Menjaga Asa Garam Rakyat
Dalam Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015-2019, komoditas garam disebut sebagai subsektor kelautan yang belum tergarap optimal.
Dalam Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015-2019, komoditas garam disebut sebagai subsektor kelautan yang belum tergarap optimal. KKP menargetkan produksi garam dapat terus ditingkatkan, dari 2,5 juta ton pada 2014 menjadi 4,5 juta ton pada 2019.
Per Desember 2018, produksi garam nasional 2.719.256 ton, yang terdiri dari garam rakyat 2.349.630 ton dan PT Garam 369.626 ton. Sementara kebutuhan garam industri hampir 4 juta ton per tahun, yang hampir sepenuhnya diimpor.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengungkapkan, pihaknya telah menerapkan pemberdayaan usaha garam rakyat (pugar) di 23 kabupaten sentra garam. Hal ini dilakukan untuk mendorong produktivitas dan mutu garam agar memenuhi kualitas garam industri. Program itu mencakup integrasi lahan, penggunaan pompa, geomembran, dan pengangkutan garam.
Integrasi tambak garam rakyat ditargetkan pada lahan 15 hektar per kawasan produksi. Adapun teknologi geomembran untuk mendorong produksi garam lebih bersih dan putih. Sampai dengan 2018, integrasi garam sudah dikerjakan pada 1308,84 hektar dan tahun ini ditambah 1.000 hektar.
Di tengah ketergantungan impor garam industri, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menargetkan swasembada garam nasional pada 2021, meliputi garam konsumsi dan garam industri. Target itu dicapai antara lain melalui intensifikasi lahan garam yang sudah terbangun di Jawa, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat melalui integrasi lahan. Ada pula ekstensifikasi dengan membuka lahan baru, antara lain di Kupang, Nagekeo, dan Rote (Nusa Tenggara Timur), serta Sumbawa Besar (Nusa Tenggara Barat).
Dari kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), untuk mencapai swasembada garam industri dibutuhkan produksi garam industri 4 juta ton per tahun dengan kebutuhan lahan 40.000 hektar. Pembentukan lahan terintegrasi dapat meningkatkan produktivitas hingga 100 ton per hektar per tahun jika dibandingkan dengan lahan konvesional yang produktivitasnya 25 ton per hektar per tahun. Lahan terintegrasi dinilai dapat meningkatkan kemurnian NaCl dari 88 persen menjadi 97 persen atau setara kualitas garam industri.
Deputi Bidang Teknologi, Informasi, Energi, dan Material BPPT Eniya Listiani mengemukakan, konsep lahan terintegrasi dapat menghasilkan produksi garam yang tinggi dengan kualitas setara garam industri, antara lain garam CAP, farmasi, dan garam spa.
”Kami juga sedang mengkaji potensi garam dari PLTU. Dari PLTU Paiton dapat diperoleh sekitar 100.000 ton garam per tahun,” kata Eniya.
Industri
Perihal kualitas garam, ada perbedaan antara garam konsumsi dan garam industri. Merujuk data Kementerian Perindustrian, kandungan NaCl untuk garam konsumsi minimal 94 persen, sedangkan garam industri minimal 97 persen. Garam dengan NaCl minimal 97 persen dibutuhkan industri aneka pangan dan industri Chlor Alkali Plant (CAP). Adapun garam untuk industri farmasi, misalnya, untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah, mengandung 99,9 persen NaCl.
Selain kadar NaCl yang tinggi, mutu garam industri juga disertai impuritas (bahan pengotor) dan cemaran logam yang rendah. Kandungan kalsium dan magnesium, misalnya, maksimal 600 ppm (bagian per sejuta).
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia Tony Tanduk menyebutkan tiga syarat penyerapan garam, yakni mutu, harga, dan kontinuitas pasokan.
Selama ini, garam diimpor antara lain dari Australia, dengan harga 50 dollar AS hingga 55 dollar AS per ton saat tiba di Indonesia. Australia, menurut Tony, unggul dalam produksi garam dengan kualitas dan harga kompetitif, antara lain akibat musim kemarau yang bisa berlangsung 11 bulan.
”Lahan garam di Australia juga sedemikian luas. Ketebalan lapisan garamnya bisa sampai 1 meter. Berlapis-lapis. Sementara di Indonesia, panen garam masih pakai alat garuk. Saat menggaruk bisa kena tanah,” kata Tony.
Ditingkatkan
Perekayasa Ahli Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Sudarto menuturkan, kualitas yang kurang bagus membuat garam susut saat diolah di pabrik.
Ada harapan agar serapan garam lokal oleh industri di dalam negeri terus meningkat. Oleh karena itu, kualitasnya terus ditingkatkan.
Menurut Sudarto, salah satu cara mendongkrak mutu garam lokal dengan penerapkan teknologi. Kemenperin memiliki teknologi membuat garam sesuai standar garam bahan baku dan garam industri. Ada tiga paten terkait teknologi ini, salah satunya tentang proses pembuatan garam NaCl dengan media isolator pada meja kristalisasi.
Menurut Sudarto, berbagai upaya mesti dilakukan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat. Jika kualitas garam rakyat membaik, garam rakyat dapat mengisi kebutuhan garam bahan baku konsumsi yang berstandar.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono menuturkan, peningkatan produksi garam di Indonesia yang memenuhi standar masih diupayakan.
”Kalau melihat standar mutu garam, termasuk Standar Nasional Indonesia, sebetulnya tidak boleh ada garam kualitas 2 dan kulitas 3,” kata Agung, beberapa waktu lalu.
Menurut Agung, upaya pemerintah membantu petani dalam meningkatkan kualitas garam menjadi kualitas 1 turut menyelesaikan persoalan.
Direktur Operasi PT Garam (Persero) Hartono menyatakan, PT Garam akan terus mengedukasi petani, bukan hanya menyerap garam dari petani. Dengan cara itu, petani diharapkan meningkatkan kualitas garam produksi.
”Kami ingin terus mengedukasi petani, jadi tidak hanya menyerap. Diversifikasi tetap dijalankan,” tambah Hartono.