Menjaga Keabadian Paman Ho
Bagi sebagian besar warga Vietnam, menjaga jenazah Paman Ho—panggilan akrab Ho Chi Minh— yang meninggal lima dekade lalu agar tetap utuh merupakan tugas sakral dan patriotik.
Ketika Letnan Kolonel Nguyen Xuan Thang (41) memperoleh tugas untuk berjaga di Mausoleum Ho Chi Minh, hal itu tak ubahnya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Menjaga jenazah pemimpin revolusioner Vietnam, yang akrab dipanggil sebagai Paman Ho, itu bagi sebagian warga Vietnam merupakan tugas kenegaraan yang paling patriotik.
Meskipun telah berpulang 50 tahun lalu, yaitu 2 September 1969, sampai saat ini Paman Ho tetap menjadi figur sentral dalam sejarah politik Vietnam. Ajaran komunisme Ho melekat dalam kurikulum sekolah, doktrin politik, pelatihan militer, bacaan anak- anak, lagu-lagu patriotik, ataupun pesan propaganda.
Sosok Ho juga lekat dalam keseharian rakyat Vietnam. Raut wajahnya yang tersenyum ramah dengan janggut khasnya bisa dilihat di mata uang kertas, koin, mural-mural di jalan, prangko, dan di gedung-gedung pemerintah. Paman Ho identik dengan Vietnam.
”Partai Komunis Vietnam membutuhkan Ho dan memanfaatkan Ho kapan pun, di mana pun. Doktrin Ho bisa diterapkan untuk semua: anak- anak, ibu-ibu, sampai militer,” kata Christopher Goscha, penulis buku Vietnam: A New History, kepada AFP.
Untuk peringatan 50 tahun kematian Ho yang secara resmi dijadwalkan pada Jumat, 5 September kemarin, militer Vietnam telah mempersiapkan upacara resmi peletakan karangan bunga. Mereka juga bersiap menyambut kunjungan wisatawan yang biasanya membeludak pada hari istimewa tersebut.
24 jam
Menjaga Paman Ho bukanlah pekerjaan mudah. Selama 24 jam tanpa henti, petugas yang diseleksi secara ketat berjaga bergantian. Thang, misalnya, setiap harinya melewati empat kali pergantian, masing- masing setiap dua jam.
Kadang, ia ditempatkan di luar mausoleum, merasakan teriknya musim panas, ataupun bekunya musim dingin. Kerap, ia bertugas di dalam gedung, di ruang tempat jenazah Paman Ho disemayamkan.
Menjaga Paman Ho bukanlah pekerjaan mudah. Selama 24 jam tanpa henti, petugas yang diseleksi secara ketat berjaga bergantian.
Stamina fisik serta rasa pengabdian kepada negara dan partai menjadi kekuatan Thang untuk menjalankan tugasnya. Ia mengaku masih sering terharu ketika memandangi jenazah tokoh pendiri Vietnam tersebut.
Ho Chi Minh, yang mengembara ke sejumlah negara pada masa mudanya, kembali ke Vietnam pada 1941 dan langsung terlibat dalam gerakan kemerdekaan Vietnam. Tahun 1945, ia menyatakan kemerdekaan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara) dan menyatakan perang terhadap Perancis. Perang melawan Perancis berlangsung selama delapan tahun dan berakhir dengan kemenangan Vietnam dalam pertempuran Dien Bien Phu (1954).
Ho, yang menjadi Presiden Vietnam Utara, kemudian terlibat perang saudara antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan yang dibantu militer AS. Meskipun Ho meninggal pada 1969, dirinya tetap dikenang sebagai pahlawan perang.
Ketika tank-tank Vietnam Utara memasuki kota Saigon pada 1975, tentara Vietnam Utara membentangkan spanduk bertuliskan, ”Anda tetap berbaris bersama kami, Paman Ho”.
Terawat
Sempat beredar rumor bahwa jenazah yang berada di mausoleum bukanlah jenazah asli Paman Ho. Juga muncul berita bahwa jenazah itu setiap tahun diterbangkan ke Rusia untuk perawatan. Namun, semua rumor itu dibantah Pemerintah Vietnam.
Satu tim yang terdiri dari tujuh ilmuwan Vietnam dan empat ilmuwan Rusia, pada tahun ini, dibentuk untuk mengevaluasi kondisi jenazah Paman Ho sebelum peringatan 50 tahun kematiannya. Mayor Jenderal Cao Dinh Kiem, anggota senior yang bertugas menjaga mausoleum, pekan lalu, mengumumkan bahwa jenazah Presiden Ho Chi Minh berada dalam kondisi yang sangat baik.
Sejak awal, Rusia berperan dalam proses pembalseman jenazah Ho. Beberapa waktu sebelum Ho meninggal (1969), para loyalisnya berkonsultasi dengan (saat itu) Uni Soviet untuk mengetahui bagaimana negara itu bisa merawat jenazah Vladimir Lenin yang sampai saat ini masih bisa dilihat di Lapangan Merah, Moskwa. Tanpa sepengetahuan Ho, Uni Soviet kemudian sepakat melakukan alih pengetahuan kepada Vietnam.
Beberapa waktu sebelum Ho meninggal (1969), para loyalisnya berkonsultasi dengan (saat itu) Uni Soviet untuk mengetahui bagaimana negara itu bisa merawat jenazah Vladimir Lenin.
Kesepakatan itu buyar ketika Uni Soviet kolaps pada 1991. Hanoi kemudian membuat kesepakatan baru dengan Rusia sampai sekarang. Namun, seperti apa bentuk kesepakatan di antara kedua negara tersebut menjadi rahasia yang dijaga ketat. Bahkan, Vietnam juga tidak mau berbagi pengetahuan dengan Korea Utara ataupun China yang juga membalsem para pemimpinnya.
”Dalam soal pengetahuan teknik pembalseman, kami tidak akan mau berbagi,” kata Mayjen Kiem.
Yang menarik, penghormatan yang dilakukan rakyat Vietnam terhadap Paman Ho sebetulnya jauh dari keinginan pribadi yang bersangkutan. Dalam surat wasiatnya, Ho secara jelas membuat rincian pemakamannya. Ho meminta jenazahnya dikremasi dan abunya disimpan di Vietnam selatan, tengah, dan utara sebagai simbol persatuan.
Ho juga menggarisbawahi bahwa dia tidak ingin dirinya dibuat sebagai patung, baik dari batu maupun perunggu. Ia memilih abunya ditempatkan di wadah keramik dan diletakkan di bukit, di tengah deretan pepohonan.
Namun, keinginan sederhana Paman Ho itu tak terwujud. Ia justru diabadikan dalam kemegahan mausoleum yang terinspirasi dari makam Lenin, Monumen Washington, dan piramida di Mesir. (AFP)