Gerakan mengonsumsi pangan nabati dan vegan dinilai lebih ramah lingkungan. Meski demikian, hal ini berisiko memperburuk asupan nutrisi yang bisa mengganggu kesehatan otak.
Oleh
Ahmad Arif
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gerakan mengonsumsi pangan nabati dan vegan dinilai lebih ramah lingkungan. Meski demikian, hal ini berisiko memperburuk asupan nutrisi yang bisa mengganggu kesehatan otak.
Hasil kajian terbaru ini dipublikasikan di jurnal BMJ Nutrition, Prevention & Health pada 29 Agustus 2019. Emma Derbyshire, peneliti nutrisi dan biomedis dari Nutritional Insight, Inggris, mengatakan, dalam bahan makanan dari hewani terdapat unsur kolin yang dapat disamakan dengan asam lemak omega-3 di ikan. Kolin merupakan nutrisi esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang dibutuhkan manusia.
”Kolin sangat penting untuk kesehatan otak, terutama selama perkembangan janin. Ini juga mempengaruhi fungsi hati. Ini hanya bisa didapatkan terutama dari protein hewani,” tutur Derbyshire.
Kolin sangat penting untuk kesehatan otak, terutama selama perkembangan janin. Ini juga mempengaruhi fungsi hati. Ini hanya bisa didapatkan terutama dari protein hewani.
Sumber utama kolin ditemukan dalam daging sapi, telur, produk susu, ikan, dan ayam. Dengan kadar yang jauh lebih rendah ditemukan pada kacang-kacangan dan sayuran silangan, seperti brokoli.
Institut Kedokteran Amerika Serikat (AS) dan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) menyebutkan, kolin memainkan peran penting dalam tubuh manusia. The American Medical Association pada 2017 juga menyatakan suplemen vitamin prenatal harus mengandung kolin. Demikian pula, American Academy of Paediatrics telah merekomendasikan agar wanita hamil dan anak-anak muda mendapatkan makanan yang menyediakan jumlah nutrisi ”pembentuk otak” dan kolin sebagai salah satunya.
Kebutuhan kolin
Kebutuhan kolin untuk wanita dewasa rata-rata 550 miligram (mg) per hari, untuk pria 450 mg per hari, dan 550 mg per hari untuk wanita hamil dan menyusui. Pada 2016, Otoritas Keamanan Makanan Eropa menerbitkan persyaratan harian minimal untuk kolin.
Namun, survei diet nasional di Amerika Utara, Australia, dan Eropa menunjukkan bahwa asupan kolin rata-rata tidak memenuhi rekomendasi ini. ”Ini memprihatinkan mengingat tren saat ini tampaknya mengarah pada pengurangan daging dan pola makan nabati,” kata Derbyshire.
Menurut dia, jika kolin tidak diperoleh dalam tingkat yang dibutuhkan dari sumber makanan, diperlukan pemberian suplemen. Hal ini terutama harus dilakukan dalam kaitannya dengan tahap kunci dari siklus hidup, seperti kehamilan, ketika asupan kolin sangat penting untuk perkembangan bayi.
Dalam sejumlah kajian lain disebutkan, diet vegan saat ini meningkat empat kali lipat dalam lima tahun antara 2012 dan 2017. Konsumsi vegan dinilai lebih ramah lingkungan. Misalnya, kajian Marco Springmann dari Universitas Oxford di jurnal PNAS (2016) menyebutkan, diet vegan bisa menyelamatkan 8 juta jiwa manusia pada 2050 dan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga dua pertiga.