Langkah jangka pendek perlu ditempuh pemerintah untuk memperkuat kinerja industri manufaktur. Langkah itu antara lain melindungi pasar dalam negeri dan menghapus hambatan-hambatan konkret yang mempersulit investasi.
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah jangka pendek perlu ditempuh pemerintah untuk memperkuat kinerja industri manufaktur. Langkah itu antara lain melindungi pasar dalam negeri dan menghapus hambatan-hambatan konkret yang mempersulit investasi.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat di Jakarta, Kamis (5/9/2019), berpendapat, enam langkah yang disampaikan Bank Indonesia merupakan langkah jangka menengah. ”Yang diperlukan sekarang adalah langkah jangka pendek,” kata Ade.
Sebelumnya, pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan menyepakati langkah strategis memperkuat kinerja industri manufaktur. Penguatan manufaktur ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, berkelanjutan, dan inklusif.
Langkah jangka pendek yang perlu segera dilakukan pemerintah, kata Ade, adalah melindungi pasar dalam negeri dan industri dalam negeri. ”Ayam yang ada di kandang harus dipelihara agar bisa bertelur. Kalau diobok-obok, kapan bertelur,” katanya.
Investor baru pun akan berpikir panjang untuk berinvestasi jika pelaku usaha yang sudah ada sulit berkembang. Oleh karena itu, API akan mengusulkan kepada pemerintah, yaitu kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan, untuk melakukan tindakan pengamanan pasar dalam negeri (safeguard). Dengan lonjakan impor yang melebihi 5 persen, suatu negara dapat melakukan tindakan pengamanan.
Selain itu, langkah jangka pendek yang perlu dilakukan adalah menghilangkan berbagai sertifikasi yang semakin menyulitkan pelaku usaha. ”OSS (online single submission) tidak bisa jalan dengan baik karena banyak sertifikasi yang harus diurus. Bagaimana investor mau datang?” katanya.
Ade mencontohkan sertifikasi bangunan, seperti sertifikat laik fungsi (SLF), atau sertifikasi halal yang diberlakukan bagi bahan pewarna untuk industri pencelupan kain.
Pembiayaan
Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menilai, saat ini, kalangan petani sulit mendapatkan pembiayaan dari perbankan untuk modal usaha tani. ”Sekarang, kredit usaha rakyat atau KUR saja harus pakai jaminan. Padahal, tidak semua petani memiliki aset yang bisa diagunkan di bank,” katanya.
Dengan keterbatasan modal usaha, petani tidak mudah mendapatkan bibit, pupuk, atau membayar buruh tani untuk mengolah lahan. Akibatnya, produktivitas tidak optimal.
Selain itu, proses administrasi perbankan di lapangan tidak semudah yang dibayangkan karena keterbatasan karyawan perbankan yang bisa turun ke lapangan untuk memahami usaha tani. ”Proses pengajuan kredit seperti biasa. Banyak proses administrasi yang harus dilakukan,” kata Winarno.
Jika petani mendapat pembiayaan modal kerja, menurut Winarno, banyak petani yang bisa meningkatkan produktivitas atau usaha, baik petani padi, petani jagung, petani tanaman hortikultura, petani perkebunan, maupun nelayan.