,58 juta penduduk. Integrasi peternakan dan kebun sawit akan dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan itu.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim Dadang Sudarya mengatakan, delapan perusahaan sawit dan batubara membuat nota kesepahaman dengan Pemprov Kaltim untuk integrasi usaha sawit-sapi potong. ”Target kami, 3.211 sapi dari 108 perusahaan yang berkomitmen. Saat ini baru terealisasi 68 ekor di lima perusahaan,” kata Dadang.
Potensi ternak sapi dengan pola integrasi sawit-sapi ini cukup besar. Luas perkebunan sawit di Kaltim hampir 1,2 juta hektar. Jika diasumsikan seekor sapi dikembangkan di tiap hektar lahan, ada 1,2 juta sapi yang bisa dikembangkan.
Tata kelola air
Persoalan tata kelola air baku dan air bersih di kawasan ibu kota baru juga harus diperhatikan. Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air di sana harus bisa dijamin. Hal itu mengemuka dalam Seri Diskusi Ahli Ikatan Alumni Universitas Brawijaya, kemarin, di Malang, Jawa Timur.
Diskusi bertajuk ”Tata Kelola Air Baku dan Air Bersih di Kawasan Ibu Kota Negara Baru Kalimantan Timur” itu dihadiri pembicara Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Fauzi Idris; Direktur Utama Perum Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan; dan pakar pengairan Universitas Brawijaya, Mohammad Bisri.
”Potensi air ada, tetapi masih butuh pembangunan fisik, seperti bendungan, karena lokasi tersebut mengandalkan air permukaan (air sungai). Itu butuh waktu lama. Oleh karena itu, tata kelola air di sana harus jadi perhatian serius pemerintah saat ini,” ujar Bisri. (CIP/DIA)