Peluang Besar di Pasar Kendaraan Listrik yang Seksi
Setelah hampir dua tahun jadi wacana di media, regulasi tentang pengembangan kendaraan listrik akhirnya terbit. Produsen berlomba mengisi pasar. Pelaku usaha lokal berharap dukungan.
Oleh
MUKHAMAD KURNIAWAN
·3 menit baca
Setelah hampir dua tahun jadi wacana di media, regulasi tentang pengembangan kendaraan listrik akhirnya terbit. Pada 8 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Selain meningkatkan efisiensi energi di sektor transportasi, regulasi itu diharapkan mewujudkan energi bersih dan ramah lingkungan serta mendorong penguasaan teknologi dan rancang bangun industri. Indonesia diharapkan menjadi basis produksi dan ekspor kendaraan listrik.
Keinginan serupa disampaikan sejumlah pelaku industri Tanah Air. Laporan Kompas selama beberapa hari pada akhir Agustus 2018 merangkum harapan pelaku usaha, peneliti, dan akademisi agar Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sebab, teknologi kendaraan listrik dinilai mulai dikuasai oleh anak bangsa, tecermin dari sederet hasil penelitian dan prototipe yang sudah diuji coba di lapangan.
Perjalanan mobil dan sepeda motor listrik karya sejumlah perguruan tinggi dari Surabaya menuju Jakarta, dalam Jambore Kendaraan Listrik Nasional 2019 yang berakhir pada Selasa (3/9/2019), menjadi salah satu etalase kendaraan listrik nasional. Selain itu, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember juga melakukan penelitian sejak 2012 dan menghasilkan sejumlah produk.
Selain penguasaan teknologi, Indonesia juga berpeluang mengisi pasar kendaraan listrik karena memiliki cadangan tambang nikel, kobalt, dan mangan, bahan baku baterai, yang relatif besar. Baterai adalah komponen utama, selain unit kendali tenaga dan motor listrik, dalam kendaraan listrik.
Meskipun demikian, sejumlah potensi itu masih perlu sentuhan. Dalam posisi ini, para pelaku industri nasional berharap regulasi dan kebijakan pemerintah terkait kendaraan listrik tidak justru mematikan potensi tersebut. Mereka ingin Indonesia tidak hanya jadi pasar.
Dengan penduduk lebih dari 260 juta jiwa; rasio kepemilikan mobil yang relatif kecil, yakni 87 unit per 1.000 penduduk (bandingkan dengan Malaysia 439, Thailand 228, atau Singapura 147); serta jumlah kelas menengah yang terus tumbuh; Indonesia merupakan pasar yang ”seksi”. Selain potensi pasar, suplai infrastruktur jalan tumbuh signifikan lima tahun terakhir.
Akan tetapi, persaingan memperebutkan pasar kendaraan listrik diyakini bakal sengit. Sebulan sebelum Perpres No 55/2019 diteken Presiden saja, tepatnya di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019 pada Juli 2019, sejumlah agen pemegang merek sudah resmi memasarkan mobil-mobil listrik.
PT BMW Group Indonesia, misalnya, meluncurkan BMW i3s. Sementara PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia memperkenalkan Mercedes-Benz E 300e EQ Power dan PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia mulai memasarkan Mitsubishi Outlander PHEV. Produsen lain, yakni DFSK, Nissan, dan Toyota, juga telah siap menyusul.
Sejumlah regulasi turunan memang sedang disiapkan pemerintah. Termasuk soal kesiapan infrastruktur dan insentif untuk mendorong pengembangan kendaraan listrik. Namun, seperti situasi yang melatari proses terbitnya Perpres No 55/2019, penyusunan aturan-aturan turunan bakal menjadi ”medan perang” para pemain pasar.
Dengan sederet potensi itu, pengembangan industri kendaraan listrik di dalam negeri perlu menjadi prioritas agar Indonesia tidak sekadar jadi pasar.