JAKARTA, KOMPAS Publik berharap situasi sejuk segera kembali hadir di tanah Papua. Seluruh komponen bangsa juga diharapkan saling menahan diri demi dialog yang konstruktif. Di Jakarta, pemerintah menyatakan siap mendengarkan suara masyarakat Papua dalam dialog yang membangun. Permintaan sebelumnya juga sudah direspons, seperti penegakan hukum kasus ujaran bernada rasisme di Surabaya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, Rabu (4/9/2019), mengatakan, dialog dengan masyarakat Papua sudah dan masih dilakukan. Salah satu hasilnya ialah undang-undang otonomi khusus tahun 2001 dan disempurnakan tahun 2008.
Pada era pemerintahan saat ini, perhatian juga intens, di antaranya kunjungan Presiden Joko Widodo berkali-kali ke Papua sepanjang 2014-2019. Meski begitu, Kalla menegaskan pemerintah siap terus berdialog. Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe menyerukan tidak perlu lagi unjuk rasa.
Selasa malam di Manokwari, Papua Barat, seusai memberikan arahan kepada para pejabat utama kepolisian daerah, Kepala Polda Papua Barat Brigjen (Pol) Herry Nahak mengatakan, masih ada upaya pihak-pihak tertentu mengganggu keamanan dan ketertiban di wilayah itu, termasuk penyebaran hoaks.
Jajaran kepolisian diminta tetap waspada dan bertindak terukur. ”Gerakan sekarang ini bergeser dari masalah rasisme ke agenda lain,” katanya. Salah satu indikasinya, adanya 1.500 bendera bintang kejora plastik yang dibawa ke Manokwari dan terungkap polisi.
Pembawa bendera, SM (33), sudah jadi tersangka. Bendera dari Sorong itu akan disebarkan saat unjuk rasa Selasa lalu. Sepanjang Rabu kemarin, aktivitas di Manokwari normal. Toko-toko kembali dibuka. Para pihak, terutama tokoh adat, turut menjaga kedamaian.
Di sejumlah lokasi, pengamanan terbuka masih dilakukan. Sebanyak 1.000 personel Polri, termasuk 700 anggota Brimob, bersiaga. Fokus pengamanan mencegah pergerakan massa menuju pusat kota.
Ketua Fraksi Otonomi Khusus DPRD Papua Barat Yan A Yoteni mengingatkan aparat untuk tidak represif menghadapi masyarakat. Hal itu hanya akan membuat perlawanan masyarakat kian kuat dan meluas. ”Kedepankan dialog. Dekati tokoh-tokoh,” katanya. Unjuk rasa anarkistis itu pelampiasan kekecewaan dan kemarahan atas ketidakadilan. ”Masyarakat jangan lagi anarkistis. Cukup sudah. Kita juga yang rugi,” ujarnya.
Tersangka baru
Di Surabaya, Polda Jawa Timur mengumumkan tersangka baru kasus persekusi dan rasialisme penghuni Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Jumat dan Sabtu (16-17/8), yakni VK.
Peristiwa itu salah satu pemantik gelombang protes berujung kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Lewat cuitan di akun media sosial yang sudah dihapus, VK dinilai memanaskan situasi. ”Tim penyidik sudah menyimpan cuitan di media sosial itu sebagai bukti,” kata Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Luki Hermawan. Salah satu cuitan VK yang tak sesuai kenyataan adalah penembakan yang menewaskan seorang penghuni Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.
Dua tersangka lain ditetapkan Selasa lalu, yakni TS (calon anggota legislatif) dan SA (pegawai Pemerintah Kota Surabaya). Keduanya berstatus tahanan sampai 20 hari ke depan. Di Papua Barat, 22 orang menjadi tersangka kerusuhan, yakni di Manokwari (11 orang), Sorong (8), dan Fakfak (3). Mereka dituduh merusak dan membakar gedung serta menjarah. ”Tak tertutup kemungkinan tersangka bertambah,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Barat Kombes Roberth Da Costa.
Di Jayapura, Polda Papua menetapkan empat tersangka baru kerusuhan di Deiyai pada 28 Agustus sehingga total 14 tersangka. Mereka dituduh mengeroyok, menghasut di muka umum, memiliki senjata tajam, dan menyerang aparat. Adapun tersangka kerusuhan di Kota Jayapura pada 29-30 Agustus menjadi 33 orang.
”Lima tersangka baru adalah penghadang para pengunjuk rasa dengan senjata tajam di jalan umum. Ini komitmen Polri menindak semua pihak,” kata Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal. Fasilitas yang dirusak dan dibakar di Jayapura meliputi 31 kantor, 15 ruko, 24 kios, 33 sepeda motor, 36 mobil, dan 7 pos polisi. Lima orang tewas dan dua polisi terluka.
Dari luar negeri
Di Jakarta, Polri mengidentifikasi pihak-pihak yang turut menyebar narasi provokasi untuk menimbulkan amarah masyarakat Papua. Analisis tim siber Polri, narasi provokasi itu dilakukan dari luar negeri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, tokoh separatis Papua, Benny Wenda, aktif menyebarkan narasi kabar bohong terkait kondisi Papua. Lewat jaringan di Eropa dan Asia Pasifik, Benny mengirimkan konten teks, foto, dan video yang berisi kabar bohong. Benny berada di Oxford, Inggris, dan bukan warga negara Indonesia. Polri berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri mencari solusi.
Terkait itu, Wapres Kalla mengatakan, provokasi bukan dilakukan negara, melainkan orang per orang. Empat warga negara Australia yang ikut berunjuk rasa sudah dideportasi. Mengenai pembukaan blokir akses internet, hal itu masih dikaji. Salah satu opsi, menurunkan pembatasan ke level kota, tidak lagi skala provinsi. (FLO/FRN/BRO/SAN/NCA/LAS)