Menanti Inovasi Anak Muda Desa
Berbagai potensi desa membutuhkan sinergi dukungan dan inovasi untuk bisa mengoptimalkan kekayaan alam, sumber daya manusia, serta budaya desa yang ada.
Berbagai potensi desa membutuhkan sinergi dukungan dan inovasi untuk bisa mengoptimalkan kekayaan alam, sumber daya manusia, serta budaya desa yang ada. Salah satu dukungan yang diharapkan datang dari tokoh muda lokal diharapkan bisa berperan meningkatkan produktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa.
Dana Desa telah dimanfaatkan untuk pembangunan jalan desa, jembatan, pasar, embung, air bersih, serta sarana pendidikan dan kesehatan untuk kemandirian desa. Hanya saja, perkembangan tersebut baru mengubah wujud fisik desa saja.
Padahal, pengelolaan Dana Desa memiliki beberapa aspek, salah satunya adalah partisipasi, dengan mengandalkan sumber daya manusia yang ada di desa sebagai subyek pelaksana pembangunan. Optimalisasi dana desa dapat melibatkan tokoh-tokoh muda desa.
Baca juga: Tokoh Muda Lokal bawa Perubahan di Desa
Asumsinya, tokoh muda desa memiliki pengalaman dan kemampuan mengenal potensi desanya karena bukan hanya berdomisili, melainkan juga beraktivitas sehari-hari di desanya. Lalu, seperti apa model sinergi dukungan tokoh muda desa yang diharapkan?
Kompas bekerja sama dengan Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada (DPkM UGM) melakukan survei kualitatif di lebih dari 159 desa untuk melihat dinamika perubahan dan kemunculan tokoh muda di desa.
Wilayah penelitian ini diambil secara agregat nasional dengan sebaran sekitar 124 desa di wilayah bagian barat, 29 desa di wilayah tengah, dan 6 desa di wilayah timur Indonesia. Hasil survei selanjutnya diolah menggunakan analisis quality scorecard deployment (Rika Fatimah, 2014) untuk mengidentifikasi aktivitas perubahan yang diharapkan dari tokoh muda penggerak desa.
Prioritas
Aspek pertama yang harus diperhatikan adalah pengenalan potensi desa. Desa memiliki berbagai karakteristik sesuai dengan kondisi geografis, lokasi, serta potensi alam, budaya, dan wisata yang dimilikinya. Dengan mengenali karakteristik desa, sinergi dukungan diharapkan dapat lebih maksimal. Pasalnya, masing-masing profil desa dengan keunikannya tersebut mengharapkan berbagai tindakan perubahan yang berbeda satu sama lain.
Dengan mempertimbangkan potensi desa, aktivitas perubahan yang paling diharapkan masyarakat adalah pelestarian, peningkatan sumber daya manusia, dan adanya keterbukaan. Selanjutnya, berbagai upaya yang telah dimulai oleh tokoh-tokoh muda di desa tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan supaya potensi desa dapat terus dioptimalkan. Di sisi lain, semangat inovasi yang telah dihadirkan para tokoh muda dari desa dapat ditularkan terhadap pemuda-pemuda di desa tersebut, bahkan di desa lainnya.
Prioritas tindakan dengan bobot paling tinggi yang diharapkan dari tokoh penggerak muda dari desa adalah pelestarian. Pelestarian terkait dengan berbagai upaya untuk memelihara, menjaga, mengupayakan lingkungan alam, buatan, dan sosial tetap lestari.
Pengembangan sumber daya manusia juga dibutuhkan di desa. Pengembangan selain pendidikan formal, bisa berupa pelatihan kepada masyarakat desa melalui sejumlah balai pengembangan latihan masyarakat Kemendesa yang tersebar di sejumlah provinsi.
Kehadiran tokoh muda di daerah tersebut menjadi kebutuhan tak terhindarkan untuk dapat menggerakkan semangat dan kesadaran warga melakukan upaya-upaya untuk memenuhi keterbatasan yang dimiliki desanya.
Selanjutnya adalah keterbukaan. Anak muda penggerak perubahan di desa diharapkan bisa mengubah sikap warga desa untuk lebih terbuka menerima berbagai masukan dari warga desa lainnya baik dari generasi tua ataupun muda.
