Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) menawarkan pemandangan berbeda dari jalan tol lainnya di Indonesia. Pembangunan ini juga membuktikan para insinyur Indonesia mampu bekerja dengan kondisi medan yang tidak mudah.
Oleh
sharon patricia
·4 menit baca
Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan atau Cisumdawu menawarkan pemandangan berbeda dengan jalan tol lainnya di Indonesia. Saat memasuki daerah Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat, tepatnya di Desa Cigendel, pengguna jalan akan menembus bukit melalui terowongan sepanjang 472 kilometer.
Pada Kamis (5/9/2019) siang, Kompas bersama rombongan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berkesempatan melewati terowongan Cisumdawu. Kegiatan ini dalam rangka tinjauan lapangan ke Tol Cisumdawu, salah satunya mengunjungi dua terowongan pertama di Indonesia.
Bagian atas gerbang masuk dan keluar terowongan dihiasi dengan hydroseeding setinggi 31,5 meter yang dibentuk berundak. Metode penanaman biji tanaman, yaitu kacang-kacangan, untuk melindungi tanah dari adanya potensi erosi.
Sementara di dalam terowongan dengan lebar 14 meter dan tinggi 8,5 meter sudah terdapat beberapa lampu khusus terowongan yang menerangi jalan. Namun, belum ada rambu-rambu lalu lintas yang dipasang.
Selain keindahan terowongan, bagian kanan dan kiri jalan tol juga menyajikan pemandangan yang asri, mulai dari sawah, pohon-pohonan, hingga bentangan alam.
Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Yusrizal Kurniawan mengatakan, nantinya terowongan akan dilengkapi dengan beberapa fasilitas, di antaranya dicat kuning, dipasangi rambu, dan akan ada tulisan dilarang berswafoto.
”Ya, itu biar pengguna jalan tidak berhenti di pinggir jalan tol yang bisa mengganggu aktivitas pengguna jalan lain dan menyebabkan kemacetan,” ujar Yusrizal.
Nantinya terowongan akan dilengkapi dengan beberapa fasilitas, di antaranya dicat kuning, dipasangi rambu, dan akan ada tulisan dilarang berswafoto.
Setelah satu setengah tahun dibangun, Terowongan Cisumdawu akan mendapatkan sertifikat laik fungsi pada pertengahan September 2019. Sertifikat ini sebagai jaminan bahwa terowongan aman untuk dilewati.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit menyampaikan, secara kontur dan visual, terowongan Cisumdawu merupakan yang terindah di Indonesia. Pembangunan ini juga membuktikan bahwa para insinyur Indonesia mampu bekerja dengan kondisi medan yang tidak mudah.
”Harapan kita, setelah Tol Cisumdawu selesai, tidak hanya menjadi koneksi yang penting untuk akses Bandung sampai Bandara Kertajati, tetapi juga bisa memberikan akses yang lebih banyak bagi masyarakat Sumedang sebagai satu lokasi area pariwisata yang baru,” ujar Danang.
Secara kontur dan visual, terowongan Cisumdawu merupakan yang terindah di Indonesia.
Jalan tol memang sarana prasarana untuk bisa membangun konektivitas. Meski demikian, Danang berharap agar masyarakat di provinsi, kabupaten, dan kota bisa menyambut baik jalan tol ini, termasuk untuk meningkatkan perekonomian daerah.
”Oleh karena itu, masyarakat juga diimbau untuk menyiapkan berbagai kekhasan daerah, mulai dari kuliner, kerajinan, hingga fashion. Tidak hanya untuk orang lewat, tetapi juga di rest area dan pintu keluar akan kami siapkan,” kata Danang.
Progres penyelesaian tol
Terowongan Cisumdawu terletak di seksi 2 fase I Tol Cisumdawu yang dibagi menjadi enam seksi. Yusrizal mengatakan, seksi 1 Cileunyi-Tanjungsari sepanjang 12 km dikerjakan oleh China Road and Bridge Corporation (CRBC)-PT Adhi Karya (Joint Venture), yakni 45,47 persen untuk konstruksi dan pembebasan lahan 72,77 persen.
Seksi 2 Tanjungsari-Sumedang sepanjang 17,51 km, pembangunannya dilakukan dalam dua fase, yakni fase I sepanjang 7,23 km konstruksinya sudah selesai 100 persen.
Sementara fase II sepanjang 10,7 km, progres konstruksinya 74,62 persen dan lahan yang bebas 92,2 persen. Pengerjaan fase II oleh Metallurgical Corporation of China-PT Wijaya Karya-PT Nindya Karya-PT Waskita Karya (Joint Operation).
Pada fase II, masih terdapat lintasan kritis sepanjang 800 meter yang harus digali sedalam 70 meter. Galian yang dilakukan pun harus berlapis sehingga membutuhkan waktu lama. Untuk itu, target awal yang seharusnya selesai pada 2019 diundur menjadi September 2020.
Untuk seksi 3 Sumedang-Cimalaka sepanjang 4 km dikerjakan oleh PT Girder Indonesia dengan progres konstruksi 78,01 persen dan lahan sudah bebas 99 persen. Pengerjaan tinggal menggemburkan batu-batu dan ditargetkan selesai pada Desember 2019.
Seksi 4 Cimalaka-Legok sepanjang 8,20 km dan seksi 5 Legok-Ujungjaya sepanjang 14,90 km belum ada lahan yang dibebaskan. Seksi 6 Ujungjaya-Kertajati sepanjang 6,06 km belum memulai konstruksi dan progres lahan 16 persen. Pada seksi 6, dari total luas lahan 109,01 hektar, sebesar 64,23 hektar adalah milik Perhutani, sementara lainnya milik warga.
Danang mengatakan, memang ketersediaan lahan dan biayanya menjadi isu yang harus diselesaikan. Selain itu, perlu kerja sama erat antarinstansi pemerintah, termasuk pemerintah daerah, soal pengadaan lahan.
”Kami juga memohon dukungan KLHK agar segera menerbitkan perizinan untuk Perhutani terutama buat seksi 6. Kalau 16,34 persen ini selesai, ditambah Perhutani bisa 75 persen. Diharapkan pada 2020 bisa beroperasi, sekarang sebagian sudah beroperasi,” ujar Danang.