Luas kebakaran pada bulan Agustus ini lebih dari 2,4 kali lipat luas kebakaran pada periode Januari – Juli seluas 135.747 hektar.
Oleh
Ichwan Susanto
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Hasil analisis terbaru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan luas kebakaran hutan dan lahan pada Januari–Agustus 2019 mencapai 328.724 hektar. Luas kebakaran pada bulan Agustus ini lebih dari 2,4 kali lipat luas kebakaran pada periode Januari – Juli seluas 135.747 hektar.
Kebakaran terluas periode Januari – Agustus 2019 masih didominasi pada tanah mineral seluas 239.161 ha. Area gambut yang umumnya menjadi penyebab kabut asap pekat dalam jangka lama mencapai luasan 89.563 ha.
Area gambut terbakar terluas berada di Provinsi Riau seluas 40.553 ha. Sedangkah kebakaran pada tanah mineral terbesar berasal dari lahan savanna di Nusa Tenggara Timur seluas 108.368 ha.
“Di NTT pembakaran savanna ini sudah jadi kebiasaan untuk mempersiapkan areal grazing (merumput) hewan ternak,” kata Raffles Brotestes Panjaitan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Minggu (8/9/2019), di Jakarta.
Di NTT pembakaran savanna ini sudah jadi kebiasaan untuk mempersiapkan areal grazing (merumput) hewan ternak.
Ia mengatakan pembakaran tersebut dipercaya masyarakat setempat dapat mempercepat pertumbuhan tunas-tunas rumput baru saat musim hujan mendatang. Namun menurut beberapa pakar tanah, pembakaran seperti ini akan merusak komposisi tanah.
Pembakaran pada areal savanna meski tidak dibenarkan, prosesnya jauh lebih cepat dan relative mudah dipadamkan dibandingkan pada areal gambut. Pada luasan yang sama, emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke udara pun jauh lebih kecil dibandingkan kebakaran pada tanah bergambut.
Raffles memaparkan, luas kebakaran hutan dan lahan meningkat tajam karena bulan Agustus merupakan puncak musim kemarau yang disertai El Nino sedang. Diperkirakan potensi kebakaran masih tinggi pada bulan September ini. Di beberapa daerah, potensinya akan menurun saat memasuki bulan Oktober seiring daerah-daerah tersebut memasuki musim hujan.
Lintas batas
Agus Wibowo, pelaksana tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam siaran pers 8 September 2019, menyebutkan hasil pantauan BMKG dan ASMC (ASEAN Specialized Meteorological Centre) pada 7 September 2019, terdeteksi transboundary haze (asap lintas batas) di wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dan Serawak – Malaysia. Analisis menjumpai banyak banyak titik panas karhutla terdapat di wilayah perbatasan Kalimantan Barat maupun di wilayah Serawak-Malaysia.
Sementara di wilayah Singapura dan Semenanjung Malaysia tidak terdeteksi asap lintas batas atau transboundary haze dari Sumatera. Pantauan hotspot/ titik panas kategori sedang dan tinggi pada 7 September 2019 pukul 07.00 WIB di 6 provinsi prioritas adalah Riau 201 titik, Jambi 84 titik, Sumatera Selatan 126 titik, Kalimantan Barat 660 titik, Kalimantan Tengah 482 titik dan Kalimantan Selatan 46 titik.
Jumlah hotspot yang banyak di wilayah Kalimantan Barat, menunjukkan kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan asap sampai ke perbatasan wilayah Kalimantan Barat dan Serawak - Malaysia. Kabut asap juga menyebabkan jarak pandang pendek sehingga penerbangan pesawat beberapa di Bandara Kalimantan Tengah terganggu.
Masih dari informasi BNPB, pantauan hotspot oleh LAPAN pada 8 September 2019 pukul 07.00 WIB, adalah Riau 85 titik, Jambi 127 titik, Sumatera Selatan 52 titik, Kalimantan Barat 782 titik, Kalimantan Tengah 544 titik dan Kalimantan Selatan 66 titik. Titik panas yang masih banyak di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah hari ini juga bisa memicu kabut asap yang mengganggu penduduk dan penerbangan di Kalimantan serta dapat menimbulkan transboundary haze ke perbatasan Kalimantan Barat dan Serawak - Malaysia.
Terkait asap lintas batas ini, Raffles B Panjaitan menyatakan hal tersebut membutuhkan analisa lebih lanjut. Alasan dia, wilayah Serawak di Malaysia pada tanggal 4 dan 5 terdapat sejumlah titik api yang berpotensi “mengasapi” wilayahnya sendiri.
“Hari ini 8 sept hotspot di Indonesia di daerah perbatasan tidak banyak tapi di Malaysia 18 titik api menurut Satelit Modis Terra Aqua. Jadi kalau ada asap di perbatasan bukan asap lintas batas,” kata dia.
Terkait arah angina, ia mengatakan belum bisa dipastikan juga karena harus melihat kekuatan anginnya. “Itu nanti BMKG yang mengumumkan benar atau tidaknya asap lintas batas,” katanya.