Keterbukaan pola pikir terhadap perubahan dunia luar juga dapat ditularkan oleh tokoh penggerak muda terhadap warga di desanya. Warga desa menjadi tercerahkan, tidak menutup mata, dan ikut memikirkan solusi dari permasalahan yang terjadi di desanya.
Profil desa menurut persepsi warga di 159 desa sampel yang menjadi lokasi KKN ada 19, di antaranya adalah desa berkembang, perbatasan, transmigrasi/kepulauan, wisata, siaga/bencana alam, dan desa event/produktif.
Desa berkembang
Profil desa berkembang mendapat bobot nilai tertinggi dari keseluruhan desa sampel. Desa berkembang ini berbeda dengan definisi desa dalam Indeks Desa Berkembang versi Kemendesa.
Desa berkembang ini adalah versi warga, yaitu desa yang masyarakatnya telah memiliki kesadaran untuk memersiapkan berbagai potensi desa. Hanya saja belum ada upaya dari pemerintah ataupun masyarakat sendiri untuk mengelolanya.
Salah satu desa berkembang lokasi KKN adalah Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Desa ini mempunyai sejumlah prestasi, di antaranya Peringkat II Desa Terbaik dalam Lomba Desa Tingkat DIY 2018. Tahun ini, Desa Gerbosari juga terpilih menjadi Duta Provinsi DI Yogyakarta dalam Lomba Halaman Asri Teratur dan Nyaman PKK Tingkat Nasional.
Baca Juga: Memutar Roda Perubahan Desa
Produk unggulan desa yang bertopografi perbukitan dan pegunungan tersebut adalah kawasan wisata Krisan dan Suroloyo yang termasuk dalam kawasan wisata strategis Candi Barabudur. Tak hanya desa wisata, desa ini juga cukup dikenal dengan perkebunan kopi Arabika Suroloyo dan durian.
Kemajuan desa di lereng Perbukitan Menoreh ini berkat kerja sama aparat desa yang dipimpin oleh Damar dan warganya. Damar dan aparatnya juga telah berinovasi mengembangkan situs Desa Gerbosari yang di dalamnya terdapat aplikasi Simdes (sistem monitoring anggaran dan akuntabilitas desa), SIAPDES (aplikasi untuk aparatur pemerintah desa), serta LAPOR (wadah warga desa menyalurkan aspirasi dan pengaduan daring).
Damar, sebagai kepala desa muda, menjadi salah satu gambaran tokoh muda lokal yang berhasil mengembangkan desa tempat kelahirannya menjadi desa berkembang. Namun, warga desa setempat berharap sistem, pengembangan, dan kebijakan yang telah dikembangkan oleh Damar dan aparat pemerintahan desa bisa berkelanjutan dan diteruskan oleh kepala desa periode berikutnya.
Warga desa juga menginginkan adanya pembinaan sumber daya manusia. Tak hanya dengan pendidikan formal, tetapi juga menanti upaya pemberdayaan masyarakat. Di antaranya, pada sektor pertanian durian, kerajinan batik dan biola, serta industri hilir perkebunan kopi Arabika. Di sisi lain, warga juga terus berharap adanya keterbukaan pola pikir dari tokoh-tokoh muda lainnya.
Desa wisata
Desa wisata menjadi salah satu program dari Kemendesa sejak 2017. Desa wisata hadir dengan melakukan integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
Desa wisata biasanya memiliki kecenderungan kawasan perdesaan yang memiliki kekhasan dan daya tarik sebagai tujuan wisata. Desa wisata hanya dapat terwujud jika ada keterlibatan semua unsur desa. Mulai dari petinggi, kepala desa, perangkat desa, sampai struktural RT dan warga masyarakat setempat memiliki andil di dalamnya.
Desa wisata membutuhkan kehadiran tokoh muda penggerak untuk dapat membawa pelestarian, peningkatan sumber kapital manusia, dan membuka pola pikir. Salah satu tokoh muda yang membawa perubahan berupa kesadaran akan potensi sumber daya manusia dan alam adalah Junaedi, di Desa Sumbersari, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Junaedi membentuk kelompok sadar wisata (pokdarwis) di Desa Sumbersari, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Junaedi aktif mengajak masyarakat desa untuk melaksanakan pemetaan potensi desa dari segi sumber daya manusia ataupun alamnya. Tahun 2017, muncul ide untuk menciptakan desa wisata kesehatan di Sumberarum. Rumah Edukasi Diabetes Mellitus pun terwujud dan menjadi ikon popular desa tersebut.
Desa transmigrasi
Desa transmigrasi dan kepulauan juga menjadi karakteristik desa yang menjadi lokasi KKN UGM 2019. Desa transmigrasi merupakan wilayah yang dibentuk akibat adanya program transmigrasi. Sementara desa kepulauan merupakan desa yang terletak di kepulauan dengan ciri khas hanya dapat diakses lewat jalur feri.
Baik desa transmigrasi ataupun kepulauan memiliki kesamaan, yakni membutuhkan pembangunan infrastruktur, seperti membangun jalan dan pendidikan. Banyak warganya berasal dari luar pulau dan provinsi.
Kehadiran tokoh muda di daerah tersebut menjadi kebutuhan tak terhindarkan untuk dapat menggerakkan semangat dan kesadaran warga melakukan upaya-upaya untuk memenuhi keterbatasan yang dimiliki desanya.
Baca juga: Menatap Orientasi Desa
Seperti yang dilakukan oleh Abdul Wahab di desa kepulauan, yakni Pulau Marabatuan, Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Upaya pelestarian menjadi pilihannya demi melihat kondisi di desa yang marak dengan penambangan pasir liar, sampah laut, dan keberadaan penyu.
Abdul Wahab yang tergabung dalam Pemerhati Alam dan Masalah Lingkungan melakukan upaya yang fokus pada konservasi penyu, penghentian penambangan pasir liar, dan penanggulangan sampah laut.
Desa siaga bencana
Lokasi lain yang menjadi desa KKN UGM adalah desa siaga bencana. Desa ini rawan bencana alam. Namun, penduduknya telah memiliki kesadaran akan pentingnya mencegah dan mengatasi masalah bencana secara mandiri.
Desa Margoyoso, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, salah satunya. Warga Desa ini khususnya di enam dusun, setiap musim hujan tiba selalu was-was pada ancaman longsor. Tercatat dalam laman Suara Merdeka, November 2018, hujan lebat di Margoyoso mengakibatkan tanah longsor dan menimbulkan kerusakan rumah warga.
Ancaman longsor yang terus terjadi membuat pemerintah desa membentuk Organisasi Pengurangan Risiko Bencana. Organisasi yang disebut Forum Tanggap ing Sasmito tersebut merupakan relawan bencana yang terdiri atas berbagai elemen desa, termasuk Karang Taruna Tunas Bangsa.
Masyarakat berharap Organisasi Tanggap ing Sasmito yang dikelola oleh Samroni bisa terus ada dan berkelanjutan. Organisasi ini harus terus berkembang untuk mencegah dan mengantisipasi bencana longsor yang terus mengancam.
Prioritas tindakan dengan bobot paling tinggi yang diharapkan dari tokoh penggerak muda dari desa adalah pelestarian. Pelestarian terkait dengan berbagai upaya untuk memelihara, menjaga, mengupayakan lingkungan alam, buatan, dan sosial tetap lestari.
Sikap persatuan antarwarga paling dibutuhkan untuk bersama-sama mengatasi bencana yang setiap saat bisa terjadi. Tak lupa, soal kesadaran diri yang harus terus ada supaya tidak terlena menghadapi ancaman bencana yang ada.
Organisasi tersebut diharapkan tidak hanya bergerak untuk mengadakan simulasi bencana, tetapi juga bisa mengajarkan kepada masing-masing warga upaya penyelamatan diri. Terpenting adalah mengajarkan bagaimana mencegah longsor, di antaranya dengan membuat sistem terasering dan membuat konstruksi yang kuat saat membangun rumah.
Sikap keterbukaan juga diharapkan ada tokoh muda penggerak organisasi tanggap bencana untuk menerima masukkan dari warga, BPBD, dan pemerintah desa. Sikap ini penting dimiliki tokoh muda lokal supaya bisa bersinergi mengatasi ancaman bencana yang ada.
Tokoh lokal muda di masing-masing desa diharapkan akan terus ada untuk membawa inovasi di desa. Pengembangan desa sangat ditentukan juga oleh peran pemuda-pemuda yang mau bergerak nyata untuk melakukan perubahan.(LITBANG KOMPAS)