Upaya Wakil Rakyat Berjalan Mulus, Potensi Pemborosan Anggaran Diabaikan
Wacana revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) disetujui menjadi inisiatif DPR. Upaya para wakil rakyat ini berjalan mulus tanpa menghiraukan potensi pemborosan uang negara.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana anggota Dewan menambah jumlah pimpinan MPR terwujud setelah wacana revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD disetujui menjadi inisiatif DPR. Upaya para wakil rakyat ini berjalan mulus tanpa menghiraukan potensi pemborosan uang negara akibat bertambahnya anggaran bagi pimpinan MPR periode 2019-2024.
Dalam rapat paripurna pada Kamis (5/9/2019), sebanyak 281 anggota yang hadir menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjadi usulan DPR. Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PDI-P Utut Adianto berjalan mulus tanpa ada interupsi dari seluruh anggota fraksi yang hadir.
”Selanjutnya RUU usul Badan Legislasi DPR tentang perubahan kedua atas UU MD3 menjadi RUU usul DPR akan ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku,” kata Utut di Ruang Sidang Paripurna DPR, Senayan, Jakarta.
Berdasarkan draf RUU No 2/2018 tentang MD3, dalam Pasal 15 tertulis pimpinan MPR berjumlah 10 orang, yang terdiri dari 1 ketua dan 9 wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR. Komposisinya terdiri dari 9 anggota DPR dan 1 anggota DPD.
Saat ini, jumlah pimpinan MPR sebanyak delapan orang yang terdiri dari 7 anggota DPR dan 1 anggota DPD. Kemudian, pada 2018, para anggota Dewan sepakat agar pimpinan MPR periode 2019-2024 berjumlah 5 orang.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra Ahmad Riza Patria berharap, penambahan jumlah pimpinan MPR dapat mengakomodasi kepentingan semua fraksi yang ada di DPR. Fraksi Gerindra tidak keberatan dengan penambahan ini.
”Kami juga berharap agar MPR betul-betul mewakili seluruh elemen masyarakat dalam arti untuk membangun kebangsaan, persatuan, dan kesatuan di Indonesia,” katanya.
Senada dengan Riza, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani, mengatakan, Fraksi PPP juga sepakat dengan adanya penambahan jumlah pimpinan ini. MPR periode depan memiliki program besar untuk mengamendemen UUD 1945 secara terbatas.
”Oleh sebab itu, semua kekuatan politik yang ada dalam fraksi bisa terinventarisasi dalam pimpinan MPR sehingga semua fraksi juga bisa ikut membahas amendemen UUD 45,” ucapnya.
Semua kekuatan politik yang ada dalam fraksi bisa terinventarisasi dalam pimpinan MPR sehingga semua fraksi juga bisa ikut membahas amendemen UUD 45.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PDI-P, Hendrawan Supratikno, mengemukakan, penambahan jumlah pimpinan MPR ini bertujuan untuk menciptakan suasana politik yang teduh. Semua fraksi yang ada di Baleg secara prinsipiel telah menyepakati adanya penambahan jumlah pimpinan MPR.
Pemborosan anggaran
Berdasarkan hitungan Kompas, jika jumlah pimpinan MPR periode 2019-2024 menjadi 10 orang, total anggaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh pimpinan MPR itu bisa mencapai Rp 1,1 triliun. Adapun jika delapan orang, total anggaran yang dibutuhkan bisa sebesar Rp 933,3 miliar.
Pada pertengahan 2018, Sekretaris Jenderal MPR mengajukan anggaran Rp 350,4 miliar dalam RAPBN 2019 untuk penambahan tiga anggota MPR baru. Anggaran ini untuk membiayai, antara lain, gaji dan tunjangan pimpinan MPR, penyediaan sarana dan prasarana seperti ruang kerja, tenaga pendukung seperti staf ahli, ajudan, pengemudi, dan asisten rumah, serta kunjungan kerja dan sosialisasi. Dengan usulan sebesar Rp 350,4 miliar, kebutuhan anggaran untuk setiap unsur pimpinan MPR diperkirakan sekitar Rp 116,8 miliar.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai, sikap sejumlah fraksi partai politik di MPR yang memaksakan penambahan pimpinan MPR merupakan bentuk pemborosan. Terlebih jika melihat fungsi pimpinan MPR hanya sekadar simbolis atau juru bicara dari MPR. (Kompas, 22 Agustus 2019).
Sikap sejumlah fraksi partai politik di MPR yang memaksakan penambahan pimpinan MPR merupakan bentuk pemborosan.
Arsul menampik jika nantinya penambahan pimpinan MPR ini menimbulkan pemborosan anggaran negara. Alokasi anggaran tidak semata-mata kewenangan DPR.
”DPR tidak punya kewenangan untuk menetapkan anggaran karena alokasi anggaran ada di Kementerian Keuangan. Kami juga tidak mencari kemewahan,” ujarnya.
Senada dengan Arsul, Riza mengatakan, nantinya hanya sedikit alokasi anggaran yang digeser untuk penambahan jumlah pimpinan MPR. Namun, ia belum menjelaskan secara rinci besaran anggaran yang akan digeser tersebut.