Pada akhir tahun ini, pemerintah menargetkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia 75 persen.
Oleh
DEWI INDRIASTUTI
·2 menit baca
Pada akhir tahun ini, pemerintah menargetkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia 75 persen. Tingkat inklusi keuangan atau keuangan inklusif menunjukkan rasio masyarakat yang sudah mengakses layanan keuangan formal terhadap jumlah penduduk.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada acara Indonesia Fintech Forum 2019, Rabu (4/9/2019), menyebutkan, tingkat inklusi keuangan Indonesia saat ini 51 persen. Angka itu jauh lebih baik dibandingkan selama ini yang selalu di bawah 40 persen.
Dalam kesempatan itu, Perry menyampaikan, peran teknologi finansial dalam mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap layanan keuangan.
Istilah inklusi keuangan atau keuangan inklusif menjadi populer setelah krisis ekonomi 2008. Saat itu, krisis berdampak pada masyarakat yang umumnya tidak tersentuh layanan perbankan, antara lain karena berpendapatan rendah dan tidak teratur serta tidak memiliki tanda identitas legal. Kelompok masyarakat ini disebut berada di dasar piramid.
Mengantisipasi kejadian serupa, anggota G-20 pada Pertemuan Pittsburgh 2009 sepakat meningkatkan akses keuangan bagi kelompok ini. Kesepakatan yang dipertegas pada Pertemuan Toronto 2010 ini juga menyusun pedoman pengembangan inklusi keuangan.
Sejumlah lembaga mendukung peningkatan keuangan inklusif. Bank Dunia merilis data per tiga tahun mengenai Indeks Keuangan Global (Global Findex). Data terakhir, yakni Global Findex 2017, menunjukkan peran teknologi finansial (tekfin) terhadap keuangan inklusif di 140 negara. Paparan Bank Dunia menunjukkan peran tekfin dalam membantu penduduk dewasa membayar tagihan, meminjam dana, menyimpan dana, dan mengelola risiko.
Global Findex 2017 yang dirilis pada April 2018 itu juga menyebutkan, sekitar 69 persen orang dewasa di dunia memiliki rekening keuangan. Angka kepemilikan rekening itu meningkat 7 persen dibandingkan 2014 dan naik 18 persen dibandingkan dengan 2011.
Teknologi digital berperan dalam transformasi lanskap sistem pembayaran. Secara global, sekitar 52 persen orang dewasa pernah mengirim atau menerima pembayaran digital pada 2017. Angka ini meningkat dari 42 persen pada 2014.
Di Indonesia, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, melalui perbankan, juga menggunakan teknologi untuk meningkatkan inklusi keuangan. Di daerah yang tidak memiliki kantor layanan keuangan, ada agen yang bertindak sebagai kepanjangan tangan bank. Agen, yang bisa berawal dari warung atau toko, bisa melayani pengambilan uang atau transaksi pembayaran. Kuncinya, jaringan telekomunikasi.
Kini, untuk meningkatkan keuangan inklusif, penyelenggara layanan tekfin diharapkan ikut serta menjangkau pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Bahkan, penyelenggara tekfin bisa memberikan pinjaman kepada UMKM. Dengan bantuan teknologi dan layanan tekfin, tingkat jangkauan masyarakat terhadap layanan keuangan semakin meluas. (Dewi Indriastuti)