Kekeringan pada tahun 2019 merupakan yang terparah ketiga setelah 1997 dan 2015.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Kekeringan pada tahun 2019 merupakan yang terparah ketiga setelah 1997 dan 2015. Sekalipun El Nino tahun ini tergolong lemah, namun terjadi anomali suhu di Samudera Hindia yang berkontribusi terhadap kekeringan ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, kekeringan terjadi di 17 provinsi. Nusa Tenggara Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kekeringan terparah. Di Bantul, Yogyakarta telah mengalami hari tanpa hujan hingga 149 hari, merupakan salah satu yang terpanjang.
“Intensitas kekeringan di Indonesia biasanya terkait El Nino. Kemarau tahun 1997 dan 2015 terjadi saat El Nino kuat. Sedangkan 2016 terjadi La Nina sehingga kemarau cenderung basah,” kata Kepala Subbidang Peringatan Dini Iklim BMKG Supari, di Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Intensitas kekeringan di Indonesia biasanya terkait El Nino. Kemarau tahun 1997 dan 2015 terjadi saat El Nino kuat.
Selain El Nino, fenomena yang mempengaruhi intensitas kekeringan di Indonesia adalah terjadinya IOD (Indian Ocean Dipole) positif. “Tahun 2015 kekeringan parah karena ada kombinasi El Nino kuat dan IOD positif. Tahun ini El Nino lemah, tetapi IOD positif, jadi lebih kering dibandibgkan 2016, 2017, dan 2018. Namun, tidak lebih kering dibandingkan 2015 dan 1997,” kata Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Metorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Siswanto, di Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Fenomena IOD diidentifikasi dengan index Dipole Mode yang menyatakan beda suhu muka laut di Samudera Hindia bagian barat atau sebelah timur Afrika dan bagian timur, yaitu barat Sumatera bagian selatan. Siklus IOD mirip El Nino dan La Nina di Pasifik, masing-masing punya anomali positif dan negatif.
Adapun IOD positif menandakan suhu muka laut barat Sumatera lebih dingin dibanding bagian lain di timur Afrika. Kondisi ini menyebabkan minimnya penguapan dan terbentuknya awan hujan di wilayah Indonesia, khususnya di selatan Katulistiwa.
Kekeringan pada tahun 1997 diketahui telah memicu kebakaran hutan dan lahan terhebat di Indonesia. Fenomena serupa terjadi pada 2015.
Sekalipun tak separah 1998 dan 2015, kekeringan kali ini juga diikuti dengan meningkatnya titik panas. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), titik panas teridentifikasi di 6.312 lokasi. Sebanyak 3.048 titik panas berada di Kalimantan Barat, 1.976 di Kalimantan Tengah, 114 di Kalimantan Selatan, 136 di Riau, 142 di Jambi, dan 94 di Sumatera Selatan. Hampir seluruh wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan terselimuti asap kebakaran. Sebaran asap disebutkan sudah mencapai wilayah Serawak, Malaysia.
Awal hujan
Menurut Siswanto, potensi kebakaran hutan dan lahan masih tinggi, mengingat musim hujan tahun ini diperkirakan akan terlambat. Analisis BMKG, jika dibandingkan terhadap rata-ratanya selama 30 tahun (1981- 2010) awal musim hujan di 253 zona musim dari 342 zona di Indonesia akan terlambat. Ini berarti 74 persen wilayah mengalami kekeringan lebih lama. Hanya 64 zona musim (18,7 persen) diperkirakan sama terhadap rata-ratanya. Sedangkan yang musim hujannya maju terhadap rata-rata sebanyak 25 zona (7,3 persen).
Awal musim hujan yang dimulai pada bulan Oktober 2019 diperkirakan terjadi di 69 zona musim (20,2 persen), pada November sebanyak 161 zona musim (47,1 persen), dan pada Desember di 79 zona musim (23,1 persen). Namun demikian, sebagian daerah di Indonesia saat ini sudah berpeluang dilanda hujan.
Hasil pantauan BMKG, terdapat intrusi massa udara kering dari belahan bumi selatan melintasi wilayah Samudera Hindia Barat Jawa, Banten, Laut Jawa, Kalimantan Tengah, Bali, Samudera Hindia selatan NTB, NTT, dan Laut Arafuru hingga ke wilayah Papua bagian selatan. Kondisi tersebut menyebabkan berkurangnya potensi hujan di wilayah yang dilewati.
Namun, hal ini meningkatkan pembentukan awan hujan pada wilayah di depan area intrusi. Wilayah yang berpotensi hujan lebat pada Sabtu (7/9) di antaranya Aceh, Riau, Kalimantan Utara, dan Papua. Sedangkan untuk Minggu (8/9) wilayah yang berpotensi hujan lebat ialah Papua.