Setiap ajaran agama sesungguhnya tidak memberi ruang untuk membenci pemeluk agama lainnya. Kendati demikian, kepentingan politik seringkali memicu gesekan antarumat beragama.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Setiap ajaran agama sesungguhnya tidak memberi ruang untuk membenci pemeluk agama lainnya. Kendati demikian, kepentingan politik seringkali memicu gesekan antarumat beragama. Berangkat dari hal itu, setiap pemuka agama diajak untuk tidak mengajarkan agama dengan rasa takut.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk "Lets Talk about Hate: Decoding Interfaith Voices", yang digelar oleh Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia (FPCI) dan The 1000 Abrahamic Circle Project, di Jakarta, Sabtu (7/9/2019) malam. Hadir dalam diskusi itu, rohaniawan Franz Magnis Suseno, Ketua Pemuda Muhammadiyah Sunanto, perwakilan Pemuda Ansor Abdul Aziz, dan pendiri FPCI Dino Patti Djalal.
Selain itu, hadir pula tiga peserta dari The 1000 Abrahamic Circle Project, yaitu dosen Pondok Pesantren Buntet Jawa Barat, Muhammad Abdullah Syukri, Chaplain General of the Republic Serbia Father Gligorije Markovic, dan pendeta Yahudi Henoch Dov Hoffman.
Mengacu kepada tema diskusi, Romo Magnis menjelaskan bahwa kebencian yang timbul oleh pemahaman agama terasa mengerikan, menakutkan, bahkan memalukan. Oleh karena itu, antar pemeluk agama harus saling menghormati.
Menurutnya, Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan Nurcholish Madjid, tokoh pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia, telah menunjukkan hal tersebut.
Toleransi di Indonesia pun dinilai Magnis kian membaik. Hubungan antar pemeluk agama kian rapat, tidak hanya di tatanan elite tetapi juga di akar rumput.
Di Indonesia, lanjutnya, semakin tumbuh kesadaran untuk mengajarkan agama dengan tidak menimbulkan rasa takut. Sebagai bangsa yang beragam, agama harus menjadi rahmat bagi semua.
"Tuhan menghendaki kita saling menghormati dan mencintai," katanya.
Dalam sesi diskusi yang dipimpin Dino Patti Djalal, Sunanto menyatakan bahwa Islam tak pernah memberi ruang untuk membenci dan menghakimi orang lain. Mereka yang membenci orang lain atas dasar perbedaan agama berarti tidak mempelajari kitab suci dengan baik.
Sunanto pun mengkritik orang yang hanya belajar agama dari internet. Terlebih dari sumber yang salah. Mereka berpotensi keliru memahami ajaran agamanya. Ditambah lagi, banyak pihak yang melancarkan propaganda politik dengan dalih agama.
Abdul Aziz menyatakan, mengajarkan agama dengan penuh kasih sayang harus dimulai dari keluarga. Agama harus berlandaskan rasa kemanusiaan.
"Kuncinya adalah kita harus taat terhadap kepercayaan yang dianut tanpa menghakimi keyakinan orang lain," katanya.
Dialog
Dino menjelaskan, The 1000 Abrahamic Circle Project yang kantor pusatnya berada di Indonesia, bertujuan untuk mewujudkan perdamaian antar umat agama. Kegiatan ini mengajak seorang pemuka Yahudi, Muslim, dan Kristen untuk sama-sama mengunjungi setiap komunitas selama satu minggu. Kegiatan diselenggarakan bulan lalu.
Dengan ini, para pemuka agama mampu berinteraksi dengan komunitas agama lain. Dalam foto yang ditampilkan panitia, terlihat Father Gligorije Markovic mengenakan sarung, saat berkunjung ke Pesantren Buntet. Dia juga berfoto bersama santri-santri di pesantren itu.
Dino mengatakan komunikasi antarumat beragama ini sangat penting untuk diintensifkan terutama setelah peristiwa di sejumlah negara yang mengancam relasi antarumat. Dia mencontohkan peristiwa teror masjid di Selandia Baru dan teror yang terjadi di gereja di Sri Lanka.
Menurutnya, peristiwa-peristiwa itu bisa juga terjadi karena ketidaktahuan masing-masing umat akan ajaran agama umat lainnya. “Ketidaktahuan berubah menjadi ketidaknyamanan atau kebencian atau kecurigaan, rasa tidak aman, dan penolakan,” tambahnya.