Tokoh lintas agama, organisasi masyarakat, pegawai negeri sipil, dan mahasiswa menggelar doa bersama di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (9/9/2019).
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Tokoh lintas agama, organisasi masyarakat, pegawai negeri sipil, dan mahasiswa menggelar doa bersama di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (9/9/2019). Kegiatan itu dilaksanakan untuk merespons situasi yang terjadi di Tanah Air, khususnya di Papua.
Ratusan orang yang terdiri dari TNI, Polri, tokoh lintas agama, pegawai negeri sipil, dan mahasiswa, termasuk mahasiswa dari Papua, menggunakan pakaian adat Nusantara berkumpul di Alun-alun Kapuas. Mereka menggunakan ikat kepala merah putih sembari bersama-sama memanjatkan doa untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Para pemuka agama Hindu, Protestan, Buddha, Khonghucu, Katolik, dan Islam bergantian memanjatkan doa di atas panggung. Mereka memohon agar Indonesia dijauhkan dari upaya pihak-pihak tertentu yang ingin memecah belah bangsa Indonesia.
Setelah memanjatkan doa, acara itu diakhiri dengan menyanyikan sejumlah lagu, salah satunya lagu ”Aku Papua”. Para tokoh agama, TNI, dan Polri turun dari panggung dan menyanyi bersama serta berpelukan dengan mahasiswa dari Papua. Bahkan, ada salah satu mahasiswa Papua yang menangis terharu sambil menyanyikan lagu ”Aku Papua”.
Kegiatan ini untuk menguatkan silaturahmi guna menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya berharap pula Kalbar dapat menjadi contoh bagaimana mengelola situasi yang kondusif.
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Inspektur Jenderal Didi Haryono, Senin (9/9/2019), mengatakan, keamanan merupakan kebutuhan bersama. Oleh karena itu, upaya untuk menciptakan keamanan juga perlu diupayakan bersama-sama.
”Kegiatan ini untuk menguatkan silaturahmi guna menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya berharap pula Kalbar dapat menjadi contoh bagaimana mengelola situasi yang kondusif,” kata Didi.
Apalagi, ke depan masih ada agenda nasional, misalnya pelantikan presiden dan anggota DPR. Maka, tetap diperlukan upaya bersama untuk menjaga situasi di daerah dan nasional agar tetap kondusif.
Selain itu, masyarakat perlu pula mewaspadai hoaks di media sosial. Hoaks membawa dampak negatif bagi bangsa. Sebagaimana yang sempat terjadi di Papua, beberapa waktu lalu, ada oknum tertentu menyebarkan hoaks tanpa memikirkan dampaknya bagi masyarakat. Masyarakat harus dewasa dalam menggunakan media sosial.
”Marilah kita mempererat rasa persatuan dan kesatuan. Marilah kita mendoakan pula para personel TNI dan Polri yang masih bertugas di Papua untuk memulihkan situasi di sana agar selalu lancar dalam tugas,” ujarnya.
Mengapresiasi
Kepala Staf Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura Brigadir Jenderal (TNI) Alfret Denny D Tuejeh mengapresiasi kegiatan itu. Sebelum negara ini bernama Indonesia, ada kerajaan yang berjaya, misalnya Sriwijaya dan Majapahit. Bahkan, kerajaan dari Kalimantan juga ada. Kekuasaan kerajaan Nusantara ada yang sampai ke luar Nusantara.
”Namun, kerajaan itu tidak bertahan hingga kini dan tinggal nama dalam sejarah. Kerajaan dahulu bisa hancur karena tidak ada Pancasila sebagai perekat. Maka, Pancasila perlu terus dipelihara sebagai perekat. Keberagaman sebagai nilai-nilai di dalamnya harus selalu dirawat,” kata Alfret.
Wakil Gubernur Kalbar Ria Norsan mengatakan, keharmonisan kehidupan tidak hanya tanggung jawab TNI dan Polri, tetapi juga tugas semua masyarakat. Perbedaan yang ada jangan sampai menjadikan masyarakat terpecah belah. Sebaliknya, perbedaan harus dijadikan sebagai perekat. Agar itu terwujud, kuncinya adalah saling menghormati satu sama lain.