Mewujudkan ”Silicon Valley” di Ujung Timur Jawa
Silicon Valley adalah sebuah kawasan yang meliputi San Francisco, Bay Area, dan California yang dijuluki sebagai kawasan penghasil industri teknologi informasi terbesar di dunia. Citra tersebut perlahan ingin diwujudkan di ujung timur Jawa, yaitu Banyuwangi.
Setelah bangkit berkat pariwisata, Banyuwangi ingin mencoba mengambil peran di era revolusi industri 4.0. Upaya itu digariskan sejak pencanangan 1.000 titik Wi-Fi pada tahun 2012.
Kantor-kantor desa dan ruang-ruang publik menjadi titik penyediaan fasilitas tersebut. Apabila dahulu warga hanya bermain catur, kartu, dan karambol di kantor desa pada malam hari, kini yang tampak justru anak-anak muda sibuk dengan komputer jinjing dan telepon pintar mereka.
Tidak hanya di kantor desa, di kuburan pun kini sudah tersedia jaringan Wi-Fi. Tak percaya, silakan berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Banyuwangi.
Saat kebutuhan akan kecepatan pengiriman data semakin tinggi dan dunia telekomunikasi digital Indonesia beralih pada penggunaan serat optik, Banyuwangi juga ikut berbenah. Tepatnya, tahun 2016, dicanangkan penggunaan jaringan serat optik di kantor-kantor desa. Hasilnya, September 2019, seluruh desa yang tersebar di 5.782 km persegi sudah tersambung dengan serat optik.
”Upaya digitalisasi ini merupakan bagian mewujudkan program Kampung Cerdas. Sebuah program pengembangan desa terintegrasi yang memadukan antara penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), peningkatan kualitas pelayanan publik, kegiatan ekonomi produktif, peningkatan pendidikan-kesehatan, dan upaya pengentasan kemiskinan,” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Inovasi digital
Sembari menunggu jaringan infrastruktur rampung dibangun, budaya digitalisasi digalakkan. Mula-mula sistem administrasi pemerintahan diubah menjadi digital melalui aplikasi E-Government.
Melalui aplikasi itu dibangun fitur Sistem Informasi Perencanaan, Penganggaran dan Pelaporan Keuangan Daerah (SIKD), E-Kinerja, dan E-Village Budgeting. Melalui SIKD, bendahara-bendahara di setiap bagian tidak lagi perlu mengirimkan dokumen pengajuan. Mereka cukup hanya mengisi formulir dan tinggal memantau prosesnya hingga dicairkan.
”Dulu saya harus bikin surat pengajuan, mengantar ke bagian keuangan, dan menanyakan sampai mana prosesnya. Setelah ada SIKD, saya tinggal buka komputer isi keterangan dan melihat sampai di mana pengajuan saya,” kata Ayu Carisa, PNS di Banyuwangi.
Demikian juga dengan E-Kinerja. Aplikasi ini digunakan para PNS untuk melaporkan tugas yang telah dilakukan dalam sehari. Para anggota staf Humas Banyuwangi yang bertugas meliput kegiatan Pemda Banyuwangi menuliskan pekerjaannya di aplikasi, setelah itu diperiksa kepala subbagian humas.
”Sebagai atasan, saya bisa memantau apakah staf saya bekerja atau tidak. Kalau mereka melaporkan telah mengerjakan sesuatu, saya bisa menagih untuk melihat bukti kerja mereka,” kata Kasubag Humas Banyuwangi Setyoardinie.
Perlahan ada peningkatan kinerja yang signifikan. Pasalnya, jika tidak melaporkannya melalui E-Kinerja, mereka tidak mendapat tunjangan tambahan penghasilan pegawai.
Festival digital
Digitalisasi tidak hanya di lingkup pemerintahan. Sejumlah festival terkait inovasi digital digelar untuk mendorong lahirnya inovasi digital baru. Tahun ini digelar lima festival berbasis pengembangan digital, yaitu Banyuwangi Hackathon, Agribisnis Startup, Kampung Digital, Festival Smart Kampung, dan E-Sport.
Festival Banyuwangi Hackathon merupakan sayembara yang diikuti ratusan programmer se-Indonesia. Selama 2 hari mereka dituntut menciptakan aplikasi untuk menjawab kebutuhan pariwisata di Banyuwangi. Hal serupa digelar saat Agrobisnis Startup, mereka harus menciptakan aplikasi untuk mendukung bisnis pertanian.
Adapun Festival E-Sport yang baru pertama digelar tahun ini, mewadahi geliat kaum milenial yang gandrung terhadap sejumlah olahraga dan permainan daring. Sementara Festival Kampung Digital dan Smart Kampung adalah pameran aneka inovasi yang lahir dan digunakan untuk layanan di desa-desa.
Dalam Festival Kampung Digital dan Smart Kampung, Beberapa aplikasi yang dipamerkan ialah Siap Cantik dari Desa Genteng Wetan dan Layanan Mandiri Pengurusan Administrasi dari Desa Genteng Kulon.
Siap Cantik merupakan akronim Sistem Aplikasi Posyandu dengan Pencatatan Elektronik. Aplikasi ini merupakan pengganti Kartu Menuju Sehat (KMS), yang berupa buku. Siap Cantik merekam seluruh data tumbuh kembang anak beserta riwayat pemberian imunisasi.
”Kelebihan Siap Cantik ialah adanya fitur informasi nutrisi, pertolongan pertama dan detail tumbuh kembang anak. Dengan demikian orangtua bisa mengetahui asupan gizi apa yang baik bagi anaknya, termasuk bila anaknya memiliki alergi tertentu,” ujar Bidan Desa Genteng Wetan, sekaligus admin Siap Cantik Nunuk Sulistyawati.
Fitur pertolongan pertama juga tersedia jika orang tua menemukan gejala sakit pada anak. Apa yang harus dilakukan bila anaknya tersedak, mimisan, disengat lebah, dan sebagainya. Demikian juga fitur tumbuh kembang anak, yakni indikator kemampuan anak sesuai dengan umurnya.
”Unggulan lain dari Siap Cantik ialah fitur Bengkel Sakinah. Ini merupakan fitur tanya-jawab antar pengguna dan admin. Ibu-ibu bisa menanyakan segala hal tentang pendidikan, psikologi, dan kesehatan anak, yang akan dijawab orang berkompeten,” ungkap Nunuk.
Sementara Layanan Mandiri Pengurusan Administrasi. Aplikasi ini merupakan mesin anjungan yang memudahkan warga mengurus sejumlah dokumen secara mandiri tanpa bertatap muka dengan petugas. Layanan meliputi perizinan, kesehatan, pendidikan, dan kependudukan.
Layanan digital ini berbasis nomor induk kependudukan (NIK). Jika menggunakan mesin anjungan, pengguna harus menempelkan KTP-el di mesin pemindai. Sementara jika menggunakan aplikasi, pengguna harus memfoto KTP-el dan memasukkan NIK miliknya.
Layanan digital ini juga telah dilengkapi dengan fasilitas tanda tangan digital. Dengan demikian memungkinkan pemegang wewenang dapat kapan saja dan di mana saja melakukan proses persetujuan.
Inovasi yang lahir dari Desa Genteng Kulon itu lantas diadopsi dan disempurnakan oleh Pemkab Banyuwangi. Inovasi itu kini diduplikasi ke sejumlah desa, dan saat ini sudah ada beberapa desa di 5 kecamatan yang memanfaatkannya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pihaknya terus mendorong digitalisasi ekonomi berbasis desa. Harapannya akan tumbuh ekonomi kreatif dari digitalisasi ekonomi tersebut.
Anas yakin, menjadikan Banyuwangi sebagai Silicon Valley di ujung timur Jawa. Dengan infrastruktur yang memadai dan aneka inovasi akan merangsang perusahaan, atau pengembang digital membuka kantornya di Banyuwangi.
”Market place”
Tidak hanya melahirkan inovasi digital, dengan infrastruktur yang memadai diharapkan juga menumbuhkan digitalisasi ekonomi di Banyuwangi. Hal itu sudah dicoba BanyuwangiMall.com, sebuah market place yang menjadi wadah pemasaran bagi pelaku UMKM di Banyuwangi.
”Hingga saat ini sedikitnya ada 125 penjual yang berdagang di sana. Dalam setahun nilai transaksinya bisa ratusan juta. Dalam sehari saja, nilai transaksi sudah tembus Rp 5 juta-Rp 10 juta,” ujar admin Banyuwangi-Mall Sarirotus Sa’diyah.
Salah satu penjual di Banyuwangi-Mall ialah Etik Nur Kristiani pemilik Rumah Kirspi De Beja. Ia mengaku, Banyuwangi-Mall.com membuat produknya semakin dikenal hingga omzetnya ikut terdongkrak.
Untuk dapat menjadi market place, Banyuwangi-Mall harus terus berinovasi. Selama ini Banyuwangi-Mall hanya menjadi langkah pembuka, sedangkan langkah selanjutnya banyak dilakukan secara nondaring. Konsistensi merupakan kunci yang mutlak dijaga. Jika tidak, impian untuk menjadi ”Silicon Valley” di ujung timur Jawa cuma sebatas mimpi belaka.