BATANG, KOMPAS — Indonesia mesti terus mengampanyekan Islam moderat. Tidak saja di dunia internasional, tetapi juga di dalam negeri. Oleh karena itu, semua pihak harus menghindari pendidikan radikalisme.
”Di mana-mana pendidikan Islam maju. Di mana-mana masjid dan mushala berkembang dengan baik. Tingkat dan suasana keagamaan sangat maju,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat berpidato di Masjid Pondok Modern Tazakka, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019).
Kalla hadir dalam rangka Tasyakuran Sewindu Pondok Modern Tazakka, sekaligus meresmikan salah satu gedung di kompleks pondok tersebut. Ikut mendampingi Kalla, antara lain, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin serta Bupati Batang Wihaji.
Meski demikian, Kalla melanjutkan, muncul pula keprihatinan atas maraknya konflik di antara negara-negara Islam. Antarlawan saling bunuh dan menghancurkan. ”Tentu itu kita harus hindari,” katanya.
Oleh karena itu, Kalla mengimbau agar berkembangnya suasana keagamaan belakangan diimbangi dengan pengembangan pendidikan.
”Karena itu, ilmu dan agama tidak bisa dipisahkan. Karena itulah pendidikan harus menghindari radikalisme. Kita harus menjaga wasatiyah, jalan tengah, yang bermanfaat. Karena tanpa itu, kita akan seperti yang lainnya. Tugas kita semua untuk menjaga ini,” tutur Kalla.
Pendidikan model apa pun, termasuk pondok pesantren, menurut Kalla, mesti berorientasi ke masa depan yang lebih baik. Dengan demikian, pendidikan bersifat dinamis sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia unggul, yang pada akhirnya membuat negara berdaya saing tinggi.
”Tentu bukan hal yang mudah, tapi makan waktu puluhan tahun untuk mengembangkan pendidikan yang baik (dan modern). Modern itu sangat dinamis. Modern artinya mengikuti zaman atau mendahului zaman,” lanjutnya.
Pendidikan, menurut Kalla, mesti berorientasi masa depan. Sebab, pendidikan berperan menciptakan sumber daya manusia unggul di masa depan sehingga berkontribusi pada naiknya daya saing nasional.
Jika orientasinya ke belakang, dengan hanya melulu mendalami kejayaan masa lampau, menurut Kalla, pendidikan tak ubahnya museum. Karena itu, tugas pendidikan adalah memikirkan cara menjadi bangsa yang maju dengan menjawab berbagai tantangan zaman.
”Pendidikan itu haruslah mendahului zamannya. Beda antara lembaga pendidikan dan museum. Museum melihat ke belakang, pendidikan melihat ke depan. Karena itu, apabila pendidikan selalu melihat hanya ke belakang, dia tidak berbeda dengan museum,” ucap Kalla.
Salah satu bentuk orientasi masa depan, lanjutnya, adalah menciptakan iklim pondok yang mendorong tumbuhnya jiwa kewirausahaan kepada santri. Hal ini harus dimulai dengan hal-hal sederhana.
Pendidikan tak ubahnya museum. Karena itu, tugas pendidikan adalah memikirkan cara menjadi bangsa yang maju dengan menjawab berbagai tantangan zaman.
Pada sambutannya, Pemimpin Pondok Modern Tazakka KH Anang Rikza Masyhadi mengatakan, Tazakka, di usianya yang sewindu, berkomitmen untuk terus bergerak maju membangun peradaban masa depan. Untuk itu, sejumlah usaha ditempuh, antara lain meningkatkan kualitas tenaga pengajar dan mengembangkan fasilitas pondok.
Saat ini, ujar Anang, Tazakka memiliki 130 tenaga pengajar; 100 orang di antaranya memiliki ijazah S-1 dan S-2. Empat tenaga pengajar sedang menempuh pendidikan S-3.
Adapun santri berjumlah 800 orang yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan, ada 40 santri asal Afghanistan.