Pimpinan dan Pegawai Menutup Gedung KPK dengan Kain Hitam
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pegawai dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar aksi penutupan Gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/9/2019). Aksi ini digelar sebagai reaksi atas revisi Undang-Undang KPK yang dinilai sebagai bentuk pelemahan terhadap lembaga antirasuah tersebut.
Aksi penutupan Gedung KPK secara simbolis tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Tulisan dan logo yang ada di Gedung KPK itu kemudian ditutup menggunakan kain hitam.
Saat kain hitam mulai menutup logo KPK, massa yang menggunakan baju hitam dan membawa kertas dengan tulisan “Tolong” ini menyanyikan lagu “Padamu Negeri”. Karangan bunga bertuliskan “Turut Berduka Cita Atas Meninggalnya KPK 2003-2019" juga tampak di halam Gedung KPK.
Sebelum menggelar aksi penutupan Gedung KPK, pegawai KPK juga melakukan pembagian bunga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (CFD) di Bundaran HI, Jakarta. Sekitar 1.000 tangkai bunga dibagikan kepada para peserta CFD sebagai bentuk dukungan.
Saut mengatakan, penutupan logo KPK dengan kain hitam hanyalah sebuah simbol untuk mengingatkan perjalanan bangsa dalam pemberantasan korupsi. Alih-alih menguatkan, negara malah melemahkan lembaga pemberantasan korupsi dengan kemunculan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
“Harapan kami tadinya kalau ada perubahan UU itu harusnya memperkuat KPK, bukan justru melemahkan. Cara memperkuat ini bisa dengan menambahkan deputi yang ada di KPK,” ujarnya.
Saut menegaskan, penutupan logo KPK ini bermakna bahwa masyarakat maupun pegawai KPK kita tidak boleh bermimpi atau takut terhadap segala bentuk pelemahan terhadap KPK.
Dia pun kembali mengingatkan agar bangsa ini menghadapi kenyataan bahwa indeks persepsi korupsi Indonesia dari Transparency International Indonesia (TII) masih berada di poin 38. Adapun skor 0 menunjukkan sangat korup, sedangkan 100 bersih dari korupsi.
Salah satu pegawai KPK, Heni Mustika berharap, aspirasi dari pegawai KPK dan publik dapat didegar oleh Presiden Joko Widodo. Sebab, dia menilai bahwa revisi UU KPK merupakan bentuk pelemahan terhadap lembaga anti rasuah ini.
Sejumlah aksi dukungan menolak revisi UU KPK terus dilakukan oleh masyarakat. Pada Jumat (6/9/2019), puluhan pegawai KPK juga melakukan unjuk rasa di Gedung KPK. Mereka menilai, revisi UU KPK merupakan langkah mundur pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ranah digital
Sementara di ranah digital, aksi dilakukan oleh warganet dengan membuat petisi “Indonesia Bersih, Presiden Tolak Revisi UU KPK!” dalam lama change.org. Sejak dibuat pada Kamis (5/9) hingga Minggu (8/9) siang, sebanyak lebih dari 19.000 warganet telah menandatangani petisi ini.
Dalam petisi tersebut, Presiden diminta menolak usulan revisi UU KPK dan tidak mengirimkan surat presiden untuk membahas revisi UU itu. Sebab, revisi UU KPK berpotensi memundurkan pemberantasan korupsi di Indonesia karena adanya pembentukan Dewan Pengawas KPK, pembatasan asal penyidik KPK, hingga penghentian penyidikan dan penuntutan oleh KPK